Pages

Friday, February 19, 2010

Raja yang angkuh

Raja yang angkuh

Pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sangat angkuh. Waktu ia dilahirkan banyak bidadari memberkahinya dengan sifat-sifat yang baik. Tetapi ada satu di antara mereka yang mengatakan, Ia akan angkuh seperti merak.

Anak ini kemudian tumbuh menjadi orang yang cakap, pandai, tetapi sikap angkuhnya semakin tampak. Ia sering menganggap dirinya paling kuat dan paling berkuasa. Menurut raja, di mana pun ia berada, dan dalam keadaan bagaimanapun, orang akan segera mengetahui bahwa ia seorang raja yang berkuasa. Ketika raja mengatakan ini kebetulan di dekatnya berdiri seorang bidadari yang menyamar sebagai orang tua.

Nenek ini berkata, Tidak, Raja! Saya berani bertaruh, baik yang biasa menolong Baginda berpakaian atau melepaskan pakaian, ia tidak akan mengenal Baginda apabila Baginda mengenakan pakaian yang sebelumnya tidak pernah dilihat orang lain.

Raja menyahut, Ah, orang tua gila, kamu berani mengatakan ini kepada saya?
Baik, Baginda, sahut mereka itu.

Saya sudah lama berniat menghilangkan sifat angkuh Baginda, sifat yang diberikan oleh seorang bidadari jahat pada waktu Baginda dilahirkan. Saya berani bertaruh, bahwa pakaian menentukan kedudukan seseorang. Saya juga yakin bahwa dalam waktu satu minggu saya akan berhasil membuktikannya. Maka, jika saya berhasil, Baginda harus mengakui kesalahannya di masa lampau. Apabila saya tidak berhasil, Baginda dapat memotong kepala saya dan berikan kepada anjing sebagai makanannya. Kulit saya bisa dianyam dibuat keset agar setiap orang yang akan masuk istana Baginda akan dapat membersihkan sepatunya pada keset itu!

Raja kemudian menerima taruhan tersebut.

Dua hari kemudian raja berhasrat untuk mandi di danau, tidak jauh dari kota. Dengan diiringi pengawal-pengawal istana, baginda menuju danau dengan menggunakan kereta kerajaan.

Di tepi danau yang agak sunyi raja turun dari kereta dan melepaskan semua pakaiannya. Hanya dengan mengenakan sepotong sarung pendek saja ia terjun ke dalam air, dan bersenanglah dia dengan penuh kegembiraan. Seluruh pakaiannya dan pakaian kerjanya ditinggalkannya di tepi danau.

Beberapa saat kemudian raja keluar dari danau, lalu mengenakan pakaian kerajaan, kemudian menaiki kereta kerajaan. Para pengawal membantu sang raja dan seluruh rombongan, lalu kembali ke kota. Sepanjang jalan sang raja mendapat sambutan hangat dari rakyat.

Tetapi, ini semua merupakan kesalahan, sebab raja yang sesungguhnya masih asik berenang di danau. Sedang yang ada dalam istana adalah bidadari yang mengadakan pertaruhan dengan raja. Waktu masih berada di danau ia membuat raja yang sedang berenang menjadi tidak terlihat oleh pengawal-pengawalnya. Lalu ia menjelma sebagai raja, lalu ia keluar dari danau dan mengenakan pakaian kerajaan.

Raja yang sebenarnya akhirnya berenang menuju ke tepi. Ia agak heran ketika melihat bahwa tidak ada seorang pun di tepi danau. Di manakah pengawal-pengawalnya? Di manakah pakaiannya? Di manakah kereta kerajaannya? Semuanya tidak ada. Raja dengan hanya mengenakan sarung pendek merasa dingin sekali. Raja berteriak-teriak memanggil pembantunya. Tetapi, semua itu tidak ada gunanya. Sepanjang penglihatan tidak tampak seorang pun dan matahari sudah hampir terbenam. Raja harus cepet-cepat menuju kekota sebelum pintu gerbang masuk ditutup.

Dengan bersusah payah, ia berlari-lari ke pintu gerbang kota. Beberapa kali kakinya yang halus mendapat luka karena duri-duri dan batu-batu tjam menembus telapaknya.

Sewaktu baginda tiba di depan pintu tersebut, seorang penjaga pintu menegurnya, Hei, apa kamu tidak malu dengan pakaian seperti itu, kamu mau masuk kota?

Baginda menggertak, Diam, kamu tolol, saya ini rajamu!

Tetapi, penjaga menyahut, Ha ha ha sangat bagus, kamu kambing. Kamu tidak hanya orang yang tidak sopan, tetapi gila! Sebaiknya kau masuk dalam ruangan penjaga sini.

