Pages

Showing posts with label dusta. Show all posts
Showing posts with label dusta. Show all posts

Friday, April 13, 2012

MENINGGALKAN DUSTA


Assalamualaikum W.B.T

Bismillahirrahmanirrahim

Setinggi-tinggi pujian hanya kepada ALLAH, Tuhan sekalian alam. Dan selawat serta salam bagi Nabi dan Rasul-Nya yang paling mulia, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasalam, mudah-mudahan Allah melimpahkan selawat kepada baginda, keluarga dan para sahabatnya, sebanyak-banyaknya.

MENINGGALKAN DUSTA

"Dan apabila orang-orang musyrik melihat makhluk-makhluk dan benda-benda yang mereka jadikan sekutu-sekutu Allah, mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, inilah dia yang kami jadikan sekutu-sekutu (bagiMu), yang kami sembah mereka dengan meninggalkanMu". Maka dengan serta-merta makhluk-makhluk yang puja itu menolak dakwaan mereka dengan berkata: "Sesungguhnya kamu adalah berdusta"."(Al-Nahl 16:86)

Abu Umamah melaporkan Rasulullah SAW bersabda:

" Aku adalah penjamin di dalam istana melingkari syurga bagi orang-orang yang meninggalkan pergaduhan sekalipun di pihak yang benar dan penjamin di dalam istana di tengah syurga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun bergurau. "
( Diriwayatkan oleh Baihaqi )

Monday, April 5, 2010

Kelompok yang Parsial dalam Memahami Aqidah: Syiah Rafidhah



Definisi :
Syi'ah sebenarnya berarti pendukung, penolong, teman dekat (QS 37/83 dan 28/18), kata ini lalu digunakan oleh orang rawafidh (kelompok yang menolak kepemimpinan Abubakar dan Umar Radhiyallahu 'Anhuma) sebagai nama kelompok mereka.
Dalil-dalil Sunnah dan Sejarah tentang Syiah :
  1. Bahwa setelah perang Shiffin, Ibnu Abbas ra berdialog dengan Muawiyyah ra dan ditanya oleh Muawiyyah ra : "Dari Syi'ah mana anda? Dari Syi'ah Utsman atau dari Syi'ah Ali?" Jawab Ibnu Abbas ra : "Saya dari Syi'ah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam." (HR Abu Nu'aim dalam al-Hilyah)
  2. Sa'id bin Hatim ra bertanya tentang witirnya Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam pada Ibnu Abbas ra, maka jawab Ibnu Abbas ra : "Maukah Anda aku kabarkan orang yang paling tahu tentang witirnya Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam?" Kujawab : "Ya." Maka kata Ibnu Abbas ra : "Tanya pada A'isyah!" Lalu aku minta tolong tanyakan melalui Hukaim bin 'Aflah ra sebab aku pada waktu itu termasuk syi'ah Ali ra.
  3. Pada abad ke-2 dan ke-3 hijrah, istilah Syi'ah juga digunakan. Dalam tarikh, khalifah Ibnu Khayyan saat mengomentari keruntuhan khalifah sebelumnya mengatakan : "Inilah akibat Syi'ahnya Marwan bin Muhammad.
Parsialnya Manhaj Syiah :
  • Yaitu dalam syu'ur (emosi), karena mereka selalu berusaha mengangkat emosi ummat melalui perantaraan ahlu bait Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam. Tapi cinta mereka parsial, karena ahlu bait mereka batasi hanya pada Ali ra dan keluarganya, sementara A'isyah ra mereka caci-maki.
  • Makna ahlu bait dalam al-Qur'an : Suami dan istri (QS 11/73), ibu dan bapak (QS 28/12), isteri-isteri (QS 33/33).
  • Kelompok syi'ah mengartikan bahwa QS 33/33 itu yang dimaksud Ali ra saja, karena menggunakan dhamir 'alaikum. Hal ini dijawab bahwa kum juga mencakup lelaki dan wanita sebagaimana dalam lafadz salam (assalamu 'alaikum), apalagi awal ayat bicara tentang istri Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam.
Parsial dalam Mencintai Ahlul Bayt:
  1. Terhadap paman-paman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Mereka habis-habisan menyatakan Abu Thalib itu muslim dengan menolak hadits-hadits yang shahih, tapi menolak Abbas ra, bahkan menyatakan bahwa Abbas itu tidak ada dan hanya rekayasa sejarah orang-orang Abbasiyyah. Kenapa? Sebab dalam fiqh (termasuk fiqh syi'ah) anak paman terhalang oleh paman dalam hak waris.
  2. Terhadap para isteri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Istri nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam mereka bagi dalam 2 kubu (padahal kenyataannya tidak demikian), yaitu kubu A'isyah, Hafshah, dll (yang menolak Ali ra) dengan kubu Ummu Salamah (pendukung Ali ra). Pokoknya semua hal agama diterima dan ditolak bukan berdasarkan dalil yang shahih melainkan berdasar perasaan mereka pada Ali ra. Kisah perang Jamal secara panjang lebar disebutkan dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Thabaqat Ibnu Ishaq.
  3. Terhadap anak-anak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Mereka memuji-muji Fathimah ra saja, tetapi pada putri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam yang lain, Ruqayyah ra dan Ummu Kultsum ra, dianggap bukan putri Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam, hanya karena mereka dinikahkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam dengan Utsman ra, sementara mereka membenci Utsman ra.
  4. Terhadap para menantu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Mereka mencintai Ali ra, tapi membenci Utsman ra (padahal Utsman ra termasuk 10 orang sahabat yang dijamin masuk syurga). Begitu bencinya mereka pada Utsman ra, sehingga istri Utsman ra (Ruqayyah ra dan Ummu Kultsum ra) dianggap mereka bukan anak Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam.
  5. Terhadap para cucu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Yang dianggap cucu Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam oleh mereka hanyalah Hasan ra dan Husain ra, sedangkan Ummu Kultsum ra, putri Ali ra yang dinikahkan dengan Umar ra dianggap jin perempuan (padahal Imam Jalaluddin as Suyuthi dalam tarikhnya meriwayatkan kisah keutamaan Ummu Kultsum dengan suaminya, dalam hadits yang panjang). Demikian pula mereka menafikan Umamah ra (anak Zainab ra dengan pernikahannya dengan Abul Ash ra), padahal Umamah ra ini sangat dicintai Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam, sampai-sampai saat beliau shalat pernah sambil menggendong Umamah ra (oleh kelompok Syi'ah hadits tersebut diganti dengan Husein ra), bahkan saat Fathimah ra sakit menjelang wafatnya ia meminta Ali ra untuk menikahi Umamah ra.
  6. Terhadap Para Mertua Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam: Mereka tidak mengakui kekhalifahan Abubakar ra dan Umar ra, karena mereka menganggapnya sebagai merebut hak Ali ra.
Jenis-jenis aliran Syiah dalam Memandang Ali Ra :
  1. Ekstrim Mencintai Ali ra : Merupakan mayoritas dari syi'ah, yang sangat mengkultuskan Ali ra, dan mengkafirkan Abubakar ra dan Umar ra. Kelompok ini berawal dari ajaran Abdullah bin Saba' (seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Alirannya disebut Saba'iyyah. Termasuk kelompok ini adalah Khomeini yang dalam bukunya yang menggemparkan (Kasyful Asrar) menulis doa untk melaknat Abubakar ra dan Umar ra (doa 2 berhala Quraisy). Kelompok Syi'ah mati-matian memfiktifkan Ibnu Saba' dan menyatakan haditsnya hanya melalui Abu Mihnah saja, padahal juga terdapat dalam al-Musnad oleh Imam Ahmad, Tahzhib wa Tahdzib oleh Ibnu Hajar, dll. Ibnu Saba' ini lalu dibuang oleh Ali ra ke Madain.
  2. Ekstrim Mengkafirkan Ali ra : Tokohnya adalah Ibnu Kamil, kelompok ini mengkafirkan Ali ra karena menganggapnya tidak serius menjelaskan masalah Imamah pada ummat sehingga membuat umat Islam berpecah-belah.
  3. Moderat : Mereka hanya menganggap bahwa Ali ra adalah sahabat yang paling utama dan paling berhak terhadap kekhalifahan setelah Nabi Shallallahu 'Alaihi was Sallam.
Maraji':
  1. Al-Habsyi, Husein. 1991. Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah Islamiyah. Al-Kautsar. Malang.
  2. MuShallallahu 'Alaihi was Sallami, Ali bin Hushain ar-Radhi, 1990. NAHJUL BALAGHAH. YAPI. Jakarta.
  3. Al-MuShallallahu 'Alaihi was Sallami, S., 1983. DIALOG SUNNAH-SYI'AH. Mizan. Bandung.
  4. Subhani, Ja'far, 1405. ISHMAH. Muassasah an-Nashri al-Islami. Qum-Iran.

