Pages

Thursday, January 21, 2010

KISAH NABI YUNUS AS DAN PELAJARAN YANG DIPETIK

Nabi Yunus AS termasuk salah satu dari kelompok nabi-nabi terbesar Bani Israil, dimana Allah telah mengutusnya ke penduduk Ninawa bagian dari negeri Muashil. Ia menyeru mereka supaya beribadah kepada Allah Ta’ala, tetapi mereka menolaknya. Ia berulang kali menyerukan seruan itu kepada mereka, tetapi mereka tetap menolaknya. Ia menjanjikan adzab kepada mereka, dan ia pergi dari hadapan mereka dan tidak sabar dalam menghadapi mereka yang semestinya dilakukannya, tetapi ia tetap pergi meninggalkan mereka karena marah. Sedangkan keadaan mereka saat menyaksikan kepergian nabi mereka, maka dalam hati mereka timbul niat bertaubat kepada Allah Ta’ala setelah mereka menyaksikan beberapa tanda pendahuluan akan turunnya adzab, sehingga Allah membebaskan adzab dari mereka.

Kenyataannya, bahwa Nabi Yunus AS mengetahui tentang dibebaskannya adzab dari mereka, akan tetapi ia tetap pergi meninggalkan mereka, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah ….” (Al-Anbiya’: 87). Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, “(Ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan.” (Ash-Shaffat: 140).

Kemudian Nabi Yunus AS menaiki kapal yang dipenuhi penumpang dan muatan. Ketika mereka berada di tengah-tengah lautan maka kepal itu miring dan hampir tenggelam, dimana mereka harus mengambil salah satu keputusan antara mereka tetap berada di kapal semuanya dengan resiko mengalami kebinasaan; atau membuang sebagian dari mereka agar kapal itu menjadi ringan dan menyelamatkan sisanya. Akhirnya mereka memilih jalan yang terakhir setelah menemui kesepakatan di antara mereka. Kemudian mereka melakukan pengundian dan sejumlah penumpang terkena undian tersebut termasuk di dalamnya Nabi Yunus AS, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “… kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah untuk undian.” (Ash-Shaffat: 141).

Yakni ia termasuk dari orang-orang yang kalah dalam undian tersebut. Kemudian mereka pun melemparkannya ke laut, serta seekor ikan besar menelannya, akan tetapi tidak sampai mematahkan tulangnya dan merobek dagingnya.

Ketika Nabi Yunus AS berada di dalam perut ikan, maka dalam keadaan gelap (dalam perut ikan) ia berseru, “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (Al-Anbiya’: 87). Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada ikan itu supaya memuntahkan Nabi Yunus AS di daerah yang tandus.

Nabi Yunus AS keluar dari perut ikan tersebut bagaikan anak burung yang baru keluar dari telur (baru menetas) karena saking lemahnya. Kemudian Allah Ta’ala mengasihinya dan menumbuhkan sebuah pohon dari jenis pohon labu baginya, dimana pohon itu meneduhinya, sehingga ia kuat kembali.

Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Yunus AS supaya kembali ke kaumnya, agar ia mengajari dan menyeru mereka, dan penduduk negeri itu memenuhi seruannya sebanyak seratus ribu orang atau lebih, dimana mereka beriman, sehingga Kami karuniakan kepada mereka keni’matan hidup sehingga batas waktu tertentu.

Dalam kisah ini, bahwa Allah telah menegur sikap Nabi Yunus AS yang lemah (tidak sabar) serta memenjarakannya di dalam perut seekor ikan besar sebagai penebus kesalahannya dan sebagai tanda kekuasaan Allah yang besar serta sebagai kamuliaan bagi Nabi Yunus AS. Di antara ni’mat Allah Ta’ala yang dikaruniakan kepadanya ialah sebagian besar orang dari kaumnya telah memenuhi seruannya, karena banyaknya pengikut bagi para nabi merupakan karunia bagi mereka.

Dalam kisah ini terdapat keterangan, bahwa dibolehkan menggunakan undian saat mendapati kesamaran dalam mengambil keputusan serta solusi yang tepat terhadap masalah-masalah yang terjadi manakala tidak ditemukan cara lain selain cara tersebut. Langkah yang diambil para penumpang kapal di atas dengan menempuh cara itu merupakan dalil atas sebuah kaidah yang masyhur, yaitu melakukan suatu perbuatan buruk yang lebih ringan kemadharatanya dengan maksud menghindari kemadharatan yang lebih besar. Tidak diragukan lagi, bahwa melemparkan sebagian dari mereka ke laut meski di dalamnya mengandung kemadharatan namun mendatangkan keselamatan bagi penumpang lainnya. Sedang jika tidak ada seorang pun yang dibuang, niscaya seluruhnya akan tenggelam.

Juga dalam kisah ini terdapat keterangan, bahwa ketika seseorang memiliki hubungan pendahuluan yang baik dengan Rabbnya dan mengenali Rabbnya dalam keadaan senang, niscaya Allah berterima kasih kepadanya dan akan mengenalinya dalam keadaan susah dengan menghilangkan kesusahannya itu secara total atau meringankannya.*

Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman dengan kisah Nabi Yunus AS, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Ash-Shaffat: 143-144).

Juga dalam kisah ini terdapat keterangan, sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW, “Berkenaan dengan do’a saudaraku Dzun Nun (Nabi Yunus AS), bahwa tidaklah seseorang yang sedang mendapatkan kesusahan berdo’a dengan do’a tersebut, melainkan Allah akan menghilangkan kesusahan itu darinya, yaitu: “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (Al-Anbiya’: 87)

Juga dalam kisah ini terdapat keterangan, bahwa iman pasti dapat menyelamatkan seseorang dari penderitaan atau kesusahan sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya’: 88). Yakni jika mereka ditimpa kesusahan maka mereka akan dibebaskan darinya karena keimanan mereka.

CATATAN:

* Ar-Razi berkata, “Berkenaan dengan kasus Nabi Yunus AS, bahwa keberadaan ma’rifat (mengenali Allah) lebih dahulu adanya, kemudian diikuti do’a, sehingga keberadaan ma’rifat lebih dahulu adanya daripada do’anya yang memohon supaya do’anya dikabulkan. Sedang berkenaan dengan Fir’aun, maka keingkaran lebih dahulu adanya, dimana ia telah menyerukan kerububiyahan dirinya (mengaku dirinya sebagai Rabb. Allah SWT berfirman, “Maka ia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 23-24). Sedangkan Nabi Yunus AS menyerukan kerububiyahan Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “…ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).” (Al-Qalam: 48). Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman: “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah.” (Ash-Shaffat: 143). Keterangan di atas memperingatkan anda, bahwa orang yang memelihara hubungan dengan Allah Ta’ala di saat senang niscaya Allah akan memeliharanya ketika susah.” Untuk lebih jelasnya lihat kitab Syarh Asma’ Allâh Al-Husna, (hal. 157).

sumber: www.alsofwah.or.id
Diposkan oleh abu dihyah al-haazim di 16:54:00 0 komentar

No comments:

Post a Comment