Telah sampai riwayat -di dalam Al-Qur’anul-Karim- pada kita ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putranya “Ketika sudah sampai usia putranya itu mulai tumbuh,” berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy usia putra Nabi Ibrahim 7 tahun, pendapat lain 12 tahun. Ada 2 pendapat, pendapat yang pertama mengatakan putra Nabi Ibrahim as yang disembelih adalah Nabi Ishaq as putra Nabi Ibrahim as. Tetapi pendapat yang kedua mengatakan yang diperintah untuk disembelih adalah Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Pendapat yang pertama didukung oleh Al Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy didalam kitabnya Fathul Baari bisharah Shahih Bukhari. Pendapat yang kedua di dalam tafsir Imam Ibn Abbas dan ulama lainnya.
Pendapat ulama berikhtilaf tentang putra Nabi Ibrahim as yang disembelih akan tetapi menjadi pendapat jumhur bahwa mereka putra Nabi Ibrahim as yang diperintah untuk disembelih. “Wahai putraku aku bermimpi melihat menyembelihmu maka bagaimana pendapatmu?,” putranya masih 7 tahun.
Mimpi dari para Nabi adalah wahyu dan perintah Allah. Berbeda dengan mimpi kita, bukan wahyu dan bukan perintah Allah. Mimpi para Nabi adalah wahyu dan perintah Allah, bila ia bermimpi menyembelih putranya maka berarti bahwa Allah memerintahkannya untuk menyembelih putranya. Akan tetapi Nabi Ibrahim as bertanya pada putranya. Kenapa harus bertanya kalau sudah perintah Allah? Demi mencoba iman putranya, karena seorang Nabi sudah cerdas dari kecilnya. Kalau dia memang betul Nabi, apalagi Rasul, sudah cerdas menerima perintah Allah sejak kecil.
Maka berkata putranya ini, “Wahai ayahku, perbuatlah apa yang diperintah Allah. Kau akan temukan aku sebagai orang yang bersabar. Maka Nabi Ibrahim as membawa putranya ke atas bukit. Di saat itu syaithan menghalangi perbuatan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ibrahim tidak mau menurut dengan godaan syaithan yang menghalanginya seraya mengambil 7 buah batu dan melempari syaithan dan kejadian itupun hingga saat ini diabadikan dengan cara jumrah.
Allah SWT menjadikan ummat ini mendapatkan kemuliaan-kemuliaan dari ummat yang terdahulu, perbuatan Nabi Ibrahim yang melihat syaithan yang menghalanginya menjalankan perintah Allah dilempari oleh Nabi Ibrahim as. Kita ummat Nabi Muhammad saw tidak mampu melihat syaithan tidak pula mampu untuk melempari syaithan, akan tetapi Allah menjadikan mereka yang berangkat hajji melempar batu jumrah yaitu di Mina untuk apa? Untuk mendapatkan keberkahan dari perbuatan Nabi Ibrahim as.
Maha Suci Allah yang telah memperindah ummat ini dengan mengikat perbuatan mulia dari para Nabi dan Rasul diikat kepada ummat Nabi Muhammad saw.
Nabi Ibrahim membawa putranya ke bukit. Syaithan, yang gagal menghalangi Nabi Ibrahim as, datang kepada istri Nabi Ibrahim. Lalu syaithan berkata, “Itu suamimu, anakmu dibawa keatas bukit mau disembelih.” Kagetlah isteri Nabi Ibrahim as dan berkata, “Apakah betul suamiku membawa membawa putraku untuk disembelih?” Maka berkatalah syaitan “Buktikan saja, memang begitu”.
Kita lihat iman seorang wanita shalihah, maka berkatalah istrinya, “Aku takut suamiku ragu-ragu menerima perintah Allah..!”Malah ingin diyakinkan oleh beliau. Kalau seandainya Nabi Ibrahim as ada didepannya, mungkin beliau akan berkata kepada Nabi Ibrahim as, “Jangan ragu-ragu kalau sudah perintah Allah.” Demikian hebatnya iman beliau. Maka putranya dibawa keatas bukit dan seraya berkata, “Wahai ayahku, tajamkan pisaumu.” Demikian diriwayatkan di dalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari “Tajamkan pisaumu wahai ayah dan jadikanlah pakaianku ini sebagai kafanku karena kita tidak mempunyai kain kafan. Kalau nanti kena darah yang mengalir dari tubuhku tidak bisa dijadikan kafan maka jadikan saja pakaian ini kafan.” Maka pakaiannya pun dibuka. Bocah kecil ini pun berkata “Wahai ayah, ikatlah aku agar aku tidak berontak sehingga kau ragu-ragu menyembelihku nanti.” Sehingga kepalanya ditaruhkan diatas batu dan Nabi Ibrahim mengangkat pedangnya, maka malaikat Jibril membalikkan tangannya pada seekor kambing.
Siapa yang mampu berbuat seperti ini dari kita? Sungguh berat mendapat perintah Allah untuk menyembelih anaknya. Akan tetapi Allah mengikat perbuatan ini dengan ummat Nabi Muhammad saw. Sehingga seluruh ummat Nabi Muhammad saw disunnahkan menyembelih qurban sehingga mendapatkan pahala kemuliaan Nabi Ibrahim as. Demikian Allah mengikat ummat ini dengan banyaknya hal-hal yang mulia di masa yang lalu.