Pages

Sunday, January 30, 2011

Presiden Yaman diminta meletakkan jawatan


http://peribadirasulullah.files.wordpress.com/2011/01/presiden2byaman.jpg?w=196TEMPO Interaktif, Aden - Ribuan mahasiswa, aktivis, dan anggota kelompok oposisi pada Sabtu pekan lalu menggelar demonstrasi menuntut Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mundur dari jabatannya. 
Ini demo besar yang baru pertama kali terjadi di negara berpenduduk 23 juta jiwa itu. Mereka menilai pemerintah Saleh telah membawa Yaman ke jurang kemiskinan. Yaman adalah negara termiskin di kawasan Arab dengan praktek korupsi yang luas.
Demonstrasi sekitar 2.500 orang itu tidak digelar di jalan raya, melainkan di halaman Universitas Sanaa. “Keluar, keluar, Ali. Bergabunglah dengan temanmu, Ben Ali,” teriak para demonstran.
Selain menuntut Saleh mundur, para demonstran menuntut amendemen konstitusi untuk mengakhiri kekuasaan seumur hidup bagi seorang presiden.
Seorang yang mengorganisasi demo, Fouad Dahaba, mengatakan unjuk rasa ini baru permulaan saja. Mereka tidak akan berhenti hingga tuntutan mereka dipenuhi.
“Kami akan berbaris berjalan ke jalan Sanaa, ke jantung kota Sanaa, dan ke istana presiden. Hari-hari mendatang, aksi yang lebih luas akan terjadi,” kata Dahaba, anggota parlemen kelompok Islam dan ketua serikat pekerja guru.
Aksi protes ini dijawab dengan tembakan gas air mata oleh polisi. Sedikitnya 30 pendemo ditangkap. Kemarin polisi menangkap seorang aktivis perempuan, Tawakul Karman, anggota Partai Islah. Ia dituduh menggelar demo ilegal karena tidak mengajukan izin.
Di sebelah selatan pelabuhan Kota Aden juga digelar protes untuk menuntut Saleh mundur dari kursi kepresidenan. Polisi membubarkan demo tersebut. Empat orang terluka dan 22 pendemo ditangkap dalam bentrokan antara polisi dan para pendemo itu.
Sehari sebelum demo besar berlangsung, aksi serupa digelar di empat kota dekat arah selatan Provinsi Lahj. Anggota militer membubarkan demo di sana dengan tembakan senjata, yang membunuh satu perempuan. Para penduduk di kawasan itu ketakutan dan melarikan diri.  AP | REUTERS | MARIA H

No comments: