Setelah masuk Islam, ia memiliki nama Aminah Amatullah. Aminah, berasal dari keluarga Protestan. Sebenarnya gadis yang tinggal di Hannover, Jerman, ini tidak merasa terlalu religius. Tetapi ia seperti menyadari ada yang salah dengan keyakinan yang dianut keluarga dan masyarakat umumnya. Dalam berdoa misalnya, Aminah tak mau berdoa kepada Yesus. Dan ia juga meyakini, berdoa bisa dilakukan di mana saja. Karenanya ia tidak merasa perlu datang ke gereja.
"Aku ketika berdoa ditujukan kepada Allah bukan Yesus. Aku juga tidak pernah ke gereja, karena itu tidak perlu," kenang Aminah seperti dikutip onislam.net, Selasa (18/6) lalu.
Memasuki usia 22 tahun, Aminah menikah dengan seorang Katholik. Dari pernikahannya, Aminah memiliki tiga anak. Ia mengajarkan kepada anak-anaknya tentang apa yang diyakininya, bahwa Allah dekat dengan mereka, Allah melindungi keluarganya.
Aminah begitu bahagia dengan keluarga kecilnya. Sayang, kebahagiaan itu perlahan sirna. Sekitar tahun 1998, Aminah memutuskan pindah ke Wernigerode, kota kecil di Timur Jerman. Di sana, ia berharap bisa menyelamatkan pernikahannya. Ia juga mulai kembali bekerja. Di tempatnya bekerja, Aminah bertemu seorang Muslim. Saat itu, Aminah tidak tahu banyak soal Islam dan Muslim. Hari demi hari berjalan, dan setelah berlalu setahun, Aminah mulai menerima perilaku Muslim dan itu membuatnya merasa lebih kuat. Meskipun, saat itu pernikahannya terancam bubar.
Aminah mulai tersentuh hidayah saat dirinya mengunjungi laman pribadi seorang pria Muslim yang dikenalnya melalui internet. Di sana ada link Al Qur’an dan asmaul husna.
Mulai membaca Al Qur’an, Aminah langsung takjub. Kekagumannya terhadap Al Qur’an menjadikan Aminah terus berusaha mendalami ajaran Islam. Saat berpindah ke Macedonia, beberapa pekan berikutnya, niat mendalami Islam itu terlaksana.
Hingga suatu hari... dorongan untuk menjadi Muslim tak terbendung.
"Satu malam, saya bermimpi menemukan kucing kesayangan anak-anak mati. Mimpi itu seolah mengingatkanku untuk segera mengambil keputusan, sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala kembali memanggilku," kenangnya.
Aminah sudah mantap untuk masuk Islam. Tetapi, ia merasa bingung karena sulit menemukan komunitas Muslim di Macedonia. Ia pun kembali ke Jerman. Di sana ia menyambangi Braunschweig, kota kecil di Barat Jerman. Setibanya, ia menyambangi masjid, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Momen itu mendapat simpati umat Islam di daerah itu.
Selesai bersyahadat, Aminah berencana memberitahu keluarga dan kerabatnya. Ketika diberitahu, keluarganya sangat terkejut. Tidak ada lagi yang ingin berbicara padanya. Aminah merasa sedih dengan hal tersebut.
"Tapi aku tidak mungkin meninggalkan iman hanya karena keluarga dan teman-teman saya," kata dia.
Tak lama, Aminah mulai mengenakan jilbab. Gaya berbusana yang serba terbuka perlahan diganti dengan gaya santun dan sopan. Ketika memakai jilbab, Aminah merasakan kenikmatan yang tak bisa diungkap.
"Memang masyarakat Jerman belum sepenuhnya menerima jilbab. Tapi aku tidak menyesali putusan ini," kenangnya seperti dikutip Republika dari on Islam.
"Tidak menjadi Muslim yang sempurna, tapi aku bersyukur pada Allah atas anugerahnya ini. Semoga Allah memberikan balasan kepada mereka yang membantu saya kembali pada Islam," ucapnya. [IK/Rpb]
sumber
"Aku ketika berdoa ditujukan kepada Allah bukan Yesus. Aku juga tidak pernah ke gereja, karena itu tidak perlu," kenang Aminah seperti dikutip onislam.net, Selasa (18/6) lalu.
Memasuki usia 22 tahun, Aminah menikah dengan seorang Katholik. Dari pernikahannya, Aminah memiliki tiga anak. Ia mengajarkan kepada anak-anaknya tentang apa yang diyakininya, bahwa Allah dekat dengan mereka, Allah melindungi keluarganya.
Aminah begitu bahagia dengan keluarga kecilnya. Sayang, kebahagiaan itu perlahan sirna. Sekitar tahun 1998, Aminah memutuskan pindah ke Wernigerode, kota kecil di Timur Jerman. Di sana, ia berharap bisa menyelamatkan pernikahannya. Ia juga mulai kembali bekerja. Di tempatnya bekerja, Aminah bertemu seorang Muslim. Saat itu, Aminah tidak tahu banyak soal Islam dan Muslim. Hari demi hari berjalan, dan setelah berlalu setahun, Aminah mulai menerima perilaku Muslim dan itu membuatnya merasa lebih kuat. Meskipun, saat itu pernikahannya terancam bubar.
Aminah mulai tersentuh hidayah saat dirinya mengunjungi laman pribadi seorang pria Muslim yang dikenalnya melalui internet. Di sana ada link Al Qur’an dan asmaul husna.
Mulai membaca Al Qur’an, Aminah langsung takjub. Kekagumannya terhadap Al Qur’an menjadikan Aminah terus berusaha mendalami ajaran Islam. Saat berpindah ke Macedonia, beberapa pekan berikutnya, niat mendalami Islam itu terlaksana.
Hingga suatu hari... dorongan untuk menjadi Muslim tak terbendung.
"Satu malam, saya bermimpi menemukan kucing kesayangan anak-anak mati. Mimpi itu seolah mengingatkanku untuk segera mengambil keputusan, sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala kembali memanggilku," kenangnya.
Aminah sudah mantap untuk masuk Islam. Tetapi, ia merasa bingung karena sulit menemukan komunitas Muslim di Macedonia. Ia pun kembali ke Jerman. Di sana ia menyambangi Braunschweig, kota kecil di Barat Jerman. Setibanya, ia menyambangi masjid, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Momen itu mendapat simpati umat Islam di daerah itu.
Selesai bersyahadat, Aminah berencana memberitahu keluarga dan kerabatnya. Ketika diberitahu, keluarganya sangat terkejut. Tidak ada lagi yang ingin berbicara padanya. Aminah merasa sedih dengan hal tersebut.
"Tapi aku tidak mungkin meninggalkan iman hanya karena keluarga dan teman-teman saya," kata dia.
Tak lama, Aminah mulai mengenakan jilbab. Gaya berbusana yang serba terbuka perlahan diganti dengan gaya santun dan sopan. Ketika memakai jilbab, Aminah merasakan kenikmatan yang tak bisa diungkap.
"Memang masyarakat Jerman belum sepenuhnya menerima jilbab. Tapi aku tidak menyesali putusan ini," kenangnya seperti dikutip Republika dari on Islam.
"Tidak menjadi Muslim yang sempurna, tapi aku bersyukur pada Allah atas anugerahnya ini. Semoga Allah memberikan balasan kepada mereka yang membantu saya kembali pada Islam," ucapnya. [IK/Rpb]
sumber
No comments:
Post a Comment