Pages

Wednesday, April 7, 2010

Konsep Hadist dalam Wacana Keilmuan Syi'ah




 


Diskursus hadits dalam wacana keilmuan Syi'ah telah mempunyai akar yang panjang dan dilakukan dengan cukup intens. Perhatian mereka terhadap hadist/sunnah, menurut sebahagian orang, membuat mereka berhak pula untuk menyandang gelar Ahlu Sunnah wa Syi'ah --namun bukan wa al Jama'ah.
Dr. Muhammad At-Tîjâni as-Samâwie --seorang Sunni yang kemudian membelot ke Syi'ah42, ketika melakukan kajian komparatif antara Sunnah dan Syi'ah, memberikan judul bukunya tersebut: Asy-Syî'ah Hum Ahlu Sunnah43. Namun demikian, dalam beberapa hal, metodologi hadist Syi'ah amat berlainan dengan metodologi Ahlu Sunnah. Kajian tentang metodologi hadist dalam Syi'ah Imamiah telah menjadi objek sebuah risalah doktoral di fakultas Ushuluddin Universitas al Azhar. Pada penghujung tahun 1996, risalah tersebut telah diuji dan dinyatkan lulus.

a. Term Hadist

Hadist/Sunnah, secara terminologis, menurut ulama ilmu hadist Ahlu Sunnah Wa al Jama'ah adalah: Seluruh hal yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik maupun akhlak dan sirah beliau 44. Sedangkan dalam wacana keilmuan Syi'ah, perkataan imam-imam Syi'ah (yang ma'shum, menurut kaum Syi'ah) juga bersatus seperti hadist dan diterima seperti Alquran 45.
Hal itu kerana, menurut M.H. Al Kâsyif al Githa, imam atau imamah adalah kedudukan Ilahiah yang Allah pilihkan bagi hamba-Nya, sesuai dengan ilmu Allah, seperti Allah memilih para nabi. Menurut kaum Syi'ah pula, Allah telah memerintahkan Nabi Saw. untuk menunjukkan imam kepada umat dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya 46.
Substansi khabar, hadist dan riwayat-riwayat tersebut, menurut kaum Syi'ah terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Khabar dan riwayat yang mengandung petunjuk pembersihan jiwa, akhlak, nasihat dan cara-cara pengubatan penyakit hati. Dengan muatan berisi pertakut, ancaman, dan dorongan. Atau yang berkaitan dengan tubuh, seperti kesihatan, penyakit, sakit dan pengubatan. Juga manfaat buah-buahan, tetumbuhan, pepohonan, air dan batu mulia. Atau yang mengandung do'a, zikir, jampi dan keutamaan ayat-ayat. Serta semua hal yang disunnahkan, baik dalam pembicaraan, perbuatan, maupun sikap. Itu semua, menurut kaum Syi'ah, bisa dijadikan landasan untuk beramal ibadah. Dan tidak perlu mencari tahu apakah sanad dan matannya shahih atau tidak. Kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan kepalsuannya.
Kedua: Yang mengandung hukum syara' parsial, taklifi atau wadl'i. Seperti thaharah, berwudlu, cara shalat, zakat, khumus, jihad dan semua bagian mu' amalat, transaksi yang diperbolehkan. Juga tentang nikah, thalaq, warisan, hudud dan diyat. Semua khabar dan riwayat tersebut tidak boleh langsung dijalankan. Namun diberikan kepada faqih yang mujtahid untuk menterjemahkannya . Sedangkan orang awam harus mengikuti mujtahid marji'.
Ketiga: Khabar dan riwayat yang mengandung pokok-pokok aqidah, seperti pengitsbatan al Khaliq Swt., juga tentang hasyr, barzakh, sirâth, mîzân, hisâb dan lain-lain. Khabar dan riwayat seperti ini, jika berkaitan dengan aqidah dan pokok agama -seperti tauhid, 'adl, nubuwwah, imâmah dan ma'ad, jika khabar tersebut sesuai dengan dalil-dalil 'aqli, urgensi, dan tanda-tanda yang qath'i, maka ia dapat dijalankan, dan tidak perlu menyelidiki sanad, keshahihan dan ketidak shahihannya 47.

b. Metoda Klasifikasi Hadist

Hadist, menurut Syi'ah terbagi menjadi dua bahagian, mutawattir dan ahad. Hadist mutawattir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sebuah jama'ah yang mencapai jumlah yang amat besar sehingga tidak mungkin mereka berbohong dan salah. Hadist seperti ini adalah hujjah dan harus dijadikan landasan dalam beramal. Sedangkan hadist ahad adalah hadist yang tidak mencapai derajat tawatur, rawie yang diriwayatkannya satu atau lebih 48. Kemudian, hadist ahad diklasifikasikan menjadi empat bahagian 49.

1. Shahih

Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang penganut Syi'ah Imamiah yang telah diakui ke-adalah-annya dan dengan jalan yang shahih.

2. Hasan

Yaitu jika rawi yang meriwayatkannya adalah seorang Syi'ah Imamiah yang terpuji, tidak ada seorangpun yang jelas mengecamnya atau secara jelas mengakui ke-adalah-annya.

3. Muwats-tsaq

Yaitu jika rawie yang meriwayatkannya adalah bukan Syi'i, namun ia adalah orang yang tsiqat dan terpercaya dalam periwayatan.

4. Dla'if

Yaitu hadist yang tidak mempunyai kriteria-kriteria tiga kelompok hadist di atas, seperti misalnya sang rawie tidak menyebutkan seluruh rawie yang meriwayatkan hadist kepadanya. Hadist shahih adalah hujjah menurut kesepakatan seluruh ulama Syi'ah yang mengatakan bahwa khabar ahad adalah hujjah 50. Sedangkan hadist muwats-tsaq dan hasan, menurut pendapat yang masyhur keduanya adalah hujjah, sedangkan menurut pendapat kedua mengatakan bahwa keduanya tidak dapat dijadikan hujjah. Namun pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa keduanya dapat dijadikan hujjah 51. Adapun hadist dla'if, menurut kesepakatan seluruh ulama Syi'ah tidak dapat dijadikan hujjah 52.

