Pages

Sunday, July 29, 2012

MASJID CORDOBA DI MASA KEJAYAAN DAN KEMUNDURUAN


Dalam sejarah Islam, masjid memegang peranan penting untuk kemajuan peradaban. Kita sering melihat di atas kubah masjid ada lambang bulan sabit dan bintang sebagai lambang kejayaan. Masjid yang pertama kali di bangun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Masjid Quba, kemudian masjid Nabawi. Masjid ini selain sebagai tempat ‘beribadah’ (dalam arti ibadah khas seperti shalat, dll), juga tempat menuntut ilmu, bermusyawarah dan mengatur strategi perang.

Seiring dengan berjalannya waktu, fungsi masjid semakin sangat sentral. Di dalam komplek masjid dibangun sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan observatorium. Masjid menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi orang daripada tempat lainnya. Orang pergi ke masjid tidak hanya berniat ‘beribadah’ (khas) di dalamnya, tetapi juga menuntut ilmu dan berdiskusi.

“Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ‘ibadah’ (khas, red) saja, namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas,” ungkap J. Pedersen dalam bukunya berjudul Arabic Book.

Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya, masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan. “Sejak pertama kali berdiri, masjid telah menjadi pusat kegiatan keislaman, tempat menunaikan shalat, berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah,” cetus Jacques Wardenburg.

Salah satu masjid yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah Masjid Cordoba di Spanyol. Masjid ini dibangun oleh Khalifah Bani Umayyah yang bernama Abdurrahman III. Masjid ini memiliki seni arsitektur yang tinggi dan indah. Tinggi menaranya 40 hasta di atas batang-batang kayu berukir dan ditopang oleh 1293 tiang yang terbuat dari bermacam marmer bermotif papan catur. Di sisi selatan tampak 19 pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi yang sangat menakjubkan. Sementara pintu tengahnya berlapiskan lempeng-lempeng emas. Panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan mencapai 175 meter dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter. Sedangkan tingginya mencapai 20 meter.

Setiap gerbang di masjid itu terdapat batu-bata merah dan batu putih. Gabungan unsur batu-batu tersebut mampu mewujudkan konsep jaluran yang menakjubkan. Konsep jaluran merah-putih itu banyak mempengaruhi seni arsitektur bangunan di Spanyol. Hiasan dindingnya disemarakkan unsur flora dan inskripsi dari Al-Qur’an dalam bentuk ukiran kapur, kaca, marmar dan mozaik emas.

Bangunan masjid ini sangat kokoh dan tahan gempa, bahkan pada gempa keras yang pernah terjadi tahun 1793 (gempa bumi Lisabon) tidak ada sedikit pun keretakan yang terjadi. Sedangkan bangunan Kathedral dalam bagian masjid ini didirikan pada awal abad ke-13 masehi telah mengalami keretakan yang saat ini masih dapat terlihat.

Selain itu, kemegahan dekorasi pada ruang shalat juga sangat menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan pada ruangan kecil berbentuk segi delapan. Konfigurasi yang menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi pusat perhatian. Kemegahan Masjid Cordoba yang bertahan hingga sekarang menjadi saksi masa keemasan Islam di benua Eropa..

Keagungan masjid ini mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraan Negara tersebut. Cordoba pada saat itu menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah. Saat itu, terdapat 170 wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Al-Qur’an dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak fakir miskin pun bisa belajar secara gratis di sekolah yang disediakan Khalifah. Aktivitas di masjid begitu semarak. Tak heran, jika pada malam hari, masjid itu diterangi 4.700 buah lampu yang menghabiskan 11 ton minyak pertahun

Setiap tahun perpustakaan Masjid Cordoba dikunjungi oleh lebih dari 400.000 orang. Jumlah ini sangat jauh berbeda dengan kunjungan orang-orang di perpustakaan-perpustakaan Eropa yang hanya mencapai 1000 orang pertahunnya. Perpustakaan Masjid Cordoba tidak hanya dikunjungi oleh Muslim, tetapi juga non-Muslim. Salah satu alumninya adalah pemimpin tertinggi agama Katolik, Paus Sylvester II. Selepas belajar matematika di Spanyol, dia kemudian mendirikan sekolah kathedral dan mengajarkan aritmatika dan geometri kepada para muridnya.

Masjid Cordoba telah menghasilkan ulama dan ilmuwan-ilmuwan besar yang dikenang sepanjang masa. Beberapa di antaranya:

Ibnu Rusyd: ahli fiqih, penulis kitab Bidayatul Mujtahid dan juga filosof dan dokter ternama.
Ibnu Hazm: ahli fiqih, penulis kitab al-Muhalla, sastrawan, dan juga pakar studi perbandingan agama.
Al-Qurthubi: ahli tafsir, penulis kitab Tafsir al-Qurthubi.
Ibnu Bajjah: ahli matematika ternama.
Al-Ghafiqi: ahli botani ternama.
Ibnu Thufayl: ahli kedokteran dan filosof ternama.
Al-Idrisi: seorang kartografer dan geographer ternama.
Ibnu Farnas: peletak dasar penciptaan pesawat terbang.
Al-Zahrawi: ahli bedah yang telah menciptakan alat-alat bedah.
Ibnu Zuhr: dokter ahli jantung ternama.

Namun sayang, sejak ditaklukkan oleh Raja Leon Alfonso VII yang Kristen, masjid ini diubah fungsinya menjadi sebuah gereja. Pada awal abad ke-13, kekhalifahan Bani Umayyah tidak dapat mengatasi serbuan bangsa Eropa yang datang dari Utara, maka Cordoba ditaklukkan, termasuk masjid ini ikut diduduki. Kemudian beberapa tiang dihancurkan dan di dalam bangunan masjid didirikan kathedral yang diberi nama Cathedral Mezquita (Kathedral Masjid). Pada beberapa dinding masjid saat ini terlihat lambang-lambang non-Muslim. Sampai saat ini masih berdentang lonceng gereja tiap beberapa menit sekali.

Mengabaikan janji mereka untuk toleran terhadap keyakinan kaum Muslim, bangsa Spanyol yang Kristen ikut serta dalam gelombang pemaksaan, pengusiran dan pembunuhan. Masjid-masjid dihancurkan, sebaliknya gereja-gereja dibangun.

Kenangan pada “masa berdarah” dan perang yang selama ratusan tahun melanda seluruh Spanyol masih hidup dalam ingatan kebanyakan orang-orang Kristen.

Bahkan hari ini di bukit-bukit sekitar Granada, mereka masih menggunakan doa pembaptisan lama, “Inilah anakmu: kau berikan seorang Moor (Muslim) padaku, Aku kembalikan dia menjadi seorang Kristen.”

Keruntuhan Cordoba itu tidak saja diratapi oleh Umat Islam, tetapi juga seorang penulis Kristen Stanley Lane Poole dalam bukunya “The Mohammadan Dynasties” yang mengakui betapa mundurnya peradaban Spanyol setelah runtuhnya kerajaan Islam Cordoba.
 —

No comments:

Post a Comment