Mengungkap Hakikat Aqidah Syi’ah dan Pergerakannya di Indonesia



Aqidah Syi’ah sangat berbeda jauh dengan aqidah yang dianut oleh Ahlus Sunnah. Aqidah Syi’ah dibangun atas ajaran yang mendustakan riwayat yang berasal dari mayoritas sahabat Rasulullah Saw, sementara Ahlus Sunnah menerima semua riwayat yang dapat dipercaya dari semua kalangan sahabat tanpa membeda-bedakannya. Demikian inti pembicaraan yang disampaikan oleh Ust. Anung Al-Hamat, Lc selaku pembicara pertama, dalam acara tabligh akbar yang berjudul “Mengungkap Hakikat Aqidah Syi’ah dan Pergerakannya di Indonesia” di masjid Nurul Islam, Kel. Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, pada Ahad (10/01).
Acara ini diselenggarakan oleh Majlis Ta’lim ‘Alaa Bashiiroh bekerja sama dengan Yayasan Masjid Nurul Islam dan Radio Dakta 107 FM Bekasi. Pembicara dalam acara ini adalah Ust. Anung Al-Hamat, Lc dan Ust. Hartono Ahmad Jaiz. Hadir dalam acara ini Walikota Jakarta Utara atau yang mewakilinya beserta jajaran aparat Kecamatan Koja dan Kelurahan Tugu Selatan, tokoh agama dan masyarakat setempat, jamaah majlis ta’lim, dan jamaah kaum muslimin. Sebelum dimulai, acara diawali dengan pemutaran film dokumenter yang mengupas hakikat Syi’ah. Film yang berdurasi sekitar 35 menit ini dengan jelas memperlihatkan perbedaan-perbedaan antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah.
Ust. Anung menjelaskan, sebagai bukti bahwa antara Syi’ah dengan Ahlus Sunnah itu berbeda, maka dapat dilihat dari beberapa hal, baik perbedaan yang bersifat pokok (ushul), maupun perbedaan yang bersifat rinci (furu’). Hal ini bisa dilihat dari kitab-kitab induk yang dimiliki oleh kaum Syi’ah, seperti kitab Al-Istibshar, Ushul Al-Kafi, Furu’ Al-Kafi, dll. Perbedaan yang bersifat pokok itu misalnya berkaitan dengan rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman Syi’ah berbeda dengan rukun iman Ahlus Sunnah, rukun Islam Syi’ah berbeda dengan rukun Islam Ahlus Sunnah.
Rukun iman Syi’ah adalah: (1) At-Tauhid (Tauhid), (2) Al-Adl (Keadilan), (3) An-Nubuwwah (Kenabian), (4) Al-Imamah (Kepemimpinan), dan (5) Al-Maad (Hari Kiamat). Adapun rukun iman Ahlus Sunnah adalah: (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat-malaikat Allah, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada rasul-rasul Allah, (5) iman kepada hari akhir, (6) iman kepada qada dan qadar. Rukun Islam Syi’ah adalah: (1) Al-Wilayah (loyalitas kepada 12 imam), (2) Shalat, (3) Puasa, (4) Zakat, (5) Haji. Adapun rukun Islam Ahlus Sunnah adalah (1) sahadat, (2) shalat, (3) zakat, (4) puasa, (5) haji.
Kaitannya dengan para sahabat, kaum Syi’ah sangat berbeda sikapnya dengan Ahlus Sunnah. Kaum Syi’ah berani mengafirkan mayoritas sahabat Nabi Muhammad saw. Padahal, menurut Ahlus Sunnah para sahabat adalah orang-orang yang terbaik, atau umat yang terbaik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT di dalam surah Ali Imran ayat 110. Kaum Syi’ah sangat memuja-muja Imam Ali r.a. melebihi penghormatannya terhadap Nabi Muhammad saw. Di sisi lain kaum Syi’ah sangat membenci sahabat Abu Bakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., Mu’awiyah r.a., Aisyah r.a., Hafshah r.a., dan yang lainnya.
Begitu juga terhadap keberadaan kitab suci Al-Qur’an, Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini bukan Al-Qur’an yang sebenarnya. Syi’ah memiliki Al-Qur’an sendiri, yaitu mushaf Fatimah, yaitu mushaf seperti Al-Qur’an tetapi tiga kali lipat. Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang diyakininya itu tidak ada satu huruf pun yang sama dari Al-Qur’an yang ada saat ini. Sementara, Ahlus Sunnah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini adalah benar-benar firman Allah yang diterima oleh Muhammad saw. yang keseluruhan isinya sudah lengkap dan sempurna. Faktanya adalah wahyu Allah itu diturunkan kepada para nabi, sementara Nabi Muhammad itu adalah penutup para nabi. Dengan demikian, kelengkapan dan kesempurnaan apa yang telah diterima oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT yang berupa Al-Qur’an itu adalah sebuah keniscayaan.
Selain perbedaan yang bersifat pokok, perbedaan yang bersifat rinci pun tidak terhitung banyaknya (banyak sekali). Ust. Anung mengambil beberapa contoh, di antaranya perbedaan dalam cara mengucapkan syahadatain.  Cara adzan yang dikumandangkan oleh kaum Syi’ah juga berbeda dengan adzan yang dikumandangkan oleh Ahlus Sunnah. Adzan kaum Syi’ah itu sebagai berikut:
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
ASYHADU ALLAILAHAILLALLAAH
ASYHADU ALLAILAHAILLALLAAH
ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH
ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH
ASYHADUANNA 'ALIYAN WALIYULLAAH
ASYHADUANNA 'ALIYAN HUJATULLAAH
HAYYA 'ALASHALAA
HAYYA 'ALASHALAA
HAYYA 'ALALFALAA
HAYYA 'ALALFALAA
HAYYA 'ALA KHAIRIL AMAL
HAYYA 'ALA KHAIRIL AMAL
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
LAA ILAAHA ILLALLAAH
LAA ILAAHA ILLALLAAH
Adapun adzan bagi Ahlus Sunnah bunyinya sebagaimana yang umum dikumandangkan di masjid-masjid yang ada di Indonesia.
Dalam tata cara shalat juga banyak perbedaan, misalnya setelah bacaan Al-Fatihah, kaum Syi’ah tidak mengucapkan “aamiin”, sedangkan Ahlus Sunnah mengucapkannya. Kaum Syi’ah meyakini jika mengucapkan “aamiin”, maka shalatnya batal. Kaum Syi’ah tidak melaksanakan shalat Jum’at, sementara kaum Ahlus Sunnah melaksanakannya. Dalam hal berumah tangga, kaum Syi’ah menghalalkan nikah mut’ah (nikah kontrak jangka waktu tertentu), sementara Ahlus Sunnah mengharamkannya. Menurut paham Syi’ah, seseorang yang telah mut’ah sebanyak empat kali derajatnya sama dengan Nabi Muhammad saw. Dengan logika semacam ini, Ust. Anung menanyakan, bagaimana dengan orang yang telah mut’ah lebih dari empat kali? Mungkinkah derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad saw?
Lebih janggal lagi adalah keyakinan Syi’ah berkaitan dengan masalah penciptaan. Di dalam literatur Syi’ah disebutkan pada bab Tinah, yaitu asal penciptaan manusia, bahwa orang Syi’ah diciptakan dari tanah yang suci, dan ujungnya kemudian disebutkan akan masuk surga. Adapun selain Syi’ah, maka ia diciptakan dari tanah yang berasal dari neraka. Dosa sebesar apa pun yang dilakukan oleh orang Syi’ah nanti akan dipindahkan ke orang selain Syi’ah, dan kebaikan yang dilakukan oleh orang selain Syi’ah akan dipindahkan ke orang Syi’ah.
Kejanggalan keyakinan Syi’ah itu bahkan sampai pada masalah kain kafan. Orang Syi’ah sekrang ini sudah membuat kain kafan yang disebut “kafan Husain”. Pada kafan Husain itu dituliskan Imam Husain bin Ali. Di Jakarta kain kafan Husain ini dijual di kalangan Syi’ah dengan harga sekitar Rp250.000,00. Orang Syi’ah meyakini bahwa kalau meninggal dunia kemudian dikafani dengan kain kafan Husain, maka ketika dikubur tidak akan ditanyai oleh malaikat. Malaikat yang datang itu akan balik lagi karena melihat kain kafan Husain, dan orang yang ada di dalam kain kafan itu langsung masuk surga.
Satu hal yang perlu diwaspadai bagi kaum muslimin, menurut Ust. Anung, adalah adanya ajaran “taqiyah”. Yaitu, ajaran yang membolehkan penganut Syi’ah untuk berdusta dalam rangka menyelamatkan agamanya atau mengelabuhi musuh sehingga tidak ketahuan. Dengan ajaran ini, seorang da’i yang berpaham Syi’ah kelihatannya seperti da’i Ahlus Sunnah. Sehingga, banyak orang awam yang terkecoh dan lama-kelamaan digiring untuk mengikuti ajaran Syi’ah. Dengan cara seperti ini, jika kaum muslimin tidak waspada dan tidak mengerti, maka paham Syi’ah akan semakin banyak diikuti.
Kalau sekiranya kaum Syi’ah menjadi mayoritas dan mampu menguasai sebuah negara, apa bahayanya bagi Ahlus Sunnah? Menurut Ust. Anung, jika kaum Syi’ah sudah menguasai negara, maka yang pasti adalah kaum Ahlu Sunnah akan dibantai. Menurutnya, tidak ada tempat bagi Ahlus Sunnah jika kaum Syi’ah sudah berkuasa. Hal ini terjadi seperti di negara Iran yang dikuasai oleh Syi’ah. Di Ibu Kota Iran, Teheran, tidak satu pun masjid kaum Ahlus Sunnah boleh berdiri. Semua masjid yang dimiliki kaum Ahlus Sunnah harus dirobohkan. Para ulama Ahlus Sunnah dan pendukungnya juga tidak luput dari incaran kaum Syi’ah. Di Iran, tokoh-tokoh Ahlus Sunnah ditangkap, disiksa, dan dibunuh secara sadis.
Di Indonesia sebagian kalangan Syi’ah sudah tidak lagi menggunakan taqiyah, tetapi sudah berani menampakkan jatidirinya secara terang-terangan. Ini menunjukkan bahwa penganut Syi’ah di Indonesia sudah berani menunjukkan kekuatannya.
Sementara itu, pembicara kedua yaitu Ust. Hartono, di samping melengkapi adanya penyimpangan-penyimpangan paham Syi’ah, juga menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi para aktivis Islam dalam menghadapi kaum Syi’ah.
Ust. Hartono melengkapi penjelasan Ust. Anung dengan mengutip dari buku karyanya yang berjudul Aliran dan Paham Sesat di Indonesia.Menurutnya, ada beberapa penyimpangan dan kesesatan Syi'ah, di antaranya:
1. Syi'ah memandang imam itu ma'sum (terbebas dari kesalahan atau dosa).
2. Syi'ah memandang bahwa menegakkan imamah atau kepemimpinan adalah rukun agama (masuk dalam rukun Islam).
3. Syi'ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh ahlul bait.
4. Syi'ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar r.a., Umar r.a., dan Utsman r.a.
5. Syi'ah menghalalkan nikah mut'ah (nikah kontrak) yang sudah diharamkan oleh Nabi Muhammad saw.
6. Syi'ah menggunakan senjata taqiyah, yaitu berbohong dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya untuk mengelabuhi.
7. Syi'ah percaya kepada ar-raj'ah, yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum kiamat.
8. Syi'ah meyakini imam ke-12 yang sekarang keberadaannya ghaib (tidak diketahui). Imam yang ghaib itu ketika keluar dari persembunyiannya akan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya.
Berbicara tentang masalah Syi’ah, menurut Ust. Hartono, sebetulnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa, yaitu pada tahun 1984, yang isinya menjelaskan tentang perbedaan Syi’ah dengan Ahlus Sunnah. Dalam fatwa tersebut secara gamblang disebutkan: “Paham Syi’ah sebagai salah satu paham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni, yaitu Ahlus Sunnah wal-Jama'ah yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.“ Selain itu, Departemen Agama Republik Indonesia (Depag) pada tanggal 5 Desember 1985 juga telah menjelaskan tentang Syi’ah yang isinya menegaskan bahwa Syi’ah itu paham yang sesat dan menyesatkan.
Ust. Hartono menceritakan pengalamannya ditantang ber-mubahalah(berdo'a saling melaknat bagi yang berbohong) oleh seorang Syi'ah melalui telepon. Orang itu mengaku bernama Abdullah dari Ciputat.
Dia mengatakan, “Abu Bakar itu munafik.”
Ust. Hartono menjawab, “Munafik bahasa Indonesia yang artinya misalnya tadi pura-pura nggak mau makan, kemudian ternyata makan, atau munafik secara istilah agama?"
Dia jawab: "Secara istilah agama."
Ust. Hartono menyahut, “Tidak!"
Kemudian, terjadilah saling berbantahan, dan dia menantang Ust. Hartono untuk ber-mubahalah.
Ust. Hartono: "Mubahalah perlu bertemu."
Dia jawab: "Lewat telepon saja!"
Ust. Hartono: “Kalau lewat telepon, kamu menyatakan Abu Bakar munafik dalam arti istilah agama, dalam arti kafir?"
Dia jawab: "Ya!"
Ust. Hartono: “Bukan sekadar bahasa Indonesia yang begini!"
Dia jawab: "Bukan!" Kemudian dia katakan: "Kalau begitu Anda dulu untuk menyatakan mubahalah."
Ust. Hartono: "Lho, yang mengajak siapa? Anda yang mengajak, ya Anda dulu yang harus ber-mubahalah?" Akhirnya dia mau, terus bersahadat, dan ternyata sahadatnya ditambah dengan waasyhadu ana Ali waliyullah.
Ust. Hartono menyahut: "Tidak usah, sahadat kan sahadatain, dua kalimat sahadat, asyhadu ala ilahalillalloh waasyh hadu ana muhamadurosulullah, cukup!"
Dia jawab: "Nggak, keyakinan saya ini, ya saya harus begini." kemudian dia menyatakan bahwasannya Abu Bakar itu benar-benar munafik.
Ust. Hartono kemudian bersahadat, kemudian menyatakan bahwasanya benar-benar Abu Bakar Sidik itu tidak munafik. “Siapa yang berbohong dalam mubahalah ini, maka agar Allah laknat.Alhamdulillah, saya sudah tiga-empat tahun ini alhamdulillah tidak apa-apa, tetapi saya tidak tahu dia, apakah sudah mati atau bagaimana?”
Kata Ust. Hartono, hal ini membuktikan bahwa aqidah Syi'ah yang mengafirkan sahabat itu sudah sampai di Indonesia, bahkan sudah berani menantang ber-mubahalah.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh pemimpin di negeri kaum Syi’ah, Iran, yaitu Ahmadinejad. Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi dua hari menjelang pemilu beberapa waktu lalu, Ahmadinejad mengumpat kepada dua sahabat Rasulullah saw., yaitu Talhah r.a. dan Zubair r.a. Ia menganggap bahwa kedua sahabat itu telah kafir dan kembali kepada kepercayaan jahiliah. Atas pernyataannya itu, maka kecaman datang dari berbagai belahan dunia. Padahal, kedua sahabat ini—Zubair dan Tolhah—termasuk kelompok sahabat yang sudah dijamin oleh Rasulullah saw. yang akan masuk surga.
Ahmadinejad memang politisi yang piawai di depan umum. Penampilannya yang tidak berdasi memperlihatkan kesederhanaan hidupnya. Dalam orasi-orasi politiknya sering memperlihatkan betapa beraninya dia terhadap negara adidaya Amerika Serikat (AS). Retorikanya menentang standar ganda kebijakan AS membuat masyarakat dunia—yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya—terkagum-kagum. Tak heran jika media massa selalu membanggakan sosok yang satu ini. Padahal, dia berpaham Syi’ah yang telah terbukti menjelek-jelekkan sahabat Nabi saw.
Selanjutnya, Ust. Hartono memperlihatkan kepada hadirin satu buku terjemahan yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Buku itu berisi daftar para ulama Ahlus Sunnah di Iran yang disembelih dan masjid-masjid yang dirobohkan oleh orang-orang Syi’ah. Buku itu memperlihatkan betapa kejamnya orang-orang Syi’ah kepada Ahlus Sunnah.
Sejarah masa lalu juga telah menunjukkan bukti kekejaman kaum Syi'ah terhadap Ahlus Sunnah. Pada masa pemerintahan Abasiah, Al-Mu’tasim Billah, di Baghdad pada tahun 656 H, dua orang pejabat menteri yang berpaham Syi’ah—Ibnul ‘Alqami dan Nashirudin Ath-Thusi—membantu panglima Tar-Tar (pasukan mongol) untuk masuk dan menyerang kota Baghdad, sehingga tidak kurang dari 20.000 tentara Tar-Tar berhasil membantai ratusan ribu kaum muslimin bahkan tanpa tersisa, kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani. Selain itu, mereka juga membakar perpustakaan-perpustakaan yang ada hingga Sungai Dajlah, Sungai Tigris, dan Sungai Eufrat selama berhari-hari airnya menghitam. Akhirnya, kekhalifahan Al-Mu’tasim Billah hancur berkeping-keping.
Pengalaman sejarah yang kelam ini seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi kaum muslimin Ahlus Sunnah. Tetapi, sayangnya pengalaman pahit itu seolah sudah dilupakan, setidaknya oleh beberapa tokoh terkemuka dari dua organisasi terbesar di Indonesia (NU dan Muhammadiyah) belakangan ini. Sikap tokoh-tokoh terkemuka tersebut sangat menguntungkan bagi pergerakan Syi’ah. Sehingga, bukannya berperan di baris depan untuk menghadang gerakan Syi’ah, malahan menjadi tameng bagi kaum Syi’ah untuk menghadapi penolakan dari kaum Ahlus Sunnah.
Pada tahun 1997 di masjid Istiqlal Jakarta diadakan seminar tentang Syi'ah. Seminar yang dibuka oleh KH Hasan Basri, ketua MUI saat itu, mendapatkan komentar miring dari Wakil Khatib Syuriah PBNU KH Said Agil Siraj. Ia pasang badan menghadapi serangan terhadap Syi'ah. Ia mengatakan saat menjadi pembicara dalam acara do'a kumel (do'a-nya orang Syi'ah), "Tak perlu ulama Syi'ah turun tangan, cukup saya dan Gus Dur dari NU, Cak Nur (Nurkholis Majid), MH Ainun Najib, Pak Amin Rais dari Muhamadiyah yang melakukan pembelaan.” Gus Dur juga melontarkan tanggapan yang keras. Ia menyebut seminar tadi kurang kerjaan. Gus Dur siap menggelar demonstrasi jika Syi’ah dilarang. Ketua PP Muhammadiyah Dinsyamsudin juga menolak usulan ormas-ormas Islam agar pemerintah melarang keberadaan paham Syi’ah di Indonesia. Hal yang sama dilakukan oleh Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi. Ia menyalahkan orang-orang NU di daerah, seperti di Pasuruan dan Bangil, yang memprotes keras keberadaan Syi’ah.
Sikap-sikap yang telah ditunjukkan oleh beberapa tokoh tersebut sangat jauh berbeda dengan yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu mereka. Seharusnya para yunior itu meneladani sikap terpuji yang telah dilakukan oleh para seniornya. Dulu KH Irfan Zidni dari PBNU dan KH Dawam Anwar dari Wakil Khatib Syuriah NU sangat menentang Syi'ah. KH Dawam Anwar pernah menyatakan, ketika kita membaca sejarah, maka orang Syi'ah sampai dibakar oleh Ali bin Abi Thalib r.a. Mengapa sampai dibakar, karena orang Syi'ah mengatakan kepada Ali: “Anta-Anta”, artinya adalah “Engkau-Engkau”, maksudnya adalah bersifat Tuhan. Maka, mereka dihukum mati dengan cara dibakar.
Akibat dari sikap sebagian para tokoh terkemuka yang membela Syi’ah, maka Syi’ah dengan mudah dapat menerobos ke tempat-tempat yang strategis. Sekarang ini telah didirikan sebanyak 12 Iranian Counter di seluruh Indonesia. Irian Counter ini didirikan oleh Iran di perguruan-perguruan tinggi Islam. Sebagai contoh adalah Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Dan alhamdulillah, ternyata sudah dimusnakah oleh Allah waktu banjir Situ Gintung tahun 2009. Kejadian itu memusnahkan Iranian Counter di UMJ. Selain di perguruan tinggi Islam, Irian Counter juga telah didirikan di kantor pusat PBNU Kramat Raya di lantai lima. Menurut keterangan di situs resmi NU (www.nu.org), di dalam Iranian Counter tersebut terdapat tidak kurang dari 500 buah buku dari Iran.
Strategi Syi’ah di dalam menghancurkan kaum Ahlus Sunnah di Indonesia juga terlihat semakin bervariasi. Hal itu terlihat setelah ditangkapnya para pendatang dari Iran yang menyelundupkan narkoba. Modus baru kaum Syi’ah seperti ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, serangan orang-orang Syi’ah sekarang ini mengandung dua hal yang sangat membahayakan, yaitu serangan yang membahayakan aqidah berupa penyebaran ajaran Syi’ah, dan serangan yang membahayakan jiwa dan raga berupa penyelundupan narkoba. Jika kaum muslimin Ahlus Sunnah tidak siap siaga menghadapi serangan kaum Syi’ah, maka tunggulah saat yang menentukan itu tiba: kaum Syi’ah yang akan membantai kaum muslimin Ahlus Sunnah atau Ahlus Sunnah yang akan memberantas kesesatan kaum Syi’ah?. [Aislm/Abu Annisa]

Thursday, March 4, 2010

Pendustaan punca 3 sifat munafik


PADA zaman Rasulullah SAW, pegawai kerajaan diarahkan menyimpan apa saja yang mereka terima sebagai hasil negara dalam Perbendaharaan Awam. Rasulullah SAW turut memberi peringatan, “Wahai manusia! Sekiranya ada di kalangan kamu yang dilantik sebagai wakil pentadbir oleh kami, dan kemudian menyorokkan daripada kami walaupun hanya sebatang jarum, atau lebih, dia sudah berkhianat, dan akan membawanya di Hari Kebangkitan.” (Hadis riwayat Abu Dawud)
Peringatan Rasulullah SAW itu selaras amaran Allah dalam firman bermaksud: “Sesiapa yang berkhianat menggelapkan sesuatu harta (kepunyaan semua), dia akan datang menanggung apa yang dikhianatkan itu pada Hari Kiamat; kemudian akan dibalas tiap-tiap seorang apa yang dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiayai.” (Surah Ali-'Imran, ayat 161)


Peringatan itu penting kerana mereka yang diamanahkan untuk memerintah memiliki kuasa besar terhadap cara hasil negara dibelanjakan. Untuk mendokong sifat amanah terhadap kuasa inilah Allah merakamkan dalam al-Quran keperluan menyerahkan kerja kepada seseorang berperibadi kuat (al-qawiyy), iaitu yang berupaya serta berkebolehan (Surah al-Qasas, ayat 26).


Justeru, Rasulullah SAW pernah memberi peringatan bahawa ada tiga tanda orang munafik iaitu apabila dia berbicara, dia berdusta; apabila dia berjanji, dia menyalahi janji; dan apabila dia diamanahkan, dia berkhianat.


Dalam riwayat dirakamkan Imam Muslim, ada pernyataan tegas Rasulullah SAW mengenai golongan munafik iaitu ‘dia turut puasa, sembahyang dan menganggap diri Muslim.’


Keprihatinan akhlak yang menjadi lunas Islam tidak berlawanan dengan apa yang pernah dinyatakan Marcus Tullius Cicero dalam risalahnya De Officiis, “tidak ada perbuatan aniaya yang lebih menonjol daripada perlakuan seseorang hipokrit, yang serentak dengan sifatnya yang khianat, berpura-pura berbuat kebajikan.”


Sesungguhnya, perlakuan aniaya paling membinasakan kepada diri sendiri, masyarakat dan negara berkisar kepada tiga kejahatan itu iaitu berdusta, mungkir janji, dan mengkhianati amanah.


Dunia Islam semasa, sudah lama diperingatkan untuk mengawal kejatuhan moral itu sejak Persidangan Pertama Sedunia mengenai Pendidikan Islam di Makkah, pada April 1977, apabila Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas membentangkan kertas sidang pleno mengenai The Dewesternization of Knowledge.


Beliau juga mengingatkan, walaupun tiga sifat itu kedengarannya seperti tiga perlakuan berbeza, pada hakikatnya ia adalah tiga darjat pendustaan apabila berbicara, berdusta apabila memungkiri janji, berdusta melalui perlakuan pecah amanah dan menyelewengkan kuasa.


Banyak ayat al-Quran dan hadis sahih memperkuatkan lunas Islam ini. Dalam Islam, sifat khianat adalah musuh kepada keimanan yang hakiki dan kesedaran untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, tidak kepada yang selain-Nya. Seseorang Mukmin tidak mungkin berakhlak dusta atau pecah amanah.


Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Sesiapa tidak memiliki kejujuran, tidak memiliki iman; dan sesiapa yang tidak memelihara janji, bukanlah seorang yang beragama.” (Hadis riwayat Tabrani dan Baihaqi)


Kesarjanaan Islam mentakrifkan insan sebagai al-hayawan al-natiq. Secara harfiah, insan adalah ‘hidupan berkata-kata,’ bermakna pertalian dengan tutur katanya, seseorang itu akan mencerminkan jiwa dalamannya.


Berkenaan perkara itu, pemikir Perancis, Michel Eyquem de Montaigne pernah menyatakan, “Sebagai manusia, kita terikat hanya dengan apa kita tuturkan.


Oleh kerana persefahaman antara seorang manusia dengan manusia lain boleh dinyatakan melalui tutur kata, sesiapa berdusta dalam tuturbicaranya adalah mengkhianati masyarakat manusia. Tutur kata adalah satu-satunya alat untuk menyampaikan iradat dan fikiran kita; tuturbicara adalah penterjemah jiwa. Dengan berdusta, tiada lagi tali mengikat antara manusia. Pendustaan memutuskan semua perhubungan masyarakat dan meleburkan semua ikatannya.”


Bijak-pandai Melayu mengungkapkan lunas akhlak bersifat alami ini menerusi pepatah ‘kerbau dipegang pada tali, manusia dipegang pada janji.’


Justeru, manusia khianat pada janji dan ikatan amanah adalah lebih hina daripada kerbau dan lembu, seperti peringatan al-Quran, “Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih sesat lagi.” (Surah al-A'raf, ayat 179)


Demi menegaskan kewajipan untuk tidak mengkhianati amanah, Allah memerintahkan orang beriman supaya menyempurnakan ikatan janji amanah yang kukuh. Al-Raghib al-Isfahani menjelaskan, tiga jenis ikatan amanah iaitu perjanjian antara insan dengan Tuhan, janji antara manusia dengan dirinya sendiri dan janji antara seseorang manusia dengan manusia lain yang serasi dengan persyaratan agama.


Misalnya, perjanjian perdagangan antara penjual dengan pembeli, persepakatan masyarakat antara pelbagai kelompok kaum, akad-nikah perkahwinan dan persetiaan antarabangsa.


Perjanjian tersirat yang perlu ditunaikan dengan saksama seperti perjanjian tersirat antara tuan rumah dengan tetamunya, pengembara dengan pengiringnya, majikan dengan pekerjanya dan seterusnya.


Abdullah Yusuf Ali menyatakan, seseorang yang meninggalkan mereka yang berada dalam tanggungjawabnya dan sebaliknya pergi ‘beribadah’ berseorangan di padang pasir adalah seorang bacul yang mengabaikan 'uqud atau tugas wajibnya.


Tambahan pula, “Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanah kepada yang berhak.” (Surah al-Nisa', ayat 58).


Ayat al-Quran ini merangkumi segala amanah, sama ada berkaitan harta benda, atau berkaitan dengan akhlak.


Jika ada tugas perlu ditunaikan kepada seseorang yang lain, tugas itu adalah amanah wajib ditegakkan, maka mengerjakannya dengan sempurna dan penuh tanggungjawab adalah perbuatan menyerahkan amanah kepada yang berhak.


INTI PATI


Sifat khianat adalah musuh kepada keimanan yang hakiki.

Tuturkata mencerminkan jiwa dalaman.

Pendustaan memutuskan semua perhubungan masyarakat dan meleburkan semua ikatannya.

Allah memerintahkan orang beriman menyempurnakan janji.

Tiga jenis ikatan amanah adalah perjanjian antara insan dengan Tuhan, janji manusia dengan diri sendiri dan janji manusia dengan manusia lain.



Sumber: Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM)