Pages

Tuesday, July 10, 2012

Mualaf Steven: Bermula dari Falsafah Islam


Lelaki Tionghoa ini tak menyangka kebenciannya pada Muslim berbuah rengkuhan Islam. Di matanya kala itu, Muslim tak lebih dari sebuah golongan yang memberinya dan keluarganya sebuah pengalaman pahit.

Steven marah dan bertekad membalasnya. Ia mempelajari falsafah Islam, memahami seluk beluk agama itu, dan berhujah siapa pun yang berstatus Muslim. Hingga akhirnya, Steven mencari kebenaran dari semua yang telah dipelajarinya.

Steven berislam 11 tahun lalu, saat usianya baru 19 tahun. Kebenaran Islam yang membawanya pada agama Allah, bukan kekaguman pada apa pun atau siapa pun. "Aku belajar (Islam), bukan terinspirasi apa pun," katanya.

Bahkan, ia mengaku benci pada orang Islam kala itu. Rusuhan 1998 dipandangnya sebagai wujud pencitraan wajah Muslim yang merupakan penduduk majoriti Indonesia. "Itu pengalaman pahit bagi warga Tionghoa. Pada masa itu, aku kehilangan beberapa sanak keluarga yang tewas kerana dibantai. "

Beberapa tahun sebelum krisis nasional itu, saat Steven duduk di bangku sekolah dasar, orang tuanya menghantarnya ke asrama Katolik atas wasiat almarhum neneknya. Beranjak remaja, ia mengikuti seminar untuk memperdalam ajaran Katolik. Di sana, falsafah Islam menjadi salah satu bidang ilmu yang didalami.

Pasca peristiwa 1998 yang traumatis itu, Steven mempertekun pendalamannya tentang Falsafah Islam untuk membayar kemarahannya. "Aku jelas tak mungkin membalas kekerasan itu dengan perang fizikal, apalagi dengan membunuh. Kerana itu, aku bertekad membalasnya dengan menghajar akidah mereka, "geramnya.

Begitulah, Steven belajar Islam untuk 'membalas dendam.' Berkat pendalamannya itu, ia selalu siap dan percaya diri untuk berdebat dengan setiap Muslim yang ditemuinya. "Satu lagi kelemahan Muslim kutemukan pada masa itu, saat sebahagian besar mereka tak mampu menjawab soalan-soalan asas tentang agama mereka sendiri," ujarnya prihatin.

Steven terus membekali diri. Ia terus belajar, hingga akhirnya tahu bahawa ajaran Islam benar. Kebencian pada Muslim yang pernah dirasakannya tak menghalang hatinya untuk menerima kebenaran Islam.

"Semua yang diajarkan Islam benar. Melihat para Muslim yang berperangai tidak baik, aku melihatnya sebagai kesalahan yang berpunca dari diri mereka. Mereka tidak berperilaku sesuai dengan ajaran Islam, "ujarnya.

Dorongan pada Islam memuncak saat ia menemani salah seorang temannya solat di sebuah masjid.

Tanpa berbasa-basi, Steven pun menyatakan keinginannya pada temannya. "Aku bilang, aku mau masuk Islam. Begitu saja, "tuturnya.

Namun, semua tak berakhir di situ. Steven tak akan lega setelah bersyahadat, kerana keluarga besarnya menentang keyakinan barunya itu.

"Ya, seperti banyak kes mualaf lain, aku harus menghadapi kemarahan besar keluarga, dan kemudian diusir. Yah, itu masa lalu, "tutur Steven singkat, tak ingin membahasnya lebih jauh.

"Yang jelas," tambahnya, "Aku sempat merasakan hidup di jalanan setelah itu."

Semua terasa lebih baik beberapa lama kemudian. Meski harus menandatangani surat yang 'membebaskan' dirinya dari segala bentuk warisan keluarga, hubungan Steven dengan keluarganya membaik.

"Aku tetap berusaha melakukan apa yang baik untuk menghormati orang tua dan keluargaku, selama itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam," ujar sulung dari lima bersaudara itu.

Di samping itu semua, Steven menyimpan sederet pengalaman 'bodoh' setelah bersyahadat. "Yang kutahu, Muslim harus menegakkan lima tiang agama, yakni rukun Islam. Selebihnya, kukira tak ada yang berbeza dengan aturan non-Muslim, "katanya.

Satu misal, Steven tak mengenal istilah haram. "Yang kutahu, Muslim tak boleh memakan daging babi dan anjing," kata dia.

Kerana itu, meski telah mendirikan solat lima waktu dan kewajipan Islam lainnya, Ia tak meninggalkan kebiasaan lamanya, seperti melawat diskotik dan meminum alkohol. Lucunya, meski mabuk saat pulang dari diskotik menggunakan teksi, ia masih mengingat bahawa ia berkewajiban menunaikan solat Subuh. "Aku minta pemandu taksinya singgah ke masjid yang kami lewati," kenangnya sambil tersenyum.

Kebiasaan itu baru ditinggalkannya setelah seorang teman memberitahunya tentang larangan Islam. Pemahaman tentang tiang Islam selanjutnya ia peroleh semasa menunaikan umrah pada 2003. "Tiang Islam sesungguhnya tidak hanya lima. Rukun Islam adalah lima tiang utama, ada banyak tiang lain yang kurang difahami, "kata dia.

No comments: