Pages
▼
Sunday, June 6, 2010
Myths & Facts Online The Mandatory Period/Masa Mandat PBB Inggris di Palestin
By Mitchell G. Bard
----------------------------------------------------------------------
“Inggris membantu Yahudi mendepak Arab, penduduk asli Palestina.”
“Inggris membiarkan arus imigrasi Yahudia membanjiri Palestina sementara imigrasi Arab dijaga ketat.”
“Inggris mengubah kebijakan mereka setelah PD II untuk mengijinkan korban-korban NAZI tinggal di Palestina.”
“Semakin meningkat jumlah penduduk Yahudi di Palestina, semakin buruk nasib Arab Palestina.”
“Yahudi mencuri tanah Arab.”
“Inggris membantu Palestina hidup damai dengan Yahudi.”
“Mufti tidak anti-Semitik.”
“Kaum Irgun mem-bom Hotel King David Hotel sebagai bagian teror mereka melawan penduduk sipil.”
MITOLOGI PERTAMA :
Orang Inggris membantu Yahudi mendepak penduduk Arab asli Palestina.
FAKTA :
Herbert Samuel, Yahudi Inggris pertama yang menjadi High Commissioner of Palestine, malah membatasi imigrasi Yahudi “demi kepentingan penduduk yang ada dan KAPASITAS PENYERAPAN (absorption capacity) negara itu.” (1) Masuknya arus Yahudi dikatakan memaksakan Fellahin Arab (petani asli) dari tanah mereka. Padahal ini tadinya kawasan yang dihuni kurang dari 1 juta orang dan sekarang sanggup menampung lebih dari 9 juta jiwa.
Inggris sebenarnya membatasi kapasitas penyerapan Palestina dengan membagi dua (partitioning) negara itu.
Tahun 1921, Colonial Secretary Winston Churchill mengambil kira-kira 4/5 bagian Palestina, sekitar 35.000 mil persegi, bagi terciptanya Transjordan, negara Arab baru. Churchill menghadiahkan Abdulah, putera Sherif Hussein (dari Saudi), karena sumbangannya dalam perang melawan Turki, dengan jabatan Emir Transjordan. Wilayah Hejaz dan Arabia (sekarang dikenal dengan Arab Saudi) diberikan kepada keluarga Saud.
Inggris juga membatasi Yahudi membeli tanah Palestina yang masih tersisa. Pada tahun 1949, Inggris memberikan 87.500 acres dari 187.500 acres tanah pertanian kepada Arab. Hanya 4.250 acres diberikan kepada Yahudi. (2)
Pada akhirnya, Inggris mengakui bahwa argumen tentang kapasitas penyerapan hanyalah dibuat-buat. The Peel Commission mengatakan : “Imigrasi besar-besaran pada tahun 1933-36 menunjukkan bahwa Yahudi mampu memperbesar KAPASITAS PENYERAPAN negeri itu bagi orang Yahudi.” (3)
MYTH KEDUA :
Inggris mengijinkan Yahudi membanjiri Palestina sementara imigrasi Arab dijaga ketat.
FAKTA :
Cara-cara Inggris mengatur imigrasi Yahudi adalah guna menenangkan Arab (appeasing the Arabs), yang disusul dengan batas waktu Mandat Inggris di Palestina. Inggris membatasi arus imigrasi Yahudi, sementara membiarkan Arab memasuki wilayah Palestina secara bebas. Ternyata London lupa (!) menerapkan rumus KAPASITAS PENYERAPAN pada arus imigran Arab.
Selama PD I, penduduk Yahudi di Palestina berkurang akibat perang, kelaparan, penyakit dan pengusiran oleh Turki. Pada tahun 1915, kira-kira 83.000 Yahudi tinggal di Palestina diantara 590.000 Arab Muslim dan Kristen.
Menurut sensus 1922, penduduk Yahudi hanya 84.000, sementara Arab berjumlah 643.000. (4) Jadi, penduduk Arab tumbuh pesat, sementara Yahudi mengalami stagnasi.
Pertengahan tahun 20-an, imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat akibat UU ekonomi anti-Yahudi di Polandia & pembatasan/quota imigran oleh Washington. (5)
Jumlah rekor imigran tahun 1935 (lihat tabel dibawah) adalah akibat perlakuan Nazi terhadap Yahudi. Pemerintah Inggris menganggap jumlah ini terlalu besar dan tahun 1936, the Jewish Agency diberitahu agar menerapkan quota kurang dari 1/3 jumlah calon imigran. (6)
Tahun 1939, Inggris terus MENYERAH kepada tuntutan Arab dengan mengumumkan RUU bagi dibentuknya sebuah negara Arab merdeka dalam waktu 10 tahun dan bahwa imigrasi Yahudi dibatasi sampai 75.000 dalam 5 tahun berikut ini, dalam waktu mana Yahudi akan hilang seluruhnya. RUU ini juga melarang pembelian tanah oleh Yahudi atas 95 % wilayah Palestina. Namun demikian pihak Arab tetap menolak RUU tersebut.
Imigrasi Yahudi ke Palestina (7)
1919 1,806
1920 8,223
1921 8,294
1922 8,685
1923 8,175
1924 13,892
1925 34,386
1926 13,855
1927 3,034
1928 2,178
1929 5,249
1930 4,944
1931 4,075
1932 12,533
1933 37,337
1934 45,267
1935 66,472
1936 29,595
1937 10,629
1938 14,675
1939 31,195
1940 10,643
1941 4,592
Sementara, semasa seluruh Mandat Inggris di Palestina, imigrasi Arab tidak dibatasi. Tahun 1930, the Hope Simpson Commission, yang diutus dari London guna menyelidiki huru-hara Arab tahun 1929, mengatakan bahwa praktek membiarkan imigrasi gelap orang Arab dari Mesir, Transjordan dan Syria berakibat terdepaknya calon imigran Yahudi.
Gubernur Inggris untuk Sinai tahun 1922-36 mengamati : “Imigrasi gelap Arab ini tidak saja berlangsung dari Sinai, tetapi dari Transjordan dan Syria, dan sangat sulit mengatasi kesengsaraan Arab jika pada saat bersama, saudara-saudara mereka dari negara-negara tetangga turut menyumbang pada kesengsaraan tersebut.” (9)
The Peel Commission melaporkan pada tahun 1937 bahwa “kekurangan tanah ... bukan akibat jumlah tanah yang didapatkan Yahudi, tetapi lebih akibat meningkatnya populasi Arab.” (10)
MYTH KETIGA :
Inggris mengubah kebijakan mereka setelah PD II untuk membiarkan korban-korban Holocaust yang selamat untuk menempati Palestina.
FAKTA :
Selama perang, pintu Palestina tetap tertutup bagi Yahudi, mengakibatkan ratusan ribu Yahudi di Eropa terlunta-lunta, kebanyakan dari mereka korban "Final Solution" Hitler. Setelah PDII, Inggris masih juga menolak para korban Nazi mendapatkan tempat di Palestina. Tanggal 6 Juni 1946, Presiden Truman mendesak Inggris agar mengurangi kesengsaraan Yahudi yang tersebar di kamp-kamp di Eropa dengan segera menerima 100,000 imigran Yahudi. Menlu Inggris, Ernest Bevin, menjawab dengan sinis bahwa AS ingin Yahudi tak bertanah ini agar berimigrasi ke Palestina “karena AS tidak mau membiarkan terlalu banyak Yahudi berkeliaran di NY.” (11)
Beberapa Yahudi berhasil mencapai Palestina, dengan cara diselundupkan dalam kapal tak layak layar yