(The Assassins)
Oleh:David Livinstone
Sabi'in (The Sabians)
Pada awal Abad Pertengahan, sebuah kekuatan baru muncul di saat itu, sebuah ancaman yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam Perang Salib. Pendorong di balik ekspansi besar bangsa Arab ini, yang mengakibatkan runtuhnya Kekaisaran Persia, dan direbutnya sebagian besar wilayah bekas Kekaisaran Romawi, adalah Islam, agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada abad ketujuh Masehi. Pada dasarnya, Islam tidak mengklaim sebagai sebuah agama baru, tetapi sebuah penegas kembali dari pesan abadi yang telah dikirimkan kepada umat manusia sejak awal diturunkannya agama samawi, termasuk para nabi Alkitab, dan Jesus.
Namun, pada waktunya, Islam juga dirusak melalui pengaruh okult jahat yang sama yang menjangkiti Eropa, berasal dari sebuah komunitas di Harran, di tenggara Turki, yang dikenal sebagai Sabi'in. Melalui pengaruh mereka inilah muncul kelompok-kelompok Islam radikal dan yang paling terkenal disebut sebagai - the Assassins - pembunuh, Selama Perang Salib, melalui kontak dengan Ksatria Templar yang terkenal itu, merekalah yang kemudian bertanggung jawab meneruskan tradisi okultisme ke Barat. Pertama menghasilkan pengetahuan tentang Holy Grail, legenda kontak ini juga membentuk dasar dari Scottish Rite Freemasonry. Akhirnya, dasar ini membentuk sesuatu yang rasional dalam melanjutkan hubungan antara kaum Mason dan rekan-rekan mereka di Timur, yang mengklaim berasal dari keturunan the Assassins - pembunuh. Mereka yang dikenal sebagai Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini merupakan penghasut utama terorisme "Islam", atau operasi bendera palsu - false flag atas nama konspirasi Illuminati.
Sabi'in terkait dengan Mughtasilah, semula anggota Mani. Dengan mentransmisikan Gnostik kuno dan Pengetahuan klenik dunia Islam, Sabiin akan memberikan kontribusi terhadap munculnya Ismailiyah, terutama fraksi yang berpusat di Mesir yang dengan mereka organisasi-organisasi okult Barat mempunyai pertalian yang berlangsung lama, dan mereka yang pada abad keduapuluh akan menghasilkan terorisme Islam.
Para sarjana percaya bahwa Mandeans berasal dari kelompok Yahudi Gnostik dari Yordania yang beremigrasi ke Babilonia pada abad pertama atau kedua Masehi. Sabiin memiliki hubungan dengan Mandaeans. Menurut pendapat E.S. Drower, Mandeans di Irak dan Iran yang menyokong bahan-bahan referensi yang ditawarkan oleh penulis Arab terdapat hubungan yang baik untuk menunjukkan titik-titik kesamaan dalam kepercayaan umum antara Sabi'in dengan Mandeans, dan bahwa Sabi'in hanya memilih untuk mengadopsi bahasa Neoplatonisme dengan maksud meminjam suasana pengetahuan dan filsafat untuk ajaran-ajaran mereka.1)
Harran, awalnya dikenal sebagai Carrhae, jaraknya kurang dari seratus mil dari Samosata, ibukota Commagene, dan merupakan provinsi Romawi Osrhoene, yang pada awalnya diperintah oleh anak perempuan keturunan Izates yang menikah dengan Mannos VI, Raja Osrhoene. Adalah putri mereka, Awda dari Osrhoene, yang menikah dengan Mithridates Arshakuni, buyut Antiokhus I dari Commagene, di mana keturunan raja-raja Armenia dan Parthia serta Kekaisaran Persia Sassanid.2) berasal. Menurut para ahli Abad Pertengahan, sering kali istilah Armenia yang dimaksud adalah meliputi banyak wilayah Anatolia, atau juga dimaksudkan dengan kota-kota sepanjang jalan antara Suriah-Mesopotamia, seperti kota Harran, dan Edessa, ibu kota Osrhoene.3)
Sabi'in merupakan kelompok penting penterjemah karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama yang berkaitan dengan karya-karya matematika dan astronomi. Yang terpenting, Sabi'in berkaitan dengan filsafat Hermetisisme dan Neoplatonisme, yang kemudian mereka sampaikan kepada orang-orang Arab, Pada gilirannya, orang-orang Arablah yang bertanggung jawab dalam memperkenalkan ide-ide tersebut ke Barat. Setelah penutupan Akademi, para pengikut Neoplatonis yang terakhir pindah ke wilayah timur untuk mencari perlindungan sementara di istana Raja Persia. namun karena mereka diperlakukan tidak ramah, kemudian mereka meninggalkan Persia ke tujuan yang tidak diketahui, beberapa orang ahli mengatakan mereka pergi menuju Harran di barat laut Irak.
Menurut al-Biruni, seorang sarjana Muslim abad kesebelas Masehi, Sabi'in pada awalnya merupakan sisa-sisa orang Yahudi yang diasingkan di Babilonia, di mana mereka telah mengadopsi ajaran-ajaran orang Majus (Magi), atau Majusi (Zoroaster); al-Biruni percaya bahwa merekalah Sabi'in yang sebenarnya. Namun ia juga menunjuk nama yang sama kepada sebuah komunitas okult yang disebut Sabi'in dari Harran:
Sistem mereka berasal dari Agathodaemon, Hermes, Wali, Maba, Sawar. Mereka percaya bahwa orang-orang tersebut, dan orang-orang orang-orang bijak mereka, seperti nabi. Sekte ini jauh lebih dikenal dengan nama Sabi'in daripada nama lain, meskipun mereka sendiri tidak mengadopsi nama ini sebelum 228 H di bawah pemerintahan Abbasiyah, semata-mata agar diperhitungkan dan diterima sebagai bagian dari masyarkat ahlu-Dzimmah (komunitas non-muslim yang dilindungi hukum Islam) dan kepada mereka hukum Dzimmy diterapkan. Sebelumnya mereka disebut kafir, penyembah berhala, dan Harranians.... 4)
Sabi'in, menurut Chwolsohn, pengarang karya monumental, the Ssabier, mereka tetap melaksanakan agama campuran Babilonia dan Helenistik, namun mereka diperkirakan menutupinya dengan ajaran Neoplatonisme 5) sebagaimana dijelaskan oleh Majid Fakhry:
Agama mereka, seperti Helenistik, Gnostik, dan Hermetic dipengaruhi dari mana asal mereka datang, kualifikasi yang memenuhi syarat Harranian untuk membantu sebagai sebuah mata rantai penyebaran ilmu pengetahuan Yunani ke Arab dan untuk melengkapi pengadilan Abbasiyah sejak awal abad kesembilan yang sangat berharga dalam sidang pengadilan ahli nujum.6)
Sabi'in mengaku mengikuti Hermes dan Agathodaimon terindentifikasi, dengan Seth dan Enoch. Pada dasarnya, seperti sekte dualistik lainnya, Sabi'in mengajarkan keselamatan melalui gnosis, yang untuk mencapainya harus melewati setan Archons yang menghambat pendakian jiwa menuju surga, untuk bersatu dengan dewa tertinggi. Dewa tertinggi Sabi'in adalah pencipta alam semesta, tapi tidak melakukan kontak dengan umat manusia dan menyerahkan pengaturan alam semesta kepada planet-planet. Oleh karena itu, Sabi'in menyembah planet-planet, atau lebih tepatnya Jin yang dipercaya memerintah mereka (planet-planet tersebut). Dikatakan bahwa mereka melakukan persembahan korban kepada dewa-dewa tujuh hari dalam seminggu, yang namanya sebagian Babilonia dan sebagian lagi Yunani. Mereka juga diketahui merayakan ritual "misteri" untuk Tammuz atau Shamal, Jin penguasa, di mana mereka dicurigai melakukan pengorbanan manusia. Mereka diketahui telah mengorbankan seorang anak, dagingnya direbus dan dibuat kue, kemudian dimakan oleh kelas tingkatan pemuja tertentu.8)
Sabi'in bertindak sebagai penerjemah dan astrolog, yang bertanggung jawab atas penyebaran ajaran-ajaran mistis ke dunia Islam, dan memberikan kontribusi bagi pembentukan sebuah versi mistik keimanan yang dikenal sebagai tasawuf. Juga diterima satu set risalah Sufi, yang dikenal sebagai Surat-surat dari Ikhwan al-Saffa wa Kkhullan al-Wafa, atau "The Brethren of Purity and Loyal Friends". Risalah tersebut berupa sebuah ensiklopedi filsafat dan agama, yang para sarjana menganggapnya sebagai unsur-unsur yang mencerminkan elemen-elemen Pythagoras, Neoplatonic, dan tradisi-tradisi orang Majusi, Risalah tersebut dibuat pada abad kesembilan Masehi, di bawah pengaruh Sabi'in.
