Pages

Saturday, September 4, 2010

Rahsia Malam Lailatul Qadar


Lailatul Qadar adalah merupakan satu hadiah Allah kepada kita, umat Nabi Muhammad s.a.w. Lailatul Qadar adalah makhluk Allah. Ia adalah malam yang paling tinggi kedudukannya dalam Islam, diikuti oleh malam Nisfu Syaaban. Malam ini diturunkan atau dijadikan Allah untuk meningkatkan kedudukan atau pangkat manusia kerana siapa yang bertemu dengannya dalam keadaan melakukan apa jua ibadat atau memikirkan kebesaran Allah, dia mendapat pahala seperti beribadat selama 1000 bulan atau 84 tahun.
Al-Qadr [3] Malam Lailatul-Qadar lebih baik daripada seribu bulan.
Namun siapa yang tidak bertemu dengannya, dia tetap mendapat pengampunan daripada Allah asalkan dia berusaha untuk mendapatkannyaTidak ada ruginya sesiapa yang mencari Lailatul Qadar samada dia mendapatnya atau tidak, dia tetap beruntung.
Sesiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lepas dan sesiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lepas.” Riwayat Bukhari dan Muslim
Lailatul Qadar adalah satu suasana, iaitu suasana yang sepi. Walaupun ada ulama berpendapat ia bermula selepas waktu Maghrib, namun ada yang berpendapat ia adalah sepertiga akhir malam, kerana selepas waktu inilah suasana sepi malam mula terasa, misalnya sekitar jam 3.30 pagi. Malam itu tidak panas dan tidak sejuk dan pada paginya matahari naik tidak banyak cahayanya kerana banyak malaikat turun naik pada malam itu:
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:“Malam al-Qadar adalah malam yang indah penuh kelembutan, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin. Manakala pada keesokan harinya sinar mataharinya kelihatan melemah kemerah-merahan.” (Hadis Riwayat ath-Thayalisi (394), Ibnu Khuzaimah (3/231), al-Bazzar (1/486) dan sanadnya hasan)
“Pagi hari (setelah) Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan (tanpa sinar), seakan-akan ia bejana sehinggalah ia meninggi.” (Hadis riwayat Muslim (762))
Majoriti ulama berpendapat ia berlaku pada bulan Ramadahan, walaupun ada sahabat yang bertemu dengannya di luar Ramadhan. Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil 10 malam terakhir. Rasulullah s.a.w. sebenarnya telah mendapat tahu dari Malaikat Jibril tentang bilakah malam Lailatul Qadar, namun belum sempat Baginda hendak memberitahu sahabat, Baginda terlupa kerana melihat dua orang sahabat sedang bertengkar.
“Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kamu berkenaan Lailatul Qadar, tetapi ada dua orang sedang berselisih sehingga pengetahuan berkenaannya tidak diberikan. Mudah-mudahan ini lebih baik bagi kamu, carilah di malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain, pada malam ke tujuh, sembilan dan lima).” (Hadis Riwayat al-Bukhari (4/232))
Berdoalah agar dipertemukan dengan Lailatul Qadar. Allah akan beri hadiah yang besar kepada mereka yang mencarinya dan ia juga adalah satu hadiah. Allah akan pertemukan mereka yang mencarinya, hargailah malam ini. Sekirnya bertemu dengannya, berdoalah seperti yang diajar oleh Rasulullah kepada Aisyah r.a. Siti Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang doa apakah yang perlu diminta jika bertemu Lailatul Qadar. Jawab baginda bacalah “Allahumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbull ‘afwa , fa’fu ‘anni, seperti yang selalu dibaca selepas sembahyang terawih.
Telah diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahawa dia bertanya, “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mendapat Lailatul Qadar (mengetahui terjadinya), apa yang mesti aku ucapkan?” Beliau menjawab,“Ucapkanlah, Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan Mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Sanadnya sahih)
Pendapat  KH Arwani Faishal
Malam Lailatul Qodar dan Kapan Lailatul Qadar itu ?
Published by Syafii on September 9, 2009 under Ramadhan 1430 H
Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya.
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malm kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1)
Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa.
Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (ةalam kebaikan).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3)
Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat.
Kapan Lailatul Qadar?
Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengntainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar)
Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain.
أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
“Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.”
Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir.
Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT.
Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya.
Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti.
Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Pencarian lailatul qadar
Oleh PANEL PENYELIDIKAN YAYASAN SOFA, NEGERI SEMBILAN
KITA sudah pun berada dalam sepuluh hari-hari terakhir Ramadan yang dirindui oleh para kekasih Allah SWT. Ini bererti kita sudah memasuki sepertiga terakhir Ramadan yang menandakan Ramadan akan melambaikan salam perpisahannya dalam beberapa hari yang pendek.
Hari-hari ini dirasakan pendek oleh para Solehin kerana mereka begitu yakin dengan ketinggian nilai dan keistimewaan hari-hari ini yang menyebabkan mereka seolah-olah merasa tidak mencukupi dengan saki-baki minit dan jam yang ada.
Begitu banyak amal bakti yang belum sempurna dipersembahkan ke hadrat ilahi. Masih banyak bukti pengabdian yang belum sempurna dipersembahkan ke hadapan-Nya.
Di suatu sudut lain, sebahagian orang pula merasakan hari-hari ini begitu pendek kerana pelbagai kesibukan duniawi apabila mengenangkan Hari Raya yang menjelang tiba.
Pelbagai persiapan pakaian, rumah dan juadah yang hendak disempurnakan. Masih banyak urusan kerja dan perniagaan berkaitan Ramadan dan Aidil Fitri yang belum selesai.
Jika tidak berwaspada, sinar hari-hari terakhir Ramadan ini mudah pudar dan tenggelam dalam keriuhan ambang Syawal sedangkan sepertiga terakhir Ramadan inilah merupakan peringkat terpenting dalam madrasah Ramadan yang sedang kita lalui ini.
Keutamaan lailatul qadar
Keutamaan utama hari-hari terakhir Ramadan ini berputar sekitar pemburuan mendapatkan keutamaan lailatul qadar.
Satu malam gilang-gemilang yang lebih baik daripada 1,000 bulan. Malam yang begitu agung dalam kerajaan langit sehingga diabadikan dalam suatu surah al-Quran yang khusus untuk mengisytiharkan keistimewaannya iaitu surah al-Qadr.
Bagi mereka yang sentiasa menjadikan urusan amal ibadah sebagai tumpuan perhatian dan kebimbangan mereka, inilah satu tawaran istimewa daripada Allah SWT yang ‘haram’ dilepaskan.
Sangat malanglah bagi seorang hamba yang dikurniakan hadiah begitu berharga daripada Tuhannya sendiri tetapi tidak mengendahkannya atau tidak menerimanya dengan baik.
Benarlah pesan Rasulullah SAW bahawa, “Sesiapa yang diharamkan mendapat kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telah diharamkan. (daripada mendapat segala kebaikan)”.
Memang lailatul qadar adalah suatu hadiah atau anugerah bagi umat ini. Para ulama meriwayatkan pelbagai riwayat bagaimana lailatul qadar dianugerahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW kerana mengambil kira jangka hayat umat ini yang jauh lebih pendek berbanding umur umat sebahagian nabi-nabi terdahulu.
Dengan beramal-ibadah pada malam ini barulah boleh kita menyaingi kuantiti ibadah umat-umat yang dikurniakan umur yang jauh lebih panjang.
Harus diinsafi bahawa sebagai suatu urusan ibadah, kelebihan utama lailatul qadar bukan terbatas kepada sifir 1,000 bulan yang begitu sinonim dengan malam tersebut.
Dalam mana-mana urusan ibadah nilai utama sesuatu amalan tetap tergantung kepada rahmat dan kasih Tuhan yang menjadi tumpuan sesuatu amalan tersebut.
Oleh itu memburu lailatul qadar bukan bererti kita sekadar mengejar gandaan seribu bulan itu tetapi yang lebih penting, berusaha mencarinya bererti kita bersungguh-sungguh untuk menyambut dan meraikan suatu bukti kasih dan rahmat Allah SWT kepada kita.
Mendapatkan lailatul qadar
Sesuai sebagai anugerah yang begitu bernilai dan berharga, lailatul qadar tidaklah sampai begitu mudah diperolehi oleh sesiapa sahaja tanpa perlu berusaha.
Walaupun kita mewarisi pelbagai panduan dan petua daripada Rasulullah SAW sendiri dan para ulama pewaris Baginda SAW tentang mengenalpasti malam lailatul qadar, masih tidak ada satu kesepakatan tentang bilakah sebenarnya jatuhnya malam itu.
Akhirnya, bolehlah disimpulkan bahawa peluang untuk mendapatkannya adalah lebih cerah bagi mereka yang menghidupkan malam-malam yang ganjil dari 10 malam yang terakhir, sangat cerah bagi mereka yang menghidupkan kesemua malam terakhir dan paling terjamin bagi mereka yang menghidupkan kesemua malam-malam Ramadan.
Juga harus diingat, para ulama turut berpandangan bahawa siangnya lailatul qadar juga perlu diisi dengan amal ibadah sama seperti malamnya.
Sesuai sebagai tanda rahmat dan pemberian Tuhan, lailatul qadar tidaklah pula terlalu sukar dan terlalu jauh dari capaian kita. Ia ditentukan jatuh di dalam bulan Ramadan.
Bulan Ramadan adalah bulan ibadah umat ini yang mana rata-ratanya malam-malam Ramadan adalah malam-malam yang lebih baik pengisian ibadahnya bagi kita semua.
Walaupun sebahagian ulama berpandangan bahawa kelebihan lailatul qadar dicapai dengan menghidupkan sebahagian besar malam itu, sebahagian ulama meriwayatkan bahawa untuk syarat minimum untuk mendapatkan sebahagian laba malam ini bukannya terlalu sukar.
Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatto’ misalnya, meriwayatkan pandangan Ibnul Musayyib bahawa, “Sesiapa yang mengerjakan solat Isyak pada malam lailatul qadar secara berjemaah, maka sesungguhnya dia telah mendapat laba / bahagian daripadanya (lailatul qadar)”.
Pandangan-pandangan yang lebih ringan ini meletakkan syarat mendapatkan lailatul qadar pada menjaga solat-solat fardu pada malam tersebut.
Jika pandangan ini yang kita ambil nescaya mendapatkan lailatul qadar bukannya terlalu sukar dan boleh diusahakan oleh semua orang. Tetapi Tuhan itu Maha Adil, hakikatnya, mereka yang biasa lalai tetap akan lalai dan gagal hatta untuk menjaga solat-solat fardu ini walaupun di malam-malam akhir Ramadan.
Semoga Allah menjauhkan diri kita dan mereka yang bersama kita daripada tergolong dalam golongan yang lalai.
Zikir dan doa yang diajarkan oleh nabi SAW untuk lailatul qadar juga cukup pendek mampu diamalkan oleh semua orang. Maka marilah kita memperbanyakkan doa ini di hari-hari ini, Allahumma innaka ‘Afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘nniy yang maksudnya, “Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun , sukakan keampunan maka ampunilah aku”.
Walaupun pintu untuk kita menghayati lailatul qadar melalui ibadah khusus lebih terbuka di bulan Ramadan dengan budaya dan suasananya yang tersendiri, ini tidak menafikan hakikat luasnya makna dan bentuk ibadah dalam Islam.
Mereka yang terpaksa menyelesaikan tugasan dan kerja mereka yang tidak bercanggah dengan agama dan dalam kadar yang sesuai dengan bulan Ramadan ini, tetap boleh meniatkan kerja-kerja mereka sebagai sebahagian daripada usaha mereka untuk mendapatkan dan menghayati lailatul qadar.
Menghantar Pulang Tetamu Agung
Ramadan, tetamu agung yang setia datang berkunjung setiap tahun tetap akan pergi meninggalkan kita sedikit masa lagi.
Mereka yang benar-benar menghayati dan mendapat faedah dari kedatangan Ramadan dengan menikmati kemanisan iman dan peningkatan takwa yang datang bersamanya sudah tentu menghadapi saat-saat perpisahan ini dengan penuh kesedihan berbaur kebimbangan dan pengharapan.
Sedih mengenangkan perpisahan dengan bulan yang dikasihi ini. Bimbang adakah amalan diterima dengan tahap penghayatan yang tidak seberapa. Berharap agar dosa-dosa diampunkan, dikembalikan kepada fitrah serta berharap agar bertemu lagi dengan Ramadan yang akan datang.
Inilah sikap yang diriwayatkan daripada sebahagian para salaf. Mereka berdoa kepada Allah SWT selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadan. Setelah itu mereka berdoa pula selam enam bulan berikutnya agar Allah SWT menerima amalan mereka di bulan Ramadan yang berlalu.
Semoga Allah mengurniakan kita himmah yang tinggi dalam beragama seumpama mereka. Marilah kita menghantar pulang Ramadan kali ini hingga ke ‘hujung desa’. Ibarat menjamah juadah yang paling kita gemari, janganlah kita tinggalkan Ramadan kali ini bersisa sedikitpun.
Ibarat suatu perlumbaan marathon yang kita sertai, apalah gunanya kita hebat di peringkat awal larian hanya untuk lemah-lesu ketika menuju garisan penamat. Marilah kita rebut setiap ketika yang berbaki di bulan Ramadan kali ini dan mengisinya dengan sebaik mungkin.
Sesungguhnya La hawla wala quwwata illa billah al-’Aliyyil ‘Adzim yang maksudnya, “Tiada daya (menghindari maksiat) dan tiada kekuatan (melakukan ketaatan) melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”.
Malam Lailatul Qadar
Published by Syafii on August 30, 2009 under Ramadhan 1430 H
Banyak riwayat penjelasan mengenai malam mulia ini sbgbr saya sebutkan beberapa riwayat :
Malam lailatulqadar adalah malam 27 ramadhan, yg mana keesokan harinya matahari terbit namun tidak bersinar(tertutup awan tipis). (Shahih Muslim hadits no.762).
Malam lailatulgadar adalah 7 malam terakhir di bulan ramadhan (Shahih Muslim hadits no.1165).
malam lailatulqadar adalah sepuluh hari terakhir di malam ganjilnya (Shahih Muslim hadits no.1165)
dan masih banyak lagi riwayat lainnya yg menyifatkan malam mulia ini, siapapun Ummat Muhammad saw bisa mendapatkannya, namun kembali kepada diri mereka sendiri maukah mereka mendapatkannya dengan banyak berdzikir di malam hari, mneinggalkan televisinya dan kesibukan dunianya di malam malam mulia itu.
Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
Mengenai malam lailatulqadr, itu tidak bisa dipastikan kapan munculnya, perlu saya jelaskan bahwa Lailatulqadr adalah salah satu malam dibulan Ramadhan yg sangat mulia, beda dari malam malam lainnya.
jadi bila kita beribadah setiap malam saja niscaya dapatlah salah satunya adalah lailatulqadr,
Lailatulqadr itu adalah kemuliaan sejak terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar. sebagaimana Firman Nya “KESEJAHTERAAN PADANYA (malam itu) HINGGA TERBITNYA FAJAR”. (QS Al Qadr).
jadi bukan suatu saat tertentu, tapi suatu malam tertentu, maka siapa saja yg beribadah di malam itu dihitung ibadah 1000 bulan.maka untuk memastikan kita mendapat lailatulqadr maka kita beribadah setiap malam, misalnya tarawih, tambah istighfar misalnya 1000X, atau alqur’an, maka pastilah salah satunya mengenai malam lailatulqqadr.
namun di malam lailatulqadr itu ada yg disebut SA’ATUL IJAABAH, suatu saat yg cuma beberapa detik saja, yg barangsiapa berdoa saat itu pastilah dikabulkan Allah swt, saat2 mulia itu ada juga di setiap hari jumat, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.
siapapun bisa mendapatkan kemuliaan Lailatulqadr, namun tentunya Ummat Muhammad saw yg rajin beribadah di malam ramadhan. Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
LAYLATUL QADAR
Sabda Rasulullah saw : temuilah Lailatulqadr pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan” (Shahih Bukhari)
maka ada riwayat yg menyebut malam ganjil, dan ada yg tidak menyebut malam ganjil, dan kedua riwayat itu kesemuanya shahih, dan teriwayatkan pada shahih Bukhari . Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
Mengenai lailatulqadar diberikan untuk seluruh ummat beliau saw, mereka yg ibadah di malam itu maka dikalikan pahalanya seakan melakukannya setiap malam selama 1000 bulan, misalnya kita tarawih dimalam itu 23 rakaat, maka dihitung pahala shalat malam selama tiap malam selama 1000 bulan, maka beruntunglah yg banyak beribadah dimalam itu, maka semua ummat mendapatkannya, namun tergantung sedikit banyaknya mereka ibadah di malam itu. Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
Lailatul Qadar adalah sepanjang malam sejak terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah swt pada surat Alqadr : “Kesejahteraan dimalam itu hingga terbitnya fajar” (QS Al Qadr)maka siapa saja yg beribadah dimalam itu maka ia mendapat pahala ibadahnya 1000 bulan, misal ia shalat tarawih dimalam itu maka ia mendapat pahala tarawih tiap malam selama 1000 bulan, mereka yg tobat pada Allah di malam itu maka ia mendapat pahala tobat setiap malam selama 1000 bulan, Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
AYLATUL QADAR
PENDAHULUAN
Kita amat bersyukur menjadi Umat Islam kerana sentiasa diberikan bonus oleh Allah SWT. Ada bonus yang bersifat berterusan seperti kontrak nyawa, subsidi hidup dan bantuan ihsan. Ada pula yang boleh didapati secara berkala sempena kedatangan bulan, minggu, hari dan malam tertentu. Antara bonus terbesar ialah perutusan Nabi SAW (MawlidurRasul), Nuzul al-Qur’an, Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Bonus-bonus khusus untuk orang -orang yang beriman dan beramal soleh. Firman Allah SWT : “Mereka itulah sebaik-baik makhluk atas muka bumi ini. Bagi mereka ganjaran syurga yang mengalir dibawahnya anak-anak sungai, mereka kekal di dalamnya buat selama-lamanya. Allah meredhai mereka dan mereka meredhai Allah SWT. Hal yang demikian berlaku kerana mereka takutkan Allah SWT. “al-Bayyinah, ayat 7-8
INTISARI AL-QADR
Laylatul Qadr adalah tidak terkecuali dari senarai bonus tahunan Allah SWT untuk umat Habibina al-’Azham.
1) Turunnya al-Qur’an secara sekaligus dari Luh Mahfuz ke Baytil Izzah dan dari Baytil Izzah ke Langit dunia. langit dunia kemudiannya dikawal ketat oleh para Malaikat. Kemudiannya Jibril A.S menurunkannya kepada Nabi SAW secara beransur-ansur dalam tempoh 23 tahun. Penurunan al-Qur’an adalah intisari terbesar dalam sejarah peradaban dunia. Ia lebih penting dari segala-galanya. Jika al-Qur’an tidak diperturunkan nescaya manusia tiada panduan dalam mengurustadbir hidupnya. namun, disebalik nuzul al-Qur’an, tidak beerti jika kita tak mampu berkomunikasi dengannya : memahami, menjiwai dan memartabatkanya dalam semua aspek kehidupan kita secara bersepadu dan menyeluruh.
Peristiwa nuzul Qur’an ini membuktikan kepada kita bahawa Allah TIDAK BERADA DILANGIT sebagaimana yang disangka oleh mereka yang berfahaman Tajsim (mengkhayalkan Allah berjisim). Jika Allah berada dilangit, siapa pula berada di Arasy, Jika Allah di Arasy siapa pula di Luh Mahfuz, Jika Allah di Luh Mahfuz siapa pula di Baytil Izzah. Sedangkan langit berada di bawah semua objek ini. Dan langit pula adalah jisim. Patutkah Allah SWT bersentuh, bersambung dan berpindah randah dengan makhluk ciptaanNya. Patutkah kamu menjisimkan Allah sebagaimana yahudi yang suka meremehkan kedudukan Allah SWT. Subhanallah

No comments:

Post a Comment