AS—jika jadi, akan segera enyah dari bumi Iraq. Dan 7 Maret mendatang, Iraq akan mulai melaksanakan pemilu mereka. Namun tujuh tahun setelah Saddam Hussein dilengserkan, ancaman besar lainnya menanti rakyat Iraq: Syiah.
Konstalasi politik Iraq tidak berjalan dengan benar. Semua berjalan tak tentu arah; siapa yang mempunyai kesempatan dan back-up yang kuat, itulah yang tampil. Hanya dua bulan menjelang dilaksanakannya pemilu, 500 orang calon dari Sunni dikeluarkan dari daftar. Bukan tanpa tendensi tentu saja. Tampaknya AS sadar betul bagaimana menyusun skenario jika negeri yang sudah porak-poranda ini ditinggalkannya. Tentu, untuk memudahkan semua akses di masa yang akan datang, AS harus menimbang kekuatan-kekuatan yang lebih memungkinkan hal itu terjadi.
Jumlah kaum Syi’ah di Iraq sebenarnya sangat besar—mencapai sekitar 60 persen dari jumlah total 24 juta penduduknya. Sisanya adalah penganut Sunni yang menguasai politik Iraq.
Sejak masa Saddam berkuasa, acara-acara yang berhubungan dengan kaum Syi’ah dilarang. Seperti diketahui, pada waktu Saddam berkuasa, kaum Syi'ah sama sekali tidak diberi ruang dikarenakan penyimpangan aqidah mereka. Sudah sejak lama Saddam menyadari Syiah melenceng dari ajaran Islam. Ketika Saddam jatuh, maka kaum Syi'ah seolah-olah membalas dendam kepada kaum Sunni. Mereka sengaja membuat isyu yang meminggirkan kaum Sunni lebih dekat kepada Al Qaidah sebagai pelindung setelah kejatuhan Saddam.
Setelah masa kependudukan Arab, bahkan Iran mempunyai pengaruh lebih buruk lagi terhadap Iraq. Keberadaan kaum syi'ah yang ada di Iraq menjadi salah satu penyebabnya. Kaum Syi’ah Iraq dipercayai lebih loyal terhadap Iran daripada Iraq sendiri. Pada akhirnya sentimen golongan tidak bisa dipisahkan pada permasalahan Iraq sebenarnya. Namun walaupun sekarang Saddam sudah tidak ada, tetap saja rakyat Iraq menolak Syiah dengan tegas.
Sebelum Saddam jatuh, sebenarnya Syiah dari Iran sudah bersiap-siap masuk di pintu depan. Orang-orang Iran serta merta memperbaiki hubungan dengan Irak. Caranya? Selain ramai oleh invasi AS, jangan salah, di Iraq juga terjadi asimilasi kebudayaan, politik, dan ekonomi orang-orang Syiah. Sekarang, menjelang AS meninggalkan Iraq, kader-kader Syiah siap menduduki berbagai posisi penting di berbagai instansi penting pemerintahan. Bahkan, tidak mustahil, presiden Iraq berikutnya berasal dari kaum Syiah.
Lantas, apakah salah jika Iraq dikuasai oleh Syiah? Merunut sejarah Syiah sendiri yang dibentuk oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba, tentu jelas, perlu diwaspadai. Selama berabad-abad lamanya Baghdad telah menjadi salah satu kota dengan peradaban Islam paling orisinil di dunia. Amerika telah meremukkan Fallujah, kota dengan seribu masjid dan juga menyimpan kekayaan sejarah Islam. Dan jika ini terjadi—Baghdad jatuh ke tangan kaum Syiah, maka semua peninggalan historis Islam akan dikikis habis berganti dengan nilai-nilai Syiah yang sementara waktu ini selalu dianggap sebagai budaya Islam.Tidak pelak AS telah meninggalkan bom waktu di Iraq bernama Syiah. Kini, konflik antara pengikut Sunni dan Syiah di Iraq, tak dapat dielakkan. Kalangan Sunni, khawatir kelompok Syiah mendominasi angkatan bersenjata Iraq, sementara itu kelompok Syiah, mulai mengincar kekuasaan di Iraq.
Siapa yang akan keluar sebagai pemenang? 7 Maret 2010 akan menjawabnya. (sa/fp/erm).
No comments:
Post a Comment