Posted by telagasufi2014
Siapa yang tak kenal dengan Imam Ahmad, sang pendiri Mazhab Hanbali. Ulama besar bernama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abd Allah al-Shaybani ini, dalam menuntut ilmu dan mengumpulkan hadis telah menyambangi seantero negeri. Setelah berkonsentrasi mengkaji hadis Nabawi semenjak umur 15 tahun, ia pun berkelana dari negara ke negara, dari lembah ke lembah, hingga sampailah ia di sebuah negeri antah barantah.
Seperti dikisahkan dalam Kitab Shifatus Shafwah karangan Ibnul Jauzi, Sang Imam Besar kemalaman ketika sampai di negri antah barantah tersebut. Ia pun sempat kebingungan untuk mencari tempat bermalam. Hingga akhirnya, ia meminta izin kepada pengurus masjid setempat untuk menmperbolehkannya istirahat di masjid barang satu malam.
Sayang sekali, kendati ketenaran Imam Ahmad sudah sampai di seluruh pelosok negri, namun tak banyak orang yang tahu bagaimana sosok dan rupa sang imam. Di negri tersebut, sudah banyak ajaran dan pengikut mazhabnya, tapi karena keterbatasan informasi dan teknologi, tak ada orang yang mengenal siapa dirinya. Tentu dizaman itu belum ada televisi, internet, apalagi media sosial seperti facebook dan twitter.
Karena itulah, pengurus masjid tak memperbolehkannya menginap di masjid setempat. Sang imam besar pun sempat luntang-lantung malam itu, hingga akhirnya seorang pengusaha roti bersedia menerima beliau di rumahnya.
Ketika sampai di rumah si tukang roti, Imam Ahmad terus memperhatikan amalan yang diwiridkan terus oleh sang tuan rumah. Menurutnya, amalan tersebut sederhana namun istimewa. Sang tuan rumah senantiasa beristighfar dalam setiap aktivitas yang ia lakukan. Lidahnya selalu saja basah dengan zikir dan meminta ampunan Allah.
“Wahai tuan, apa fadhilah (keutamaan) yang tuan dapatkan dari amalan (selalu beristighfar) tersebut?” tanya Imam Ahmad penasaran.
Sang tuan rumah tersenyum. “Fadhilahnya, setiap doa yang saya panjatkan kepada Allah, pasti selalu dikabulkan-Nya,” jawab si tuan rumah. Imam Ahmad pun salut kepadanya.
“Tapi, ada satu doa saya yang hingga saat ini belum dikabulkan Allah,” sambung sang tuan rumah, Imam Ahmad pun kembali penasaran. “Doa apakah itu, tuan?” tanyanya.
“Dari dahulu, saya berdoa kepada Allah agar saya dipertemukan dengan imam mazhab saya, yakni Imam Ahmad bin Hanbal. Namun hingga saat ini, saya belum juga dipertemukan dengan beliau,” tutur sang tuan rumah.
Mendengar itu, Imam Ahmad langsung kaget. Inilah rupanya yang memaksa seorang Imam besar luntang-lantung tengah malam. Ini juga alasannya, mengapa Imam Ahmad diusir dari masjid dan dipaksa berjalan tengah malam hingga akhirnya sampai dipertemukan dengan si tukang roti itu. Semuanya sama sekali bukan suatu kebetulan, melainkan skenario Allah SWT untuk menjawab doa si tukang roti.
Demikian dahsyatnya kekuatan istighfar, sehingga membuat Allah SWT enggan untuk menolak doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Seorang Imam yang berkelana dari negri ke negri, Allah tuntun langkahnya agar sampai di negri si tukang roti. Kemudian Allah buat suatu keadaan, hingga keduanya dipertemukan. Tak ada yang mustahil bagi Allah, jika Dia berkehendak.
Hati manusia ibarat sebuah gelas. Fungsinya sebagai wadah bagi air minum. Namun, jika gelas itu kotor, air minum apa yang akan mau mengisinya? Gelas-gelas kotor dibiarkan begitu saja, tak ada yang mau memakainya sebelum gelas tersebut dibersihkan.
Demikian juga dengan hati manusia. Jika hati manusia tersebut kotor, hidayah mana yang akan mau mengisinya? Sesuatu yang suci tentu membutuhkan wadah yang suci dan bersih pula. Pantas saja, hidayah Allah tidak mau turun, berkah Allah tidak datang, rahmat dan kasih sayang-Nya tidak diberikan, dan doa tidak di-istijabah (dikabulkan). Penyebabnya, tempat penerima hidayah, rahmat, berkah, dan doa tersebut kotor.
Disanalah fungsi istighfar untuk membersihkan hati dari karat-karat dosa dan penyakit-penyakitnya. Setelah hati dicuci dengan istighfar, barulah hidayah, berkah, rahmat, dan ilmu dari Allah akan turun. Demikian juga dengan doa, Insya Allah akan segera dikabulkan Allah SWT.