Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi adalah seorang ulama terkenal, beliau menceritakan riwayat ini.
Suatu ketika, setelah selesai menjalani ibadah haji, dia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Dia mendengar percakapan mereka,
“Berapa banyak yang datang haji tahun ini ?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.
“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima ?”
“Tidak satupun”
Percakapan ini membuat Abdullah gementar.
“Apa ?” dia menangis dalam mimpinya.
“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia ?”
Sambil gementar, dia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.
“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah
diampuni . Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”
“Siapa orang tersebut ?”
“Sa’id bin Muhafah , tukang sepatu di kota Damsyiq (Damaskus sekarang)”
Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Kembali dari haji, dia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damsyiq, Syria.
Sampai disana dia langsung mencari tukang sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya.
Hampir semua tukang sepatu ditanya, apa memang ada tukang sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, ditepi kota” Jawab salah seorang tukang sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh,
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama itu
“Betul, siapa tuan?”
“Aku Abdullah bin Mubarak”
Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya ?”
Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana dia memulai pertanyaannya, akhirnya diapun menceritakan perihal mimpinya.
“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur ?”
“Subhanallah saya sendiri tidak tahu!”
“Cuba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini".
Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.
“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar :
Labbaika Allahumma labbaika.
Labbaika la syarika laka labbaika.
Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. Laa syarika lak.
Ya Allah, aku datang kerana panggilan Mu.
Tiada sekutu bagiMu.
Segala ni’mat dan puji adalah kepunyaanMu dan kekuasaanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis
Ya Allah aku rindu Mekah
Ya Allah aku rindu melihat Ka'bah
Izinkan aku datang ...
izinkan aku datang ya Allah ...
Oleh kerana itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan wang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan.
Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.
“Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji”
“Benar”
“Apa yang terjadi ?”
“Istri saya hamil, dan sering mengidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia mengidam berat”
“Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?
“Ya sayang”
“Cubalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku”
"Ya syeikh , sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari rumah pondok yang hampir runtuh.
Disitu ada seorang janda dan enam anaknya.
Saya bilang padanya bahawa isteri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit.
Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan “Tidak boleh tuan”
“Dijual berapapun akan saya beli”
“Makanan itu tidak dijual, tuan” katanya sambil berlinang air mata.
Akhirnya saya tanya kenapa ?
Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk
. kami dan haram untuk tuan” katanya.
Dalam hati saya : Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim ? Kerana itu
saya mendesaknya lagi “Kenapa?”
“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Dirumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat bangkai keldai mati, lalu kami ambil sebahagian dagingnya untuk dimasak.
“Bagi kami daging ini adalah halal, kerana kami dalam keadaan darurat yang amat sangat, andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi tuan, daging ini haram".
Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada isteriku, diapun menangis, kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.
“Ini masakan untukmu”
Wang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.”
Pakailah wang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”
Ya Allah … disinilah Haji ku
Ya Allah … disinilah Mekah ku.
Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak dapat menahan air mata.
“Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya"...
MasyaAllah ...
Semoga bermanfaat......