Mengenai hal ini pada umumnya para sarjana sepakat bahwa Surat-surat dari Ikhwan as Saffa disusun oleh para pendukung terkemuka sekte Ismailiyah. Kaum Ismailiyah adalah kelompok sempalan Syi'ah. Syi'ah adalah sebuah sekte yang lahir akibat perpecahan di dalam Islam pada pertengahan abad ketujuh, yakni perpecahan terjadi dalam memutuskan siapa yang akan menjadi penerus sah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mayoritas, Islam yang dikenal sebagai Sunni, berpegang pada Khalifah Abu Bakar, Umar dan Ustman, sementara Syi'ah bersikeras bahwa yang meneruskan adalah Ali, keponakan Nabi.
Melalui pengaruh tasawuf, kedudukan Imam di pusat lembaga Syi'ah dipegang oleh para pemimpin mereka yang telah mempunyai signifikansi dalam ilmu mistik. Kedudukan Imam ini dianggap diteruskan secara langsung dari Ali kepada Imam Keenam, Ja'far as Shadiq, dan kemudian sampai kepada Imam Keduabelas yang ghaib pada tahun 873 M. Mayoritas Syi'ah mengikuti aliran Duabelas Imam, dikenal sebagai Imam Duabelas. Beberapa pengikut Jafar tetap setia kepada putranya, Ismail, dan kemudian dikenal sebagai aliran Tujuh Imam atau Ismailiyah.
Kaum Ismailiyah (The Ismailis)
Meskipun terorisme tidak termasuk dalam ajaran Islam, sekte Ismailiyah menggunakannya untuk pertama kali sebagai metode aksi politik pertama yang dilakukan oleh kelompoknya yang dikenal dengan nama the Assassins - pembunuh. Rupanya Tentara Saliblah yang pertama kali melakukan kontak dengan kelompok the Assassins - pembunuh, kemudian mengimpor teknik the Assasssins ke Eropa, selanjutnya diperkenalkan kembali kepada Freemason Mesir untuk menciptakan terorisme Islam. secara khusus Ismailiyah menyempurnakan metode indoktrinasi yang akan digunakan oleh Illuminati sepanjang abad-abad berikutnya. Meskipun mereka secara lahir mengaku Islam, namun sekte Ismailiyah berkomitmen untuk menghancurkan Islam. Oleh karena itu, mereka menyusun tingkat inisiasi, di mana para pemimpinnya dapat mengikuti keyakinan sesat Gnostik, sementara di saat yang sama mereka, membatasi para anggota tingkat yang lebih rendah dengan menyuruh berpura-pura melaksanakan kadar keyakinan Islam ortodoks. Dengan demikian hal ini memungkinkan mereka untuk dapat tampil seolah-olah mempertahankan keimanannya, namun sambil menghancurkan Islam dari dalam, sehingga dalam merekrut anggota peringkat lebih rendah untuk merongrong agama Islam ini, mereka membohongi diri mereka sendiri, efektif seolah-olah mereka mewakili Islam.
Demikianlah yang dinyatakan anggota Ikhwan al-Safa, Abdullah bin Maymun, seorang pemimpin karismatik, yang berhasil menduduki kepimpinan gerakan Ismailiyah pada sekitar 872 M. Meskipun awalnya Ismailiyah tidak menyimpang dari ajaran sentral Islam, namun terutama karena melalui pengaruh yang memastikannya menjadi gerakan subversif, dan ternyata bukan hanya terhadap Islam, melainkan akhirnya terhadap semua agama. Berbagai gambaran diberikan kepada Ibnu Maymun, ada yang menggambarkannya sebagai seorang Yahudi, sebagai pengikut bid'ah Gnostik Bardasanes Mesopotamia, dan yang paling umum, sebagai Zoroaster yang dualistik, dibesarkan di lingkungan Gnostikisme, tetapi memahami dengan baik semua agama. Untuk seorang Ibnu Maymun, Islam hanya merupakan sebuah kedok. Menurut Nesta Webster, tujuan inisiasi tujuh tingkat sekte yang dikenal dengan nama Batinis yang diciptakannya, adalah:
... untuk menggabungkan kalah dan takluk, ; untuk bersatu dalam bentuk perkumpulan rahasia yang luas dengan banyak derajat inisiasi pemikir bebas -- yang menganggap agama hanya merupakan tali kendali untuk rakyat -- dan kefanatikan dari semua sekte; untuk dijadikan alat bagi orang-orang yang percaya untuk memberikan kekuatan kepada mereka yang skeptis; untuk mendorong orang-orang yang takluk untuk menggulingkan kerajaan yang didirikan mereka; untuk menyelenggarakan sebuah perkumpulan, dalam jumlah banyak, kompak, dan berdisiplin, yang pada waktunya akan memberi kedudukan tinggi, bila bukan untuk dirinya sendiri, paling tidak pada keturunannya, seperti tujuan umum . Konsepsi yang luar biasa di mana ia bekerja dengan menakjubkan, tak tertandingi keterampilannya, dan pengetahuan yang mendalam dari hati manusia. Cara yang ia adopsi, itu direncanakannya dengan kelicikan yang kejam.Abdullah bin Maymun ... mencari pendukung sejatinya bukan di antara Shi'ah, tetapi di antara Ghebers, yang Manicheans, kaum pagan Harran, dan para mahasiswa filsafat Yunani; yang bisa ia andalkan pada saat terakhir, kepada mereka yang secara bertahap ia bisa mengungkapkan misteri akhir, dan menyatakan bahwa Imam, agama, dan moralitas bukan apa-apa, melainkan sebuah kata, tipuan dan absurditas. Seluruh umat manusia -- "menurutnya," seperti Abdullah menyebut mereka -- tidak mampu memahami doktrin-doktrin tersebut. Tetapi untuk mencapai tujuan akhirnya dia tidak berarti meremehkan bantuan mereka, sebaliknya, ia meminta hal itu, ia mengambil perhatian kepada pemula yang taat dan rendah hati pada tingkat awal dalan sekte. Misionarisnya, yang ditanamkan dengan gagasan bahwa tugas pertama mereka adalah menyembunyikan perasaan mereka yang sebenarnya dan menyesuaikan diri kepada pandangan pendengar mereka, muncul dalam banyak samaran, dan berbicara, seakan-akan dalam bahasa yang berbeda untuk masing-masing kelas.Dengan cara seperti itu, hasilnya mengagumkan, banyak orang dari beragam keyakinan kemudian bekerjasama untuk melaksanakan tujuan yang hanya diketahui oleh segelintir orang di antara mereka ...9)
Di antara para pengikutnya adalah Abdullah Qarmat Hamdan. Ia menjadi pendiri Qaramitah yang kemudian aktif di Saudi, di mana sejumlah sejumlah orang Arab menjadi anggota sekte tersebut. Dia mengajukan argumen yang dipinjamnya dari ajaran dualisme Gnostik kepada mereka, menghalalkan mencuri, mengajarkan untuk meninggalkan shalat, puasa dan ajaran lainnya. Sebagai hasil dari ajaran-ajaran ini, dengan cepatnya Qaramitah menjadi segerombolan perampok, menjarah, dan membantai semua orang yang menentang mereka, dan menyebarkan teror di seluruh daerah sekitarnya. The Qaramitah berhasil mendominasi Irak, Yaman, dan terutama Bahrain, dan pada 920 M, memperluas kerusakan mereka ke barat. Mereka menguasai kota suci Mekkah, yang mengakibatkan tewasnya tiga puluh ribu orang Muslim yang mempertahankan Ka'bah.
Mayoritas Syi'ah Ismailiyah percaya bahwa pengganti Imam akan terus berada di antara dinasti Fatimiyah, yang telah mendirikan kekhalifahan mereka sendiri dan memindahkan ibukota mereka ke Kairo pada tahun 973 M. Pendiri dinasti Fatimiyah adalah Ubaidullah, yang dikenal sebagai Al Mahdi, yang mengaku sebagai keturunan nabi melalui garis "imam yang tersembunyi", dari Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, melalui Ubaidullah, dari Fatimah putri Nabi. Musuh-musuhnya penguasa Sunni Baghdad dari dinasti Abbasiyah, menuduh Ubaidillah atau Al-Mahdi adalah seorang keturunan Yahudi, dia anak atau cucu Ahmed, putra Abdullah bin Maymun seorang Yahudi. Setelah berdirinya kekuasaan mereka di Mesir, substansi ajaran Fatimiyah tidak terlalu berbeda dari ajaran Abdullah bin Maymun, dan yang lebih bengis, diprakarsai Qarmat.
Pada tahun 988 M, dinasti Fatimiyah mendirikan universitas Al-Azhar, universitas tertua di dunia, dan lembaga pendidikan dalam Islam yang paling bergengsi, meskipun saat ini berada di bawah kepemimpinan ortodoks Sunni. Pada tahun 1004 M, dinasti Fatimiyah mendirikan Darul Hikmat, atau "House of Wisdom", sebagai sayap Al-Azhar. Di bawah arahan Grand Lodge of Cairo, dinasti Fatimiyah meneruskan rencana perkumpulan rahasia Abdullah bin Maymun, dengan menambahan dua tingkat, menjadikan seluruhnya berjumlah sembilan tingkatan (derajat). Ketika ia maju ke derajat ini, pada awalnya, para pemula mulai diyakinkan bahwa semua guru mereka yang terdahulu adalah salah, dan bahwa mereka harus menempatkan rasa percaya semata-mata hanya kepada para Imam Ismailiyah saja, sebagai bentuk penentangan terhadap, dua belas Imam dari Syi'ah Itsna Asyariyah. Kemudian, mereka diajarkan untuk mengabaikan hukum-hukum Islam, dan mengajarkan doktrin dualisme. Akhirnya, pada tingkat kesembilan, seseorang yang telah mahir, diajarkan bahwa semua ajaran agama alegoris semata, dan bahwa hukum agama perlu dipatuhi hanya untuk menjaga ketertiban, sementara mereka yang memahami kebenaran boleh, mengabaikan semua pembatasan-pembatasan (agama) tersebut.
Para Pembunuh (the Assassins)
Ketika berlangsung suksesi Khalifah al- Mustansir dari dinasti Fatimiyah yang meninggal pada tahun 1094 M, terjadi perpecahan dalam sekte Ismailiyah yang fatal. Ismailiyah Mesir hanya mengakui putranya, al Mustali, akan tetapi Ismailiyah Iran dan Suriah mengklaim putra sulungnya, Nizar. kelompok Nizari dipimpin oleh Hasan Sabbah. Setelah pada awalnya masuk ke sekte Ismailiyah, kemudian menyatakan dirinya sebagai penganut setia khalifah Fatimiyah, Hasan Sabbah melakukan perjalanan ke Kairo, di mana ia diterima oleh Dar ul Hikmat. Karena tindakannya yang melibatkan diri dalam perpecahan, Hassan Sabbah akhirnya dipermalukan, kemudian ia melarikan diri ke Aleppo. Setelah merekrut sejumlah pengikut di beberapa kota, ia berhasil memperoleh benteng Alamut di Laut Kaspia, Persia. Di sana ia menyempurnakan rencana untuk masyarakatnya yang besar, the Assassins - Pembunuh yang keji, namanya berasal dari bahasa Arab hashishim, atau "penghisap ganja," mengacu kepada ganja yang mereka konsumsi untuk tujuan ritual.
Di Alamut, Hasan dan para pengikutnya mendirikan sebuah kastil, atau Eagle's Nest, di mana Hassan Sabbah mengambil gelar tradisional yaitu Syekh al-Jabal, atau "Old Man of the Mountain". Menurut sebuah legenda yang dilaporkan oleh Marco Polo, the Old Man membuat sebuah "taman terbesar dan paling indah dari yang dapat dibayangkan". Setiap jenis buah-buahan yang sangat bagus tumbuh di sana. Ada rumah-rumah dan istana-istana megah yang dihiasi dengan emas dan lukisan-lukisan dari di dunia hal-hal yang paling indah. Air tawar', anggur, susu dan madu mengalir di sungai, gadis paling cantik yang berpengalaman dalam seni membelai dan menyanjung setiap orang, memainkan alat musik, menari dan bernyanyi, lebih baik daripada wanita lainnya."9) The Old Man akan membuat para korbannya jatuh tertidur, sehingga ketika mereka terbangun, mereka akan menemukan diri mereka di dalam kebun, ia meyakinkan bahwa mereka berada di dalam surga yang digambarkan oleh Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena yakin akan keberadaan surga, maka mereka bersedia mengambil risiko hidupnya pada setiap misi yang ditugaskan kepada mereka.
The Assassins - Pembunuh melancarkan perang terorisme internasional terhadap siapapun yang menentang mereka, tetapi pada akhirnya mereka saling menyalahkan satu sama lain. The Old Man of the Mountain dibunuh oleh saudara ipar dan putranya Muhammad. Pada gilirannya, ketika, Muhammad bermaksud membunuh anaknya, Jalal ud-Din dengan racun, namun gagal dan anaknya kembali membalas dengan racun, sehingga Hassan sang Illuminator hingga garis keturunan Grand Master, semuanya dibunuh oleh tangan keluarga dekatnya.
Akhirnya pada tahun 1250 Masehi, para penakluk dari Mongol, dipimpin oleh Mangu Khan, menyapu Alamut dan memusnahkan the Assassins - kaum pembunuh. Namun Nizaris selamat bersama dua garis keturunan yang saling bersaing. Kelompok kecil mati pada abad kedelapan belas, sedangkan kelompok besar yang dipimpin oleh seorang imam bernama Aga Khan, pada tahun 1840 pindah dari Iran ke India. Para pengikutnya diperkirakan berjumlah jutaan, masih ditemukan di Syria, Iran, Asia Tengah dan Asia Selatan, kelompok terbesar berada di India dan Pakistan, di mana mereka dikenal sebagai Khojas.
Aga Khan II, came to be one of the founders of the Muslim League, which was sponsored by the British in 1858. The 48th Imam, Sir Sultan Mohammed Shah Aga Khan III, was very close to the British royal family during his 72-year reign, and held the post of chairman of the League of Nation's General Assembly for a year. The 49th Imam, Prince Karim Aga Khan IV, was given the British title "His Highness" by Queen Elizabeth II in 1957, and continues to this day to be closely allied to the Illuminati.
Referensi:
[1] p. xvi
[2] James Allen Dow, "Izates II (King) of ADIABENE".
[3] Alexanian, Moorad. Jewish History of Armenia.
[4] Al Biruni on the Sabians.
[5] Margoliouth, “Harranians”, The Encyclopedia of Religion and Ethics.
[6] A History of Islamic Philosophy, p. 15.
[7] Man, Myth & Magic. p. 119
[8] Margoliouth, “Harranians” Encyclopedia of Religion and Ethics.
[9] Reinhart Dozy, Spanish Islam, quoted from Webster, Nesta. Secret Societies and Subversive Movements, p. 37-38.
[10] The Travels of Marco Polo, XLI
[2] James Allen Dow, "Izates II (King) of ADIABENE".
[3] Alexanian, Moorad. Jewish History of Armenia.
[4] Al Biruni on the Sabians.
[5] Margoliouth, “Harranians”, The Encyclopedia of Religion and Ethics.
[6] A History of Islamic Philosophy, p. 15.
[7] Man, Myth & Magic. p. 119
[8] Margoliouth, “Harranians” Encyclopedia of Religion and Ethics.
[9] Reinhart Dozy, Spanish Islam, quoted from Webster, Nesta. Secret Societies and Subversive Movements, p. 37-38.
[10] The Travels of Marco Polo, XLI
Diterjemahkan oleh: akhirzaman.info
No comments:
Post a Comment