Pages

Tuesday, March 2, 2010

Sakitnya mati

Hasan bin Ali pernah mendengar sabda Rasulullah yang mengatakan, “Pedihnya kematian setara dengan luka-luka tiga ratus tusukan pedang”. Ali Bin Abu Thalib bahkan menyebutkan setara dengan seribu pukulan pedang. Bisa kamu bayangkan bukan bagaimana sakitnya. Jangankan dipukul pedang, lha luka tergores silet saja bisa membuat manusia mengaduh-aduh tak karu-karuan apalagi dipukul-pukul seribu kali dengan pedang.


Gambaran lainnya menyebutkan, pedihnya kematian lebih tajam dari gigi gergaji, lebih tajam dari mata gunting, lebih menyakitkan daripada dipanggang di atas kawah panas gunung berapi. Ibaratnya, maut lebih menyakitkan daripada tusukan pedang, gergaji, atau sayatan gunting.


Ketika Nabi Musa meninggal dunia dan ditanya Allah bagaimana penderitaan yang ia rasakan, Musa menjawab bahwa kejadian itu seperti seekor burung yang dipanggang hidup-hidup. Celakanya lagi nyawanya tak juga lepas dan ia tidak menemukan cara untuk melepaskan diri. Musa juga menggambarkan peristiwa itu seperti kambing hidup yang sedang dikuliti.


Aisyah ra pernah mengatakan ketika Nabi Muhammad SAW akan meninggalkan dunia fana ini, ada secangkir air penuh tergeletak didekat beliau. Beliau mencelupkan tangannya ke dalam cangkir berulang-ulang dan membasahi dan membasuh wajahnya. Beliau berdoa kepada Allah supaya dibebaskan dari sakratul maut.


Begitu juga khalifah kedua Umar bin Khatab ra. Ia meminta Ka’ab menggambarkan keadaan ketika seseorang dalam sakratul maut. Dia menjawab “Pencabutan nyawa dari badan dapat dibandingkan dengan pencabutan duri-duri dari tubuh manusia sehingga seluruh tubuh merasakan cengkeraman rasa sakit yang amat sangat.”


Dalam cerita lainnya, ada sekelompok manusia datang kekuburan dan berdoa kepada Allah untuk menghidupkan seseorang yang telah meninggal. Maksud mereka adalah ingin mengetahui bagaimana penderitaan yang dialami si mayati pada saat malaikat maut beraksi. Atas idzin Allah, si mati yang kebetulan seorang yang bertakwa hidup kembali. Ia berkata, “Aku meninggal 50 tahun yang lalu, namun hingga kini rasa pedihnya belum hilang dari hatiku!”. Bayangkan! Rasa sakit yang dialami ruh si mayat tidak hilang begitu saja. Ia masih merasakannya hingga puluhan tahun. Semoga jadi bahan renungan menuju ke wilayah kesadaran yang dinamakan eling… amien….. (achmad subechi)

No comments:

Post a Comment