Parasnya begitu cantik, luas ilmunya dan mulia akhlaknya. Begitulah sejarah Islam melukiskan Juwairiyah binti Al-Harits. Sejatinya, ia bernama Barrah.
Wanita itu berasal dari Bani Musthaliq yang menyembah berhala. Ayahnya, Al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang gemar menyembah patung dan sangat memusuhi Islam.
Burrah sempat menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi' bin Shafwan. Ayahnya berencana untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah.
Burrah sempat menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi' bin Shafwan. Ayahnya berencana untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah.
Bani Musthaliq sangat bernafsu untuk mengalahkan pasukan tentara Islam dan mengambil alih kekuasaan di antara suku-suku Arab. Rencana itupun sampai ke telinga Rasulullah SAW.
Untuk memastikan kabar itu, Nabi SAW lalu menugaskan Buraidah bin Al-Hushaid untuk memastikan kebenaran informasi itu.
Untuk memastikan kabar itu, Nabi SAW lalu menugaskan Buraidah bin Al-Hushaid untuk memastikan kebenaran informasi itu.
Ternyata, rencana penyerangan yang akan dilakukan Bani Musthaliq itu tak sekedar isu melainkan kenyataan. Rasulullah pun menyusun kekuatan dan menyerang terlebih dahulu.
Pertempuran tentara Islam melawan kaum kafir dari Bani Musthaliq itu dikenal sebagai perang Perang Muraisi' dan terjadi pada bulan Sya'ban tahun kelima Hijrah.
Pertempuran tentara Islam melawan kaum kafir dari Bani Musthaliq itu dikenal sebagai perang Perang Muraisi' dan terjadi pada bulan Sya'ban tahun kelima Hijrah.
Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan. Pemimpin bani Musthaliq, Al-Harits melarikan diri dari medan peperangan dan suami Barrah tewas terbunuh.
Seluruh penduduk yang selamat, termasuk Barrah menjadi tawanan. Sebagai seorang terpelajar, mengetahui dirinya menjadi tawanan, Barrah mengajukan tawaran untuk membebaskan diri. Ia lalu mencoba bernegosiasi dan meminta bertemu dengan Nabi SAW. Upayanya membuahkan hasil.
"Rasulullah, aku Barrah, putri dari Al Harits. Ayahku adalah pemimpin kaumku. Sekarang aku ditimpa kemalangan dengan menjadi tawanan perang dan jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik, tidak pernah berlaku buruk padaku. Namun ketika kukatakan aku ingin menebus diri, ia membebaniku dengan sembilan keping emas. Maka kupikir lebih baik minta perlindungan padamu. Tolong, bebaskan aku!" ujarnya.
Nabi SAW berpikir sejenak. Lalu Rasulullah SAW balik bertanya, "Maukah engkau yang lebih baik dari itu?"
Seketika Barrah tercengang dan balik bertanya, "Apakah gerangan itu, wahai Rasulullah?
Seluruh penduduk yang selamat, termasuk Barrah menjadi tawanan. Sebagai seorang terpelajar, mengetahui dirinya menjadi tawanan, Barrah mengajukan tawaran untuk membebaskan diri. Ia lalu mencoba bernegosiasi dan meminta bertemu dengan Nabi SAW. Upayanya membuahkan hasil.
"Rasulullah, aku Barrah, putri dari Al Harits. Ayahku adalah pemimpin kaumku. Sekarang aku ditimpa kemalangan dengan menjadi tawanan perang dan jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik, tidak pernah berlaku buruk padaku. Namun ketika kukatakan aku ingin menebus diri, ia membebaniku dengan sembilan keping emas. Maka kupikir lebih baik minta perlindungan padamu. Tolong, bebaskan aku!" ujarnya.
Nabi SAW berpikir sejenak. Lalu Rasulullah SAW balik bertanya, "Maukah engkau yang lebih baik dari itu?"
Seketika Barrah tercengang dan balik bertanya, "Apakah gerangan itu, wahai Rasulullah?
Lalu Nabi SAW berkata, "Aku tebus dirimu, lalu kunikahi engkau."
Mendengar jawaban Nabi SAW, wajah Barrah pun berubah berseri-seri.
"Baiklah, wahai Rasulul lah," tutur Burdah. Lalu Rasulullah SAW menikahinya dan nama Barrahpun diganti menjadi Juwai riyah.
Seperti diriwayatkan Aisyah RA, kabar pernikahan Rasulullah dan Juwairiyah menyebar cepat di kalangan kaum Muslimin. Secara tak terduga, pernikahan itu menjadi berkah bagi kaum Bani Musthaliq yang tertawan dan menjadi budak. Para sahabat membebaskan semua tawanan yang masih memiliki hu bungan kekerabatan dengan Juwairiyah. (ar/rp) www.suaramedia.com
Mendengar jawaban Nabi SAW, wajah Barrah pun berubah berseri-seri.
"Baiklah, wahai Rasulul lah," tutur Burdah. Lalu Rasulullah SAW menikahinya dan nama Barrahpun diganti menjadi Juwai riyah.
Seperti diriwayatkan Aisyah RA, kabar pernikahan Rasulullah dan Juwairiyah menyebar cepat di kalangan kaum Muslimin. Secara tak terduga, pernikahan itu menjadi berkah bagi kaum Bani Musthaliq yang tertawan dan menjadi budak. Para sahabat membebaskan semua tawanan yang masih memiliki hu bungan kekerabatan dengan Juwairiyah. (ar/rp) www.suaramedia.com
No comments:
Post a Comment