Pages

Tuesday, May 11, 2010

‘Kesesatan Aqidah wahaby (Rububiyah-Uluhiyah-asmawashifat)


Salafushalih telah menyusun kaidah-kaidah aqidah yang menerangkan aqidah islam, untuk menjaga pemahaman aqidah yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yang difahami oleh sahabat, tabi’in dan tabiuttabi’in. Sehingga kita, umat yang ahir dari umat Nabi Muhammad SAW yang lemah iman, yaqin ,ilmu dan amal ini , tetap berada dalam aqidah islam yang shahih. Aqidah tersebut dikenal dengan aqidah sifat 50 yang menjelaskan makna kalimat Tauhid “Laa ilaha illallah –Muhammadarrasulullah”. “Laa ilaha illallah “ mengandungi 41 sifat yaitu 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah dan 1 sifat yang jaiz (boleh ) bagi Allah. Kalimat “Muhammadarrasulullah” mengandungi 4 sifat yang wajib bagi nabi Muhammad SAW(sidiq, amanah, fathonah, tabligh), 4 sifat yang mustahil, dan 1 sifat yang jaiz (boleh) bagi Muhammad SAW. Baca ” Risalah kitab aqidah sifat 20 Syaikh abdul Ghani”
Tidak ada satupun salafushalih yang membagi-bagi iman/aqidah dalam tiga pembagian ini. Hanya syaikh abdul wahab dan anak muridnya (sekte sesat wahabi) yang membagi aqidah menjadi 3 yaitu rububiyah, uluhiyah dan asma washifat.
Pembagian aqidah secara serampangan ini memang sengaja dibuat oleh menyesatkan umat. Mari kita lihat hujjah ahlusunnah atas kesesatan aqidah wahabi ini.
ULUHIYYAH DAN RUBUBIYYAH Suatu Kerapuhan Aqidah Uluhiyyah dan Rububiyyah Ciptaan Ibnu Taimiyah Pembahagian tauhid kepada dua iaitu tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah telah dicipta dan dipelopori oleh Ibnu Taimiyyah Al Harrani (wafat 728H). Pembahagian seperti ini boleh mengelirukan terutamanya orang awam yang kurang mendalami ilmu. Kegelincirin Dari Landasan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.Tidak pernah disebut di dalam sunnah nabawiyah bahawa tauhid itu terbahagi kepada uluhiyyah dan rububiyyah. Dan bahawa mereka yang tidak mengerti tauhid uluhiyyah adalah yang mengetahui tauhid rububiyyah sebagaimana yang diketahui oleh golongan musyrikin. Perkara ini tidak pernah disebut langsung oleh mana-mana sahabat, tabi`in mahupun atba` tabi`in termasuklah Imam Ahmad bin Hanbal sebagai mana yang didakwa oleh Ibnu Taimiyah. Malah tidak terdapat juga di dalam karya-karya murid-muridnya yang terkenal, Ibnu Al Jauzi dan Al Hafiz Ibnu Kathir.
Mari kita lihat kesesatan faham rububiyah-uluhiyah wahabi :
1. Orang kafir dianggap beriman dengan tauhid rububiyah
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan tersebut diatas :
AJARAN SESAT WAHABI PERTAMA. Puak Wahabi melarang orang belajar tentang sifat 20 pada hal ini dianjurkakn oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Ini jelas dapat dilihat di negara Arab Saudi. Mereka menciptakan suatu pengajian tauhid secara baru yang tidak ada sejak dahulu, baik pada zaman nabi SAW atau pada zaman Sahabat baginda.Pengajian baru itu mereka namakan dengan “Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah”. Tauhid ini ada 2 jenis, kata mereka iaitu:
1. Tauhid Rububiyah iaitu tauhidnya orang kafir dan tauhidnya orang musyrik yang menyembah berhala, atau dengan kata lainnya “Tauhid” orang yang syirik.2. Tauhid Uluhiyah iaitu tauhidnya orang Mukmin, tauhidnya orang Islam serupa iman dan Islamnya puak Wahabi. Mereka mengatakan bahawa dalam Al Quran disebut begini: ” Katakanlah (Wahai Muhammad): Kepunyaan siapakan langit dan bumi dan semua isinya kalau kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah kepada mereka: Mengapa kamu tidak mengambil perhatian?” ( Al Mukminun:84-85)
Dengan ayat ini kaum Wahabi mengatakan bahawa orang kafir pun percaya kepada adanya Tuhan tetapi imannya tidak sah kerana menyembah berhala disamping pengakuannya kepada adanya Tuhan iaitu Allah. Dalil lain yang mereka ajukan adalah: “Dan kalau engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menjadikan matahari dan bulan, mereka akan menjawab: Allah. Maka: Bagaimana kamu berpaling daripada kebenaran?” (Al Ankabut:61)
Jadi kesimpulannya, orang Wahabi, orang kafir mengakui adanya Allah tetapi mereka menyembah selain Allah. Jadi, kata mereka, ada orang yang mengakui adanya Tuhan tetapi menyembah selain Tuhan adalah bertauhid Rububiyah iaitu Tauhidnya orang yang mempersekutukan Allah. Adapun Tauhid Uluhiyah ialah tauhid yang sebenar-benarnya iaitu mengesakan Tuhan sehingga tidak ada yang disembah selain Allah. Demikian pengajian Wahabi.Pengajian seperti ini tidak pernah ada sejak dahulu. hairan kita melihat falsafahnya. Orang kafir yang mempersekutukan Tuhan digelar kaum Tauhid. Adakah Sahabat-sahabat Nabi menamakan orang musyrik sebagai ummat Tauhid? Tidak! Syirik dan Tauhid tidak mungkin bersatu. Hal ini adalah 2 perkara yang berlawanan bagai siang dengan malam. Mungkinkah bersatu siang dengan malam serentak?Begitulah juga tidak adanya syirik dan tauhid bersatu dalam diri seseorang. Sama ada dia Tauhid atau Musyrik. Tidak ada kedua-duanya sekali. Jelas ini adalah ajaran sesat dan bidaah yang dipelopori oleh puak Wahabi & kini telah merebak ke dalam pengajian Islam teruatamnya di Timur Tengah. Kaum Wahabi yang sesat ini menciptakan pengajian baru dengan maksud untuk menggolongkan manusia yang datang menziarahi makam Nabi di Madinah, bertawasul dan amalan Ahlussunnah wal Jamaah yang lain sebagai orang “kafir” yang bertauhid Rububiyah dan yang mengikuti mereka sahaja adalah tergolong dalam Tauhid Uluhiyah. (email dari Sayyid Imran Assegraaf).
**************************************************************************************************************
wahai wahabi itu adalah “perkataan orang-orang kafir” yang mana perkataan mereka tidak sama seperti keyakinan didalam hati mereka dan perbuatan mereka.Dan mereka sama sekali tidak termasuk kategori “ iman“ dari segi manapun. Lihat definisi iman menurut ahlusunnah :
“iman adalah menyakini Allah dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan (kitab sulam taufiq)”. Maka penafsiran ahlusunnah dalam ayat ini :
Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” “Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61) “Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)
Mereka (orang-orang kafir dalam ayat diatas) tidak digolongkan dalam “beriman”karena ini adalah hanya sekedar “ucapan” tapi tidak ada keyakinan dalam hati dan tidak diamalkan dalam perbuatan. Ahlusunnah menyimpulkan “orang yang menyakini tauhid dan bisa menjawab pertanyaan munkar-nakir dalam kubur saja yang digolongkan telah “beriman”.
Ketahuilah wahai wahabi! Jika manusia mati dan dimasukan kedalam kubur maka akan ditanya oleh malaikat tiga perkara :
Man rabbuka ? (Siapa Tuhan (Rabb) kamu?
Maka mukminin (orang2 yang beriman) akan menjawab : Allahu Rabbii (Allah adalah rabb (tuhan) kami!
Kenapa Allah tidak bertanya siapa ilah kamu ? (uluhiyah versi wahabi)
karena tauhid itu adalah iman yang tidak bisa dibedakan /atau dipisah2kan (rububiyah dan Uluhiyah)!, Seseorang yang beriman pada rubbubiyah pasti juga beriman pada uluhiyah!.
Sedangkan aqidah sesat wahabi ini mengatakan : orang ini (orang kafir) beriman pada rububiyah tapi tidak beriman pada uluhiyah!
sungguh kesesatan tauhid yang nyata!
2. Dalam menjelaskan makna Tauhid, Wahabi menafsirkan kalimat “laa ilaha illallah ” tanpa menyertakan penafsiran kalimat “Muhammadarrasulullah”
Sehingga akan mengkafirkan orang2 yang mukmin (yaqinnya hanya pada Allah) tapi ia “bertawasul dengan nabi”, “bertabaruk dengan benda-benda peninggalan nabi” dsb. (padahal tawasul dan tabaruk adalah sunah Para Nabi).
Hujjah ahlusunnah Dalam Perkara ini :
Dalam penafsiran makna aqidah islam tidak boleh memisahkan antara kalimat iman “laa ilaha illallah ” Dengan Kalimat Amal ““Muhammadarrasulullah”.
Maka kenapa ahlusunnah dan nabi adam, nabi yusuf, shahabat nabi dan shalafushalih bertawsul dan tabaruk ?Maka jawaban lisan kami dan keyakinan hati kami menjawab :
“Kami yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Untuk masalah ini kami jelaskan makna kalimat tauhid “Laa ilaha illallah – Muhammadarrasulullah” :
a) Maksud Kalimat iman “laa ilaha illallah “
Ketahuilah! Bahwa kalimat “laa ilaha illallah ” adalah kalimat”iman (dalam kenyakinan/i’tiqad dalam hati”
Makna ” Menyakini bahwa makhluq (selain Allah) tidak punya kuasa apapun!, Hanya Allah yang punya kuasa (Hanya Allah yg dapat memberi manfaat dan mudharat, Allah yang menciptakan, memelihara, memberi rizqi, menghilangkan sakit, menurunkan hujan dsb.)”
Seperti : Makan tidak boleh memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang!
Minum tidak boleh menghilangkan haus, tapi Allah yang menghilangkan Haus!
inilah maksud kalimat ini, sedangkan kenapa kita makan, minum dsb? Akan dijelaskan dengan kalimat tauhid yang kedua “Muhammadarrasulullah”
b). Maksud kalimat amal “Muhammadarrasulullah”
Maka Kalimat iman “laa ilaha illallah ” dalam iqrar al’ubudiyah (janji penghambaan kita pada Allah /syahadat ) tidak boleh dipisahkan dengan Kalimat amal yaitu “Muhammadarrasulullah”.
Maksudnya : Segala perbuatan yang akan membawa kejayaan didunia dan ahirat adalah hanya dengan mengikut sunah nabi Muhammad saw.
Jadi, kita akan jawab : “Saya yakin bahwa makanan tidak boleh yang memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang. Saya Makan karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
- (karena Allah perintahkan untuk makan adan bekerja yang halal “kuluu minathayibati wa’malu shalihaa”(al qur’an)
- dan juga rasulullah makan dan minum dgn penuh adab dan do’a (lihat kitab hadits bab makan ).
Jadi mengenai tawassul dan tabaruk :
Maka jawaban lisan kami dan keyakinan hati kami menjawab :
“Kami yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Dalil-tawasul dan Tabaruk :
Nabi Adam Bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi Muhammad Lahir Umar ra. berkata bahwa baginda Rasulullah SAW berkata : “Tatkala Nabi Adam a.s. telah berbuat kesalahan (yang dengan sebab itu nabi Adam a.s. telah dihantar dari sorga ke dunia ini maka baginda a.s. senantiasa berdoa dan beristighfar sambil menangis-nangis). Sekali beliau mengangkat kepalanya ke langit dan memohon :“Ya Allah aku memohon (keampunan) kepada Engkau dengan berkat Muhammad SAW “ Maka Allah SWT mewahyukan kepadanya : “Siapakah Muhammad SAW ini, yang engkau memohon keampunan dengan berkatnya? Baginda a.s menjawab : Ketika Engkau jadikan aku, maka sekali daku melihat ke ‘arsymu dan terpandang tulisan Laa ilaha illallahu Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan Allah – Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah). Maka aku yakin bahwa tiada siapa pun yang lebih tinggi darinya disisiMu yang namanya Engkau letakan bersama Nama Mu”. Lantas Allah mewahyukan kepada baginda a.s. : ” Wahai Adam, sesungguhnya dia adalah Nabi Akhir zaman dari keturunanmu. Sekiranya dia tidak ada maka pasti aku tidak akan menciptakanmu” (Dikeluarkan dari Thabrani dalam Jami’ushaghir dan juga Hakim dan Abu Nu’aim dan Baihaqi keduanya dalam dalam kitab ad-dalail). Keterangan : Pada masa itu apa dan dengan cara bagaimanakah baginda Adam as memohon keampunan kepada Allah SWT tentang hal ini didapati berbagai macam riwayat tetapi tidak ada perselisihan dalam riwayat tersebut. Ibnu Abbas ra berkata bahwa Nabi Adam as pernah menangis yang jika tangisan seluruh manusia dikumpulkan maka tidak akan menyamai tangisan Adam as. Sehingga baginda tidak mengangkat kepalanya ke langit. Didalam sebuah hadits diterangkan : “Andaikata titisan airmata nabi Adam as ditimbang dengan titisan airmata seluruh anak cucunya. Maka titisan air mata beliaulah yang akan memberati.” Maka dalam keadaan yang sedemikian itu bagaimana baginda bermunajat dan memohon pengampunan itu tidak mungkin diduga oleh manusia biasa. Oleh itu tentang cara-cara mengenai memohon keampunan yang diterangkan dalam hadits diatas tidaklah terdapat kesukaran apapun. Salah satunya adalah memohon keampunan dengan bekat baginda SAW dan tertulisnya kalimah “laa ilah illallah Muhammadurrasulullah” di Arsy juga disebutkan dalam hadits yang lain. Baginda SAW bersabda : Saat aku memasuki syurga (pada malam mi’raj) aku melihat kedua belah pintu surga tertulis 3 baris kalimat. Kalimat Pertama : Laa ilaha illallahu Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan Allah – Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah) Kalimat kedua : maa qaddamnaa wajadnaa wamaa akalnaa rabihnaa wamaa khalafnaa khasarnaa “Apa-apa yang telah kami hantar kemuka (sedekah dsb) telah diterima. Apa-apa yang telah kami makan (didunia) telanh menguntungkan kami. Dan apa-apa yang kami tinggalkan (didunia) telah merugikan kami Kalimat ketiga : “ummatummadznibatun warabbun ghafuurun” “Umat adalah pendosa dan Tuhan pengampun” (Fadhilat Dzikir, Hadits 2 8) Jadi telah jelas bahwa Nabi Adam bertawasul dengan nabi Muhammad SAW sebelum nabi dilahirkan karena ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama Nabi MUhammad Tertulis di ‘Arsy. Jadi saat rasulullah belum dilahirkan, saat rasulullah hidup maupun saat rasulullah sudah wafat….maka dibolehkan bertawasul dengan keberkatan Nabi SAW. (karena ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama Nabi MUhammad Tertulis di ‘Arsy).
3. Kesesatan tauhid Asma’washifat wahabi adalah mengambil makna dhahir af’al (perbuatan) Allah dalam ayat dan hadits Mutasyabihat. Sehingga mensifati Allah dengan sifat makhluq seperti yang disebutkan dalam kitab-kitab mereka : Tuhan duduk, Tuhan Di arsy, Tuhan dilangit, Tuhan punya dua tangan, punya jari-jari, punya dua kaki, tuhan berlari kecil, tuhan berjalan, tuhan naik turun dsb.
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan ini :
1. wahabi katakan : “Allah punya Tangan tetapi beda dng tangan Makhluk” mereka katakan mereka menerima secara zahir,lalu mereka katakan lagi bahwa yg zahir itu beda dng zahirnya makhluk….
kami bertanya : lalu makna zahir mana yg mereka katakan “menerima secara zahir” ?? I
nilah akidah akal akalan mereka tak ada satu orangpun salaf al shalih yg berakal seperti ini…..
2. yang punya keyakinan keyakinan kalian bahwa Tuhan bersemayam di ‘arsy.
manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy : seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud? Coba kalian pikirkan, manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy :
seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud? Sudah tentu berdiri lebih dekat ke ‘arsy. Jadi apabila kalian berpendapat bahwa Allah bersemayam di ‘arsy, maka dimanakah hadits yang mengatakan, “Paling dekatnya kedudukan seorang hamba dengan Tuhannya adalah apabila dia dalam keadaan sujud”.
3. Sebelum Allah ciptakan semua makhluq (zaman azali)….. semua makhluq tdk ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya, atas,bawah….smua makluq tdk ada,karena Allah blm ciptakan…..) pada saat itu dimana Allah?
dan setelah Allah ciptakan semua makhluq (langit,arsy,arah,tempat dsb), dimana allah?
Ingat : Sifat allah tetap tdk berubah..sifat allah tdk sama dgn makhluq
4 .kenapa kalian solat masih hadap kekiblat, katanya Allah diatas?
ingat Langit Hanyalah kiblat Do’a….bukan tempat bersemayam Allah….
ingat : Allah ada tanpa tempat dan arah
Biar wahabi ga pening jawab…ane kasih kunci jawabannya :
WAHABI TIDAK IMANI SIFAT QIDAM DAN ZAMAN AZALI
Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
SEDANGKAN MAKHLUQ ADALAH BARU…..
DEFINISI MAKHLUQ DAN ZAMAN AZALI :
[ 1. قال الله تعالى : [لَيس كَمْثله شىءٌ] [سورة الشورى: 11
Allah ta’ala berfirman: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi atas dua bagian; yaitu benda dan sifat benda.
Kemudian benda terbagi menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al Jawhar al Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jisim). Benda yang terakhir ini terbagi menjadi dua macam;
1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.
2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.
Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya.
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta’ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda.
Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.
كَانَ اللهُ ولَم ي ُ كن شىءٌ غَي  ره ” (رواه ” :r 2. قال رسول الله البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).
Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).
Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata: “Allah ta’ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum Menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala sesuatu”.
Al Imam Fakhruddin ibn ‘Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : “Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan “Kapan ada-Nya ?”, “Di mana Dia ?” atau “Bagaimana Dia ?”, Dia ada tanpa tempat”. Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah.
Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat, hlm. 506, mengatakan: “Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam:
أَنت الظَّا  ه  ر فَلَيس فَوقَك شىءٌ وأَنت ” :r 3. قال رسول الله الْبا  ط  ن فَلَيسدونك شىءٌ ” (رواه مسلم وغيره)
Maknanya: “Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah alBathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah- Mu” (H.R. Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat”.
SEDANGKAN IBNU TAIMIYAH DAN WAHABI TIDAK MENGAKUI ADANYA ZAMAN AZALI …
TIDAK MENGAKUI “BAHWA ALLAH ITU ZAT YANG ADA TANPA ADA PERMULAAN”
tIDAK MENGAKUI BAHWA “ADANYA MAKHLUQ DICIPTAKAN OLEH ALLAH. DAN MAKHLUQ ADA PERMULAAN”
PADAHAL MAKHLUQ ADALAH BARU ATAU HADITS
INI DIBUKTIKAN KETIKA DITANYA:
DIMANAKAH ALLAH PADA ZAMAN AZALI (PADA ZAMAN DIMANA ALLAH BELUM MENCIPTAKAN SEMUA MAKHLUQ, BELUM MENCIPTAKAN, ARSY, LANGIT, ARAH, TEMPAT, ATAS, BAWAH DSB”)????
MEREKA AKAN MENJAWAB ALLAH BERTEMPAT DIATAS/ DILANGIT/ DIARSY/ NAIK TURUN DSB INILAH BUKTI MEREKA TIDAK MENGIMANI ZAMAN AZALI

No comments:

Post a Comment