Pages

Thursday, January 21, 2010

KISAH NABI DAUD AS DAN NABI SULAIMAN AS (3-3)

Adapun sejumlah faidah yang dapat diambil dari kisah Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS adalah:
Allah telah menceritakan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW sejumlah berita tentang nabi-nabi sebelumnya dari sisi-Nya untuk meneguhkan hatinya dan menentramkan jiwanya, dan Allah telah menceritakan kepadanya mengenai ibadah mereka, kesabaran mereka yang luar biasa serta taubat mereka yang mendorong mereka untuk berlomba dalam berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, dimana mereka berlomba dalam mendekatkan diri kepada-Nya dan kesabaran dalam menghadapi kejahatan yang dilakukan kaumnya. Berkenaan dengan hal itu, maka Allah Ta’ala berfirman, “Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Allah).” (Shad: 17).

Faidah lainnya, bahwa firman Allah, “… dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Allah).” (Shad: 17) merupakan pujian yang agung dari Allah SWT terhadap Nabi Daud AS atas kedua sifat tersebut, yaitu kekuatan hati dan tubuh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan selalu taat kepada-Nya baik lahir maupun bathin karena kecintaan dan kesempurnaan pengetahuan beliau kepada-Nya. Kedua sifat itu dimiliki oleh para nabi dalam kapasitas yang sempurna dan dimiliki oleh para pengikutnya sesuai dengan tingkat kepatuhannya terhadap mereka. Pujian Allah atas kedua sifat tersebut menuntut kesungguhan dalam mengerjakan sebab-sebab yang dapat melahirkan kekuatan dan ketaatan. Sudah semestinya seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam keadaan lapang dan sempit dan dalam segala keadaan.

Faidah lainnya, bahwa Allah SWT telah memuliakan nabi-Nya Daud AS dengan memberinya suara yang merdu dan lembut. Juga gunung-gunung dan burung-burung bertasbih kepada Allah bersamanya dan berbicara kepadanya. Hal itu adalah tambahan derajat dan kedudukannya yang tinggi.

Faidah lainnya, bahwa di antara ni’mat Allah SWT yang besar yang dikaruniakan kepada hamba-Nya, ialah dengan memberinya ilmu yang bermanfaat dan memberitahu ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di antara manusia yang tertera dalam sejumlah pendapat, berlaku dalam sejumlah madzhab dan menetapkan hukum yang tepat dalam menyelesaikan sejumlah perselisihan serta persengketaan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (Shad: 20).

Faidah lainnya, bahwa kesempurnaan perhatian Allah SWT terhadap para nabi-Nya dan para kekasih-Nya ketika sebagian dari mereka terjerumus ke dalam sebagian kekeliruan adalah menguji mereka dengan ujian yang dapat menyadarkan mereka, sehingga mereka kembali lagi ke perilaku mereka yang utama, sebagaimana yang telah terjadi kepada Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS.

Faidah lainnya, bahwa para nabi terpelihara dari dosa karena mendapat teguran langsung dari Allah (ketika mereka terjerumus ke dalam suatu kesalahan). Allah Ta’ala telah memerintahkan secara mutlak supaya mentaati mereka. Tujuan risalah mereka tidak akan tercapai, kecuali dengan adanya pemeliharaan itu. Terkadang sebagian dari mereka memenuhi sebagian tuntutan tabi’at yang menyimpang, tetapi Allah akan menegur mereka dengan segera karena kasih sayang-Nya serta menyuruh mereka supaya bertaubat dan menunjukkan ketaatan.

Faidah lainnya, bahwa Nabi Daud AS telah menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berada dalam mihrabnya untuk menghambakan dirinya kepada Rabbnya, akan tetapi ia memiliki waktu untuk melayani kepentingan manusia, sehingga ia dapat menunaikan hak Allah Ta’ala dan hak hamba-hamba-Nya dengan sempurna.

Faidah lainnya, bahwa sudah semestinya memperhatikan etika ketika menemui orang lain, khususnya ketika menghadap para penguasa atau para pemimpin. Karena ketika dua orang yang berseteru menghadap Nabi Daud AS pada waktu yang tidak tepat dan tidak melalui pintu masuk, maka Nabi Daud AS pun merasa kaget dengan kedatangan mereka dan menegur perbuatan mereka yang tidak patut.

Faidah lainnya, bahwa keburukan etika serta perbuatan yang tidak pantas yang diperlihatkan orang yang berseteru tidak boleh menghalangi seorang penguasa untuk menetapkan hukum dengan benar.

Faidah lainnya, bahwa Nabi Daud AS memiliki kesabaran yang sempurna, sehingga ia tidak marah saat dua orang yang berseteru menghadapnya tanpa meminta izin terlebih dahulu serta tidak menghardik dan mencaci keduanya.

Faidah lainnya, bahwa dibolehkan bagi seseorang yang dizhalimi mengatakan kepada orang yang menzhaliminya: “Kamu telah menzhalimiku, atau wahai orang zhalim dan sejenisnya, atau wahai orang durhaka, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “… (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain.” (Shad: 22).

Faidah lainnya, bahwa seseorang yang diberi nasehat, meskipun ia memiliki kedudukan yang tinggi dan pengetahuan yang luas, maka tidak sepatutnya ia marah atau benci kepada orang yang telah menasehatinya. Bahkan semestinya ia segera menerima nasehatnya dan berterima kasih kepada orang yang telah menasehatinya seraya memuji Allah Ta’ala karena telah memberinya nasehat melalui tangan seorang penasehat. Selain itu, Nabi Daud AS tidak mencaci perkataan kedua orang yang berseteru yang berkata kepadanya, “… maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” (Shad: 22).

Faidah lainnya, bahwa hubungan dan pergaulan di antara kerabat, sahabat dan para pekerja serta sejumlah transaksi yang bersifat duniawi dan berkaitan dengan harta terkadang menimbulkan perselisihan dan sebagian dari mereka terkadang menzhalimi sebagian yang lainnya, dan tidak ada yang dapat menolak penyakit yang kronis serta membahayakan ini kecuali ketakwaan, kesabaran, keimanan dan amal shaleh, tetapi obat mujarab ini sedikit sekali dimiliki manusia.

Faidah lainnya, bahwa kemuliaan yang diberikan Allah Kepada Nabi Daud AS serta Nabi Sulaiman AS adalah kedudukan yang dekat di sisi-Nya dan tempat kembali yang baik, dimana tidak ada seorang pun yang beranggapan bahwa apa yang telah dikaruniakan Allah kepada keduanya sebagai bukti kekurangan derajat keduanya di sisi Allah. Hal itu adalah kesempurnaan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Ketika Allah mengampuni mereka serta menghilangkan pengaruh dosa-dosa mereka, niscaya Allah akan menghilangkan pengaruh yang terkait dengan pengaruh dosa tersebut hingga pengaruh yang mengakar di dalam hati manusia, dan hal tersebut tidak akan terjadi, kecuali atas karunia Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Perkasa.

Faidah lainnya, bahwa sungguhnya kedudukan hukum di hadapan manusia mimiliki kaitan yang erat dengan kedudukan agama yang dikuasakan kepada para rasul Allah dan orang-orang tertentu, dan orang yang bertugas menegakannya wajib menetapkannya dengan benar dan tidak mengikuti hawa nafsu. Sedang penetapan hukum dengan benar membutuhkan pengetahuan mengenai ketentuan-ketentuan hukum syari’at dan pengetahuan tentang kasus yang akan dihukumi serta pengetahuan tentang bagaimana menempatkan kasus itu dalam koridor hukum-hukum syari’at secara menyeluruh, dan orang yang tidak mengetahui salah satu dari hal-hal tersebut, maka tidak diperbolehkan baginya menetapkan hukum di antara manusia.

Faidah lainnya, bahwa Nabi Sulaiman AS telah mewarisi sejumlah keutamaan Nabi Daud AS serta mendapatkan sejumlah karunia dari Allah, sebagaimana Allah SWT berfirman, “Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta'at (kepada Rabbnya).” (Shad: 30). Ini adalah kemuliaan teragung dan penghormatan terbesar kepada Nabi Sulaiman AS.

Faidah lainnya, bahwa banyak sekali kebaikan serta karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi pilihan, dimana Allah mengkaruniakan kepada mereka akhlak yang baik dan amal shaleh, kemudian Allah memuji mereka dengan sebab karunia-Nya tersebut dan membalasnya dengan sejumlah pahala yang bermacam-macam. Jadi Allah Ta’ala yang mengkaruniakan sejumlah sebab dan akibatnya.

Faidah lainnya, bahwa Nabi Sulaiman AS mengutamakan (mendahulukan) kecintaannya kepada Allah Ta’ala melebihi kecintaannya kepada segala sesuatu selain-Nya, sehingga ia melepaskan kuda yang melalaikannya dari mengingat Rabbnya hingga hilang dari pandangan.

Faidah lainnya, bahwa segala sesuatu yang melalaikan seorang hamba dari melakukan ketaatan kepada Rabbnya adalah tercela dan harus menjauhinya dan berpaling kepada sesuatu yang bermanfaat baginya.

Faidah lainnya, bahwa sebagai balasan atas perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman AS ketika melepaskan kuda yang telah melalaikannya dari mengingat Allah, maka Allah menundukan angin serta syetan-syetan kepadanya. Jadi orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik darinya.

Faidah lainnya, bahwa penundukkan syetan-seyetan serta angin hanya dikaruniakan Allah kepada Nabi Sulaiman AS yang tidak akan dikaruniakan Allah kepada siapa pun setelah Nabi Sulaiman AS. Karena itu, maka ketika pada suatu malam Nabi SAW menangkap syetan yang telah meludahinya dan mengikatnya pada salah satu tiang masjid, seraya bersabda, “Aku membaca do’a saudaraku Sulaiman, kemudian aku meninggalkannya.” *

Faidah lainnya, bahwa Nabi Sulaiman AS adalah seorang raja dan seorang nabi. Sebagai seorang raja, tentunya ia memiliki kebebasan kehendak dalam melakukan segala sesuatu yang dikehendakinya, tetapi karena kesempurnaannya, maka ia tidak menghendaki apapun, selain kebaikan serta keadilan. Kenyataan itu; tentunya berbeda sekali dengan seorang nabi dan seorang hamba. Sebagai seorang hamba; tentunya ia tidak memiliki kebebasan kehendak, dan kehendak yang ada padanya adalah kehendak mengikuti kehendak Allah, sehingga ia tidak mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, kecuali megikuti perintah, seperti keadaan Nabi kita Muhammad SAW.

Faidah lainnya, bahwa Allah mengkaruniai Nabi Sulaiman AS kerajaan yang besar, yang di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak mungkin tercapai dengan melakukan sebab-sebab, tetapi semata-mata adalah takdir Allah Yang Maha Pemurah. Misalnya: tunduknya angin mengikuti perintahnya, tunduknya syetan-syetan, pasukan tentaranya terdiri dari manusia, jin serta burung. Burung-burung telah memperlihatkan pengabdian yang besar kepadanya. Nabi Sulaiman AS telah mengutusnya ke berbagai pelosok menyampaikan sejumlah berita serta membawa sejumlah berita mengenai pelosok yang dikunjunginya. Allah Ta’ala telah mengkaruniakan kepahaman kepada burung-burung itu dan pengetahuan mengenai perilaku manusia seperti yang telah dikisahkan Allah Ta’ala kepada kita dalam kisah ini. Juga pengabdian yang diperlihatkan seseorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab, ketika ia mampu mendatangkan singgasana (istana) ratu Saba’ sebelum matamu berkedip. Ini merupakan tanda-tanda kebenaran risalah para nabi. Meskipun manusia mencapai kemajuan yang luar biasa dalam sejumlah ilmu alam dan memiliki keahlian yang mumpuni dalam bidang teknologi, tetapi mereka tidak akan mampu mencapai karunia yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Sulaiman AS.

Faidah lainnya, bahwa sudah semestinya para penguasa serta para pemimpin menanyakan keadaan sejumlah penguasa, sejumlah pemimpin serta sejumlah tokoh kharismatik. Tetapi tidak cukup hanya bertanya saja, melainkan harus mengetahui pengalaman mereka, pengetahuan mereka dalam berbagai bidang dan kecenderungan pikiran mereka sebagaimana yang dilakukan Nabi Sulaiman AS terhadap ratu Saba’, dimana Nabi Sulaiman AS mengujinya supaya mendapat petunjuk tentang kesempurnaan akal ratu Saba’ dan kebijakan yang harus diambilnya, dan ia tidak cukup hanya bertanya. Dalam hal itu terdapat sejumlah faidah yang besar bagi para raja yang memang sangat mereka perlukan, dan kesempurnaan seorang raja ialah jika bahtera kekuasaannya dipenuhi para tokoh yang sempurna.


NOTE:
* HR. Al-Bukhari (461) dan Muslim (541) (39) dari hadits Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Ifrit itu adalah dari jenis jin, dimana ia telah meludahiku kemarin supaya aku memutuskan (membatalkan) shalatku, lalu Allah memberiku kemampuan untuk menangkapnya, kemudian aku menangkapnya dan mengikatnya pada salah satu tiang masjid, sehingga kamu semua dapat melihatnya, kemudian aku membaca do’a saudaraku Sulaiman,’Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.’ (Shad: 35), kemudian aku mengusirnya dalam kadaan terhina.”


sumber: www.alsofwah.or.id
Diposkan oleh abu dihyah al-haazim di 16:47:00 0 komentar

No comments:

Post a Comment