c. Kitab-kitab Hadist

Dalam kalangan Syi'ah, kitab-kitab hadist yang dijadikan pedoman utama -dan berfungsi seperti kutub sittah dalam kalangan sunni- ada sebanyak 4 buah kitab.
  1. Kitab al Kâfi. Disusun oleh Abu Ja'far Muhammad bin Ya'qub al Kulayni (w.328 H.). Kitab tersebut disusun dalam 20 tahun, menampung sebanyak 16.090 hadist. Di dalamnya sang penyusun menyebutkan sanadnya hingga al ma'shum. Dalam kitab hadist tersebut terdapat hadist shahih, hasan, muwats-tsaq dan dla'if 53.
  2. Kitab Ma La Yahdluruhu al Faqih. Disusun oleh ash-Shadduq Abi Ja'far Muhammad bin 'Ali bin Babawaih al Qummi (w.381 H.). Kitab ini merangkum 9.044 hadist dalam masalah hukum 54.
  3. Kitab at-Tahzib. Kitab ini disusun oleh Syaikh Muhammad bin al Hasan ath-Thusi (w.460 H.). Penyusun, dalam penulisan kitab ini mengikuti metode al Kulayni. Penyusun juga menyebutkan dalam setiap sanad sebuah hakikat atau suatu hukum. Kitab ini merangkum sebanyak 13.095 hadist 55.
  4. Kitab al Istibshar. Kitab ini juga disusun oleh Muhammad bin Hasan al Thusi. Penysusun kitab at-Tahzib. Kitab ini merangkum sebanyak 5.511 hadist 56.
Di bawah derajat ke empat kitab ini, terdapat beberapa kitab Jami' yang besar. Antara lain 57:
  1. Kitab Bihârul Anwâr. Disusun oleh Baqir al Majlisi. Terdiri dalam 26 jilid.
  2. Kitab al Wafie fi 'Ilmi al Hadist. Disusun oleh Muhsin al Kasyani. Terdiri dalam 14 juz. Ia merupakan kumpulan dari empat kitab hadist.
  3. Kitab Tafshil Wasail Syi'ah Ila Tahsil Ahadist Syari'ah. Disusun oleh al Hus asy-Syâmi' al 'Amili. Disusun berdasarkan urutan tertib kitab-kitab fiqh dan kitab Jami' Kabir yang dinamakan Asy-Syifa' fi Ahadist al Mushthafa. Susunan Muhammad Ridla at-Tabrizi.
  4. Kitab Jami' al Ahkam. Disusun oleh Muhammad ar-Ridla ats-Tsairi al Kâdzimi (w.1242 H). Terdiri dalam 25 jilid. Dan terdapat pula kitab-kitab lainnya yang mempunyai derajat di bawah kitab-kitab yang disebutkan di atas. Kitab-kitab tersebut antara lain: Kitab at-Tauhid, kitab 'Uyun Akhbâr Ridla dan kitab al 'Amali.
Kaum Syi'ah, juga mengarang kitab-kitab tentang rijal periwayat hadist. Di antara kitab-kitab tersebut, yang telah dicetak antara lain: Kitab ar-Rijal, karya Ahmad bin 'Ali an-Najasyi (w.450 H.), Kitab Rijal karya Syaikh al Thusi, kita Ma'alim 'Ulama karya Muhammad bin 'Ali bin Syahr Asyub (w.588 H.), kitab Minhâj al Maqâl karya Mirza Muhammad al Astrabady (w.1.020 H.), kitab Itqan al Maqal karya Syaikh Muhammad Thaha Najaf (w.1.323 H.), kitab Rijal al Kabir karya Syaikh Abdullah al Mumaqmiqani, seorang ulama abad ini, dan kitab lainnya 59.
Satu yang perlu dicatat: Mayoritas hadist Syi'ah merupakan kumpulan periwayatan dari Abi Abdillah Ja'far ash-Shadiq. Diriwayatkan bahwa sebanyak 4.000 orang, baik orang biasa ataupun kalangan khawas, telah meriwayatkan hadist dari beliau. Oleh karena itu, Imamiah dinamakan pula sebagai Ja' fariyyah 60. Mereka berkata bahwa apa yang diriwayatkan dari masa 'Ali k.w. hingga masa Abi Muhammad al Hasan al 'Askari mencapai 6.000 kitab, 600 dari kitab-kitab tersebut adalah dalam hadist 61.

d. 'Adalah Shahabat

Shahabat Rasulullah Saw. adalah: Orang yang berjumpa dengan Rasulullah Saw. dengan cara biasa dalam masa hidup beliau dan saat itu orang tersebut telah masuk Islam dan beriman 62. Dalam wacana keilmuan Ahlu Sunnah, seluruh sahabat adalah 'udul. Oleh kerana itu, ketika menjalankan proses jarh wa ta' dil dalam ilmu hadist untuk menentukan apakah riwayat seseorang diterima atau tidak, Ahlu Sunnah akan berhenti sampai pada tabi'in (perawie setelah sahabat). Dan mereka tidak memasuki kawasan sahabat, karena meyakini bahwa sahabat adalah 'udul dengan pengakuan dari Allah SWT Sehingga tidak perlu dilakukan analisa jarh wa ta'dil 63.
Sikap mereka tersebut berdasarkan pernyataan ayat Al Quran yang mendeklarasikan ke adalahan sahabat. Ayat-ayat itu antara lain terdapat pada QS. At-Taubah:117 .
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar".
Juga QS. At-Taubah: 100
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada Allah". Dan Rasulullah Saw. dalam banyak kesempatan telah berwanti-wanti agar tidak mengusik kehormatan dan kedudukan sahabat, mengingat kedudukan mereka yang mulia di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: "Jangan kalian kecam sahabat-shabatku" (Hadist Muttafaq 'Alaih). Menurut riwayat yang sahih, imam-imam Syi'ah juga melarang untuk mengecam, sahabat Rasulullah Saw. 64. Karena Seperti dikatakan oleh An-Naubakhti dalam kitab Firaq Syi'ah 65, fenomena pengecaman terhadap sahabat justru dimulai oleh Abdullah bin Saba'; seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam dan kemudian menyebarkan perpecahan dalam Islam. Ia pula yang pertama menuhankan Ali k.w. Sedangkan dalam wacana keilmuan Syi'ah, tidak semua sahabat, menurut Syi'ah, bersipat 'udul 65. Karena di dalam Al Quran juga diterangkan tentang keberadaan orang-orang munafiq di Madinah, seperti dalam QS. At-Taubah:101, dsb. Maka jalan untuk mengetahui mu'min dan munafiknya seseorang, menurut Syi'ah, adalah dengan melihat apakah orang-orang tersebut cinta kepada 'Ali k.w atau nmembencinya. Jika ia mencintainya, maka ia adalah mu'min, dan jika membencinya berarti ia adalah munafiq.
Dari logika seperti itu, maka sahabat-sahabat yang mereka anggap telah merampas hak 'Ali k.w. atau tidak mendukungnya adalah munafik atau kafir. Dalam kitab-kitab kaum Syi'ah akan didapati banyak cercaan kepada sahabat yang mereka anggap telah munafik, sesat atau malah kafir.
Dalam buku Syubhat Haula Syi'ah, 'Abbas 'Ali al Musawie membagi sahabat menjadi dua kelompok. Pertama kelompok yang setia dan kedua kelompok yang mereka anggap telah sesat 67.
Yang pertama adalah sahabat-sahabat seperti 'Ammar bin Yasir, Miqdad dan Abu Dzar al Ghifari.
Sedangkan kelompok yang kedua, menurutnya lagi adalah seperti Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, Abu Hurairah dan Al Walid bin 'Uqbah bin Abi Mu'ith.
Dalam buku-buku kaum Syi'ah akan banyak didapati cercaan terhadap sahabat. Dan cercaan tersebut tidak hanya terbatas pada shigar sahabat, namun juga menimpa dua Syaikhain: Abu Bakar dan 'Umar Ra. Yang dapat disebutkan di sini adalah, bahwa dengan sikap Syi'ah terhadap sahabat seperti itu, maka kaum Syi'ah dalam periwayatan hadist, hanya menerima periwayatan dari sahabat-sahabat yang loyal kepada mereka.
Namun, jika klaim mereka tersebut diterima, maka secara implisit hal itu akan mempunyai dampak yang luas. Misalnya: Bahwa Rasulullah Saw telah gagal dalam menyampaikan risalahnya, kerana kebanyakan sahabat yang beliau didik dan bina telah menyimpang, bahwa kekhalifahan dan dinast-dinasti Islam, serta capaian peradaban yang telah mereka wujudkan adalah bukan hasil peradaban Islam, kerana dilakukan oleh orang-orang yang --menurut kaum Syi'ah-- telah menyimpang (munafik atau kafir). Dan konsekuens-konseksuensi logis lainnya.

1 comment:

Unknown said...

Kenapa susah2, cukuplah Allah sebagai tuhanku dan tuhanmu dan Rasulullah saw adalah pesuruh Allah, pemberi syafaat dan pembawa khabar gembira, yang para nabi bernaung dibawah panji2nya. Itu sudah mencukupi, buat apa mengangkat mereka yang belum tentu dapat masuk syurga, Rasulullah kan sudah bersabda, semua sahabatnya akan masuk syurga. Tidak perlu dipertikaikan lagi, sedangkan saidina Ali r.a sendiri tidak menyukai orang yang mengagungkan dirinya lebih dari Rasulullah saw. Nasib lah korang....