Pages

Monday, April 5, 2010

AS Bela Iran Dalam Pemberontakan Syiah Yaman



MANAMA, BAHRAIN – AS tidak percaya bahwa Iran memberi bantuan pada revolusi Syiah di Yaman utara, memperingatkan terhadap upaya-upaya untuk mencitrakan situasi tersebut sebagai sebuah konflik sektarian.
“Banyak dari teman dan rekan kami yang telah berbicara pada kami tentang kemungkinan adanya dukungan dari luar bagi Houthi,” ujar wakil menteri AS untuk urusan Timur Jauh Jeffrey Feltman dalam sebuah konferensi keamanan regional di Manama pada hari Jumat, 11 Desember.
“Kami telah mendengar teori-teori tentang dukungan Iran pada Houthi.”
“Jujur, kami tidak memiliki informasi independen akan hal ini,” ujarnya.
Pemerintah Yaman telah lama memerangi pejuang pemberontak Syiah, yang dikenal dengan nama Houthi, di provinsi utara Saada sejak tahun 2004.
Pemerintah Yaman menuduh pemberontak Syi’ah didukung oleh sejumlah kelompok di Iran.
Sanaa menuduh para pemberontak berusaha mendirikan kembali kekuasaan para ulama yang berakhir dengan adanya kudeta republik tahun 1962.
Para pemberontak membantah klaim tersebut, mengatakan bahwa mereka mempertahankan desa mereka dari apa yang mereka sebut agresi pemerintah.
Arab Saudi terseret ke dalam konflik ini bulan lalu ketika penjaga perbatasan Saudi terbunuh dan dua desa diserang oleh kelompok pemberontak.
Dalam sebuah ancaman untuk meningkatkan ketegangan, para pemberontak Houthi mengumumkan pada hari Jumat bahwa mereka akan merebut kendali pos militer Saudi di perbatasan Yaman-Saudi.
Para pemberontak mengatakan dalam sebuah pernyataan online bahwa mereka juga telah merampas persenjataan, material komunikasi, kendaraan militer, dan peralatan pengintaian Saudi.
Pejabat pertahanan Saudi membantah klaim tersebut, namun mengatakan bahwa pertempuran sengit terjadi di dekat pos militernya.
Pemerintah AS dan Arab memperingatkan upaya-upaya untuk mencitrakan pertempuran itu sebagai sebuah konflik sektarian.
“Orang-orang tampaknya menemukan alasan untuk memperluas konflik ketika mempersempitnya menjadi kepentingan kolektif kami,” ujar Feltman.
Diplomat AS menyerukan pada semua pihak untuk menjaga agar isu itu tetap berada dalam lingkup Yaman.
“Saya rasa berbahaya untuk melebih-lebihkan perpecahan antara Sunni-Syiah.”
Menteri Luar Negeri Bahrain, Sheikh Khalid bin Ahmed Al Khalifa, menyerukan hal serupa.
“Sangat jelas bahwa ini sengaja dicitrakan sebagai sebuah konflik Sunni-Syiah,” ujar Sheikh Khalid.
Diplomat top Bahrain itu mengatakan bahwa kemiskinan dan kekurangan sumber daya serta pembangunan menjadi akar dari konflik tersebut.
Ia menggarisbawahi kebutuhan akan perubahan dalam pola berpikir dan pendekatan yang tidak terlalu fokus pada perbedaan antar sekte.
“Ini sama dengan di Irak – antara Sunni, Syiah, dan Kurdi – dan di negara-negara lain,” ujarnya.
“Ini adalah persoalan serius bagi kami.”
Di sisi lain, Iran justru memberikan tudingan yang jelas akan adanya campur tangan AS dalam konflik Yaman – Saudi.
Ali Larijani, ketua parlemen Iran, menuduh Washington mendalangi pemboman Arab Saudi dari pemberontak Syiah di Yaman, situs parlemen dilaporkan.
"Peristiwa yang menyedihkan di negara Islam Yaman yang telah meningkat selama dua minggu dan campur tangan Saudi di Yaman melalui pemboman oleh pesawat tempur berulang-ulang sungguh mengherankan," seperti yang dikutip ketika Larijani mengatakan kepada deputi.
Dia menuduh AS berada di balik pengeboman, mengatakan: "Laporan menunjukkan bahwa pemerintah AS bekerja sama dalam langkah yang menindas."
Komentar Larijani datang kurang dari seminggu setelah Sanaa mengkritik "campur tangan" Iran dalam urusan mereka setelah Teheran mengecam intervensi regional dalam perang Yaman dengan para pemberontak dalam sebuah kiasan terselubung yang mengacu ke Arab Saudi.
Parlemen Iran juga menyerukan Organisasi Konferensi Islam untuk ikut campur tangan dalam menghentikan pembunuhan Muslim Yaman.
Pasukan Yaman dan Saudi membombardir posisi pemberontak Syiah di sepanjang perbatasan antara kedua negara kemarin, menurut saksi dan pejabat militer. (rin/io/sm)

No comments: