by salafytobat
4 pertanyaan gugurkan aqidah bathil salafy / wahabi
Posted by dibyochemeng on April 12, 2008
mereka katakan mereka menerima secara zahir,lalu mereka katakan lagi bahwa yg zahir itu beda dng zahirnya makhluk….
kami bertanya :
lalu makna zahir mana yg mereka katakan “menerima secara zahir” ??
kami bertanya :
lalu makna zahir mana yg mereka katakan “menerima secara zahir” ??
Inilah akidah akal akalan mereka tak ada satu orangpun salaf al shalih yg berakal seperti ini…..
2. yang punya keyakinan keyakinan kalian bahwa Tuhan bersemayam di ‘arsy.
manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy : seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud?
Coba kalian pikirkan, manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy : seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud? Sudah tentu berdiri lebih dekat ke ‘arsy. Jadi apabila kalian berpendapat bahwa Allah bersemayam di ‘arsy, maka dimanakah hadits yang mengatakan, “Paling dekatnya kedudukan seorang hamba dengan Tuhannya adalah apabila dia dalam keadaan sujud”.
3. Sebelum Allah ciptakan semua makhluq (zaman azali)…..
semua makhluq tdk ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya, atas,bawah….smua makluq tdk ada,karena Allah blm ciptakan…..) pada saat itu dimana Allah?
semua makhluq tdk ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya, atas,bawah….smua makluq tdk ada,karena Allah blm ciptakan…..) pada saat itu dimana Allah?
dan setelah Allah ciptakan semua makhluq (langit,arsy,arah,tempat dsb), dimana allah?
Ingat : Sifat allah tetap tdk berubah..sifat allah tdk sama dgn makhluq
4 .kenapa kalian solat masih hadap kekiblat, katanya Allah diatas?
ingat Langit Hanyalah kiblat Do’a….bukan tempat bersemayam Allah….ingat : Allah ada tanpa tempat dan arah
Biar wahabi ga pening jawab…ane kasih kunci jawabannya :
WAHABI TIDAK IMANI SIFAT QIDAM DAN ZAMAN AZALI
Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru
Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru
Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
SEDANGKAN MAKHLUQ ADALAH BARU…..
DEFINISI MAKHLUQ DAN ZAMAN AZALI :
[ 1. قال الله تعالى : [لَيس كَمْثله شىءٌ] [سورة الشورى: 11
Allah ta’ala berfirman: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi
atas dua bagian; yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al Jawhar al
Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jisim).
atas dua bagian; yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al Jawhar al
Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jisim).
Benda yang terakhir ini terbagi menjadi dua macam;
1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.
2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.
Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta’ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.
1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.
2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.
Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta’ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.
كَانَ اللهُ ولَم ي ُ كن شىءٌ غَي ره ” (رواه ” :r 2. قال رسول الله
البخاري والبيهقي وابن الجارود)
البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).
Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).
Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
“Allah ta’ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum Menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala
sesuatu”.
“Allah ta’ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum Menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala
sesuatu”.
Al Imam Fakhruddin ibn ‘Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : “Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan “Kapan ada-Nya ?”, “Di mana Dia ?” atau “Bagaimana Dia ?”, Dia ada tanpa tempat”.
Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya
tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah. Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat, hlm. 506, mengatakan: “Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam:
أَنت الظَّا ه ر فَلَيس فَوقَك شىءٌ وأَنت ” :r 3. قال رسول الله
الْبا ط ن فَلَيس دونك شىءٌ ” (رواه مسلم وغيره)
Maknanya: “Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah alBathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-
Mu” (H.R. Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di
bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat”.
tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah. Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat, hlm. 506, mengatakan: “Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam:
أَنت الظَّا ه ر فَلَيس فَوقَك شىءٌ وأَنت ” :r 3. قال رسول الله
الْبا ط ن فَلَيس دونك شىءٌ ” (رواه مسلم وغيره)
Maknanya: “Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah alBathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-
Mu” (H.R. Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di
bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat”.
SEDANGKAN IBNU TAIMIYAH DAN WAHABI TIDAK MENGAKUI ADANYA ZAMAN AZALI …
TIDAK MENGAKUI “BAHWA ALLAH ITU ZAT YANG ADA TANPA ADA PERMULAAN”
tIDAK MENGAKUI BAHWA “ADANYA MAKHLUQ DICIPTAKAN OLEH ALLAH. DAN MAKHLUQ ADA PERMULAAN”
TIDAK MENGAKUI “BAHWA ALLAH ITU ZAT YANG ADA TANPA ADA PERMULAAN”
tIDAK MENGAKUI BAHWA “ADANYA MAKHLUQ DICIPTAKAN OLEH ALLAH. DAN MAKHLUQ ADA PERMULAAN”
PADAHAL MAKHLUQ ADALAH BARU ATAU HADITS
INI DIBUKTIKAN KETIKA DITANYA:
DIMANAKAH ALLAH PADA ZAMAN AZALI (PADA ZAMAN DIMANA ALLAH BELUM MENCIPTAKAN SEMUA MAKHLUQ, BELUM MENCIPTAKAN, ARSY, LANGIT, ARAH, TEMPAT, ATAS, BAWAH DSB”)????
INI DIBUKTIKAN KETIKA DITANYA:
DIMANAKAH ALLAH PADA ZAMAN AZALI (PADA ZAMAN DIMANA ALLAH BELUM MENCIPTAKAN SEMUA MAKHLUQ, BELUM MENCIPTAKAN, ARSY, LANGIT, ARAH, TEMPAT, ATAS, BAWAH DSB”)????
MEREKA AKAN MENJAWAB ALLAH BERTEMPAT DIATAS/ DILANGIT/ DIARSY/ NAIK TURUN DSB
INILAH BUKTI MEREKA TIDAK MENGIMANI ZAMAN AZALI
uNTUK LEBIH JELAS DOWNLOAD AQIDAH AHLUSUNNAH :
http://darulfatwa.org.au/languages/Indonesian/Kitab_Al-%5EAqidah_print3.pdf
http://darulfatwa.org.au/languages/Indonesian/Kitab_Al-%5EAqidah_print3.pdf
No comments:
Post a Comment