Sewajarnya, manusia berjalan dengan dua kaki atau disebut dengan istilah bipedal. Namun, ternyata ada sebuah keluarga di Turki yang semua anggotanya berjalan dengan tangan dan kaki alias merangkak.
Penemuan di tahun 2004 itu sangat menggemparkan kerana kebiasaan tersebut terlihat aneh dan disebut dengan istilah beruang merangkak.
Bahkan, kebiasaan ini telah berlaku sekian lama dan rupanya diwariskan turun temurun. Di tahun 1931, seorang antropolog bernama Aleš Hrdlička pernah menulis buku berjudul Children Who
Run on All Fours: And Other Animal-Like Behaviors in the Human Child.
Buku tersebut ditulis akibat ketertarikannya pada fenomena unik tersebut. Buku ini berisi pengakuan dari beberapa orang tua yang menceritakan kebiasaan balita mereka yang sudah terbiasa berjalan, namun lebih menyukai merangkak seperti beruang.
Bahkan, salah satu pengakuan yang ditulis dalam buku tersebut mengisahkan seorang budak yang dapat bergerak cepat dengan merangkak dibandingkan dengan ketika ia berjalan tanpa sedikit pun merasa lelah.
Dalam buku tersebut, Hrdlička menyimpulkan bahawa kebiasaan tersebut ada kaitannya dengan leluhur manusia, dalam hal ini adalah kera.
Sementara itu, kasus yang terjadi pada keluarga di Turki sangat istimewa. Mereka tinggal di sebuah desa terpencil dan terdiri dari 19 anak yang semuanya berjalan dengan kaki dan tangan. Sebenarnya, mereka mampu berdiri dengan tegak asalkan boleh berkonsentrasi. Namun, mereka akan mudah goyah dalam beberapa detik dan kembali merangkak.
Para pengkaji mengungkapkan penemuan lain terkait dengan kondisi otak dari keluarga bersaudara di Turki tersebut. Otak mereka kurang berkembang sehingga sukar untuk mengawal keseimbangan.
Anehnya, kondisi otak semacam itu seharusnya tidak memungkinkan seseorang berdiri tegak. Kenyataannya, mereka masih boleh berdiri meskipun akan kembali merangkak. Para pengkaji Turki menyebut fenomena tersebut sebagai ‘evolusi terbalik’.
Sementara itu, ada penjelasan yang lebih aneh bahawa keluarga Turki ini telah menciptakan kebiasaannya sendiri. Ada yang mengatakan bahawa anak-anak tersebut tak pernah diajarkan cara berjalan tegak oleh orang tuanya.
Terbukti setelah berita mengenai mereka tersebar ke serata dunia, anak-anak tersebut mendapatkan terapi motorik. Hasilnya, mereka dapat berjalan dengan dua kaki.
Pekara tersebut membuktikan bahawa pengajaran cara berjalan tegak harus tetap diajarkan oleh orang tua. Apalagi, beberapa tahun setelah kasus di Turki muncul, ada beberapa penemuan sama yang terjadi pada beberapa keluarga di Irak, Turki dan Amerika Selatan.
Bagaimanapun juga, bipedalisme merupakan pekara dasar yang membuat manusia menjadi manusiawi. Psikolog Esther Thelen menyebutkan bahawa berjalan dengan dua kaki bukanlah sesuatu yang muncul dengan sendirinya. Itu akan sangat tergantung pada respons otak, kreativitas dan proses sensitif. Tentunya, itu juga mesti dilatih sejak kecil.