Silakan masuk, selamat datang Baginda Rajaku.

Sambil mempersilakan masuk, penjaga memukul raja di bagian-bagian tubuh yang telanjang. Raja tiap kali meloncat karena kesakitan. Raja berteriak dengan sangat marah, Besok kamu akan kugantung di salah satu tiang bendera itu.

Akhirnya raja berlari cepat masuk ke kota. Penjaga, yang melihat orang setengah telanjang berlari, tertawa terbahak-bahak.

Sekarang mulailah satu perjalanan yang penuh kesengsaraan untuk sang raja. Orang-orang mengerumuni dan mengikuti raja yang setengah telanjang itu. Mereka melempari baginda dengan batu, kotoran kuda, buah-buahan, telur busuk, dan sebagainya. Selain itu, karena acap kali sarung yang pendek tertiup angin, maka raja kelihatan telanjang. Hal itu menyebabkan orang-orang tertawa terbahak-bahak. Meskipun raja berkali-kali mengatakan bahwa beliau raja mereka, tidak ada gunanya, karena raja justru mendapat lemparan kotoran kuda. Karena itu, raja memutuskan untuk sementara diam saja, dan secepat mungkin berlari terus menuju istana.

Penjaga istana melihat orang yang setengah telanjang masuk ke dalam istana segera menegurnya dan memberi beberapa pukulan pada bagian-bagian tubuh yang tidak tertutup sambil berteriak, Hei, kamu tidak mengenal malu, kamu setengah telanjang mau masuk istana?

Saya rajamu, berilah hormat sebagaimana mestinya, dan antarlah saya masuk istanaku.

Tentu Rajaku, oh Bagindaku. Dan, karena Baginda itu rajaku, perkenalkan saya beri beberapa pukulan lagi pada tubuhmu yang tidak tertutup itu, ya baik, loncatlah. Ya, ayo lebih tinggi lagi kamu loncat. Bagus, seperti katak. Bagaimana rasanya sang Baginda sekarang? Barangkali sekarang lebih sehat dan bahagia!

Datanglah para pengawal dan pelayan istana, karena mereka mendengar bahwa ada orang gila setengah telanjang mau masuk istana.

Hai pak, jangan mimpi! Baginda beberapa jam yang lampu telah kembali dari danau dan sekarang sedng duduk di kursi mahkota.

Meskipun demikian, sayalah rajamu. Saya akan membuktikannya!

Raja mulai menyebut nama-nama pengawal dan pelayan satu per satu yang sedang mengerumuninya. Raja juga menerangkan keadaan dalam istana secara terperinci. Tetapi, para pengawal dan pelawan istana tetap menertawakannya dan mengejeknya. Begitulah, sang raja berdiri di muka istana dan tubuhnya gemetar karena kedinginan.

Akhirnya seorang pelayan mengambil sepotong karung goni dan diberikannya kepada raja untuk menutupi badannya agar tidak kedinginan. Raja merasa sedih sekali dan mulai berpikir mengapa dirinya sampai mendapat hukuman seberat ini. Sekonyong-konyong ia teringat pada taruhan yang diadakannya dengan nenek tua itu. Dengan suara keras ia berkata, Ya, memang nenek itu benar, Pakaian menentukan kedudukan seseorang!

Saat itu pula tibalah bidadari di muka raja dan berkata, Baginda, inilah pakaian Baginda rajaku! Sayalah yang menjelma Baginda, dan ternyata rakyat telah menghormati saya sebagai raja mereka. Baginda telanjang, maka lihatlah, rakyat mengejek dan memaki-maki Baginda dan melempari Baginda dengan kotoran kuda, telur busuk, dan lain-lain.

Raja mulai mengenakan pakaian kerajaannya, dan sesudah itu ia berdiri di muka rakyatnya, dan berkata dengan suara keras, Mulai saat ini, saya akan menghilangkan sifat angkuhku, dan demikian pula sikap sombong para anggota istana. Semua orang yang telah menyiksa, memaki-maki, dan menghina saya, saya ampuni, karena mereka membantu menyadarkan saya. Bahkan pakaian itu soal yang penting dan membenarkan pepatah bahwa mantel merah dan mahkota merupakan tanda-tanda untuk seorang raja.

Bermacam-macam hadiah akan diberikan kepada bidadari namun ditolaknya. Bidadari berkata, Saya akan lebih berbahagia apabila dari muka-muka rakyat Baginda saya dapat membaca bahwa Baginda memerintah dengan penuh kebijaksanaan dan kebaikan.

No comments: