noora al samman |
Satu hari di Universitas
Satu hari (usia saya 20 tahun) saya berada di universitas, saya menelepon wanita yang memberikan saya Quran karena saya dengar terdapat sebuah masjid yang baru dibangun. Sebelum itu masjid yang terdekat memakan waktu lebih kurang 45 menit – 1 jam. Dia mengatakan bahwa mereka sedang makan malam. Saya pergi, dan ketika saya mendengar suara azan, saya merasa sungguh gembira dan menangis.
Saya mengucapkan syahadah di hadapan banyak orang pada bulan Ramadhan, dan saya bertekad untuk komitmen dan tidak akan peduli lagi dengan orang tua atau orang lain. Saya dapat mengaitkan diri saya dengan Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan paus. Saya membulatkan tekad. Saya meninggalkan perbuatan buruk, dan juga teman-teman yang tidak baik. Saya berkawan dengan Muslim.
Saya mulai memakai kerudung dan ibu ayah saya melarang perbuatan saya. Sementara saya terkadang mengikuti ucapan mereka dan terkadang tidak. Ada kalanya saya meletakkan kerudung dalam mobil saya maka mereka tidak dapat melihat saya karena ibu akan memberikan justifikasi bahwa Islam menyuruh anak patuh kepada orang tua. Dia melarang saya mengenakan hijab dan saya haruslah mengenakan pakaian yang bergaya. Dia memberitahu saya bahwa saya kelihatan seperti nenek tua dengan memakai hijab dan pakaian Islami. Satu ketika pernah ibu saya tidak ingin saya dilihati oleh teman-teman adik saya, dia dan adik saya telah menarik kerudung dari kepala saya. Saya terpaksa mempertahankan diri sehingga memukul ibu saya, semoga Allah mengampuni saya.
Ibu mengatakan saya angkuh karena memakai jilbab dan memalukan adik saya dan seluruh anggota keluarga. Dia tidak ingin kelihatan bersama saya di tempat umum di kota kami tinggal. Nenek saya juga turut menyulitkan saya. Ketika saya shalat, dia akan menjerit kepada saya dan berkata, “Tidakkah engkau mendengar kata-kataku.”
Malah dia pernah mengatakan bahwa dia tidak percaya Nabi Isa dilahirkan demikian. Mereka akan mengolok-olok dan mempermainkan saya ketika saya membaca Quran. Kakek saya berhenti dari bercakap dengan saya, ibu dan juga nenek turut mengatakan bahwa saya akan masuk neraka. Malah ibu saya pernah berusaha untuk membawa saya berjumpa psikolog ketika saya masih muda. Dia menjelaskan kepada psikolog tersebut bahwa saya telah memeluk Islam.Ahli psikologi itu memberikan saya obat psychotik. Saya melemparkannya ke dalam tong sampah. Saya merasa sulit untuk belajar. Saya ingin belajar tentang Islam dan menjadi cendikiawan. Kemudian saya mula berusaha mencari jodoh.
Alhamdulillah, saya bertemu dengan seorang muslim dari Damaskus, Suriah. Kami menikah dan saya pindah dari Atlanta ke Houston. Setahun kemudian kami dikaruniakan anak bernama Yusuf. Alhamdulillah, saya sungguh gembira dan saya berharap, insya Allah saya ingin pindah ke Madinah.
Baru-baru ini, saya bertemu dengan seorang muslimah dari Jordan. Dia juga baru memeluk Islam dan melalui pelbagai kepahitan dan penderitaan seperti saya. Saya mendengar berbagai cerita tentang orang yang baru memeluk agama Islam seperti pria Yahudi dari New York yang pindah ke Jerusalem dan memeluk agama Islam. Isteri Yahudi itu asal Marokonya serta anak-anak mereka juga memeluk Islam. Mereka pindah dekat dengan penduduk Islam dan belajar bahasa Arab.
Segala puji bagi Allah. Saya bersyukur karena Allah telah menunjukkan jalan kepada saya. [sa/islampos/onislam]
No comments:
Post a Comment