Pages

Monday, November 21, 2011

Pujian yang dilarang oleh Rasulullah SAW


by peribadirasulullah

http://rumaysho.com/images/stories/pujian_memuji.jpg

Sebagian orang mungkin gila akan pujian sehingga yang diharap-harapkan adalah komentar baik orang lain. Padahal pujian seringkali menipu. Begitu pula kita pun sering berperilaku memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif, ini adalah suatu hal yang tidak baik. Coba baca hadits-hadits berikut yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dengan beberapa tambahan bahasan lainnya.

Memuji Orang Lain di Hadapannya Sama dengan Menyembelihnya

Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda,

ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك - وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً

"Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”'Saya kira si fulan demikian kondisinya." -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]

Abu Musa berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda,

أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ - الرجل

”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]

Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, "Kami duduk bersama Umar [ibnul Khaththab radliallahu 'anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar lalu berkata,

عقرت الرجل، عقرك الله

"Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara sanad)

’Umar berkata,

المدح ذبح

"Pujian itu adalah penyembelihan.”(Shahih secara sanad)

Muhammad (guru imam Bukhari-ed) berkata,

يعني إذا قبلها

“(Hal itu berlaku) apabila ia senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”

Boleh Memuji Jika Aman dari Fitnah (Sisi Negatif)

Dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل

"Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,

وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان

Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih) Ash Shahihah (875): [Saya tidak mendapatkannya di salah satu kitab induk hadits yang enam]. Saya (Syaikh Al Albani) berkata: “Bahkan hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Silakan lihat Ash Shahihah.”

Menyiramkan (pasir) ke Wajah Orang–orang yang Doyan Memuji

Dari Abu Ma'mar, ia berkata, "Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur. Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب

"Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (Shahih) Ash Shahihah (912), [Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 68]

Dari Atha' ibnu Abi Rabah bahwa ada seorang pria memuji orang lain di hadapan Ibnu Umar. Ibnu Umar lalu menyiramkan pasir pada mulutnya dan berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إذا رأيتم المداحين، فاحثوا في وجوههم التراب

"Jika kalian melihat orang-orang yang doyan memuji maka siramkanlah pasir ke wajahnya .”(Shahih) Ash Shahihah (912)

Dari Mihjan Al Aslamy berkata, "Raja' berkata,

أقبلت مع محجن ذات يوم حتى انتهينا إلى مسجد أهل البصرة، فإذا بريدة على باب من أبواب المسجد جالسٌ، قال: وكان في المسجد رجل يقال له: سكبة، يطيل الصلاة، لما انتهينا إلى باب المسجد - وعليه بردة- وكان بريدة صاحب مزاحاتٍ. فقال: يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟ فلم يرد عليه محجن،ورجع،

”Saya berjalan bersama Mihjan pada suatu hari hingga kami sampai di masjid milik penduduk Basrah. Pada saat itu Buraidah [ibnul Hushaib] sedang duduk di salah satu pintu masjid. Pada masjid itu terdapat seorang pria bernama Sukbah sedang melaksanakan shalat dalam tempo yang terhitung lama. Ketika kami tiba di pintu masjid –di mana Buraidah sedang duduk disana-, Buraidah berkata -Buraidah adalah seorang yang suka bergurau-,

يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟

"Wahai Mihjan, apakah engkau shalat seperti shalatnya Sukbah?” Mihjan tidak menjawabnya tetapi dia lalu pulang.

Raja’ berkata, ”Mihjan lalu berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memegang tanganku lalu kami pergi bersama hingga menaiki gunung Uhud. Kemudian beliau menatap kota Madinah, beliau lalu bersabda,

ويل أمها من رية، يتركها أهلها كأعمر ما تكون؛ يأتيها الدجال، فيجد على باب كل من أبوابها ملكاً، فلا يدخلها

”Kota ini (Madinah) terancam bahaya. Dia ditinggalkan oleh penghuninya dalam keadaan makmur. Dajjal mendatanginya lalu mendapati malaikat pada setiap pintunya, maka dia tidak dapat memasukinya.”

Beliau lalu turun kembali. Ketika kami sampai di masjid, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang pria melaksanakan shalat, sujud dan ruku'. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya kepadaku,

من هذا؟

”Siapa dia?”

Saya berkata dengan nada memujinya,

يا رسول الله ! هذا فلان، وهذا

”Wahai Rasulullah, dia adalah fulan dan kondisinya demikian ...” Beliau lalu bersabda,

أمسك، لا تُسمعه فتهلكه

"Cukup jangan engkau memperdengarkan pujianmu sehingga engkau membinasakannya.”

Mihjan berkata, ”Beliau lalu pergi. Ketika sampai di kamarnya beliau seolah meniup dua tangannya sambil bersabda,

إن خير دينكم أيسره، إن خير دينكم أيسره

"Sesungguhnya sikap beragama yang terbaik adalah mengerjakan kewajiban agama sesuai dengan kemampuan.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (Hasan) Ash Shahihah (1635)

Jangan Tertipu dengan Pujian Orang Lain

Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)

Doa yang Diucapkan Ketika Dipuji Orang Lain

Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)

Selalu Raih Ikhlas dan Jangan Cari Muka (Cari Pujian)

Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”

Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:

1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.

2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.

3. Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).

(Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H)

Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.

Semoga yang sederhana ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

@ Ummul Hamam – Riyadh KSA, 14 Dzulqo’dah 1432 H (12/10/2011)

www.rumaysho.com

No comments:

Post a Comment