Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. [QS. Al-Ikhlash]
Asbabun Nuzul
Dalam riwayat Abu Syaikh dari Aban dengan sanad Anas, mengatakan bahwa kaum Yahudi Khaibar menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Hai Abul Qosim! Allah telah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah liat, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap/kabut dan bumi dari buih air. Sekarang, coba jelaskan kepada kami tentang Tuhanmu.” Maka turunlah surat Al-Ikhlash untuk menanggapi pertanyaan mereka.
Demikianlah kaum Yahudi menguji para nabi. Nabi Isa pun sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari kaum Yahudi. Sebagian kaum Yahudi pergi dan menetap di Arab setelah mereka menemukan nubuat dalam kitab mereka tentang Nabi akhir zaman. Dari generasi ke generasi mereka menanti dan berharap bahwa Nabi akhir zaman itu dari kalangan Yahudi yang tinggal di Arab. Namun ternyata, Nabi itu berasal dari saudara bani Israil, yaitu bani Ismail. Genaplah berita tentang pangeran dari Kedar yang menjadi Tuan Manusia, Sayyidun Naas, Sayyidinaa Muhammad.
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa diantara kaum Yahudi itu adalah Ka’ab bin Asyraf dan Hay bin Akhthob. Ini diterangkan juga oleh Ibnu Jabir yang diperoleh dari Qatadah dan Ibnu Mundzir yang besanad pada Said bin Jubir.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa surat ini turun berkenaan pertanyaan kaum musyrikin tentang sifat-sifat Allah. Intinya, surat Al-Ikhlash turun berkenaan pertanyaan kaum yang ingkar (bisa Yahudi atau musyrikin Makkah) mengenai sifat-sifat Tuhan.
Huwa Allohu Ahad
Ayat pertama memerintahkan Nabi Muhammad dan ummat Islam yang ditanya tentang sifat-sifat Allah agar menjawab bahwa Allah itu Esa, Tunggal, Satu, Ahad. Allah tidak bisa dibagi-bagi menjadi beberapa pribadi atau pun oknum. Allah tidak mempunyai sekutu.
Allah Tempat Bergantung
Allah tidak membutuhkan makhluq-Nya. Allah Mahamandiri. Justeru makhluq itulah yang membutuhkan Allah. Dari manakah kekuatan kita? Dari manakah roh kita? Dari manakah makanan kita? Segala kekuatan, kehidupan, dan anugerah itu berasal dari Allah. Bahkan Nabi Isa yang dianggap sebagai tuhan oleh sebagian manusia pun mengakui bahwa segala pengetahuan, kekuatan dan hidupnya berasal dari Allah. Sesungguhnya kita ini milik Allah, dan kepada-Nya kita akan kembali.
Allah tidak membutuhkan makhluq-Nya untuk hidup. Allah itu Hidup dengan mandiri. Hidup-Nya bukan berasal dari yang lain. Sedangkan kita, mau tidak mau, akan menyerahkan nyawa kita kepada-Nya.
Tidak Melahirkan, Tidak Dilahirkan
Adam, manusia pertama, dicipta tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa dilahirkan. Tetapi Adam mengalami kematian (mortalitas). Untuk terus melestarikan eksistensi manusia diperlukan reproduksi. Maka berkembang-biaklah manusia. Hingga saat ini, ras manusia tetap eksis melalui kelahiran.
Allah Mahamandiri. QiyamuHu Ta’ala bi nafsiHi. Allah Ada tanpa diciptakan dan tanpa dilahirkan. Allah tidak mengalami kematian. Allah itu Baqa. Dia tidak perlu melahirkan untuk tetap eksis dan lestari. Maka segala yang dilahirkan atau melahirkan, yang diciptakan atau dijadikan, yang mengalami kematian atau kepunahan, semua itu tidak layak dianggap Tuhan.
Tiada yang Setara Dengan-Nya
Tidak satupun yang setara dengan Allah. Tidak satupun yang serupa dengan Allah. Allah Ada tanpa dilahirkan, tanpa diciptakan. Allah tidak pergi ke pasar, tidak pula membutuhkan makanan. Allah tidak merasa lelah, tidak pula Dia tidur. Allah selalu Hidup dan tidak mati. Katakanlah padaku, adakah Substansi seperti ini selain Allah? Bersaksilah bahwa Anda memilih Allah saja sebagai Ilah! Bersaksilah bahwa tidak ada yang pantas disembah, kecuali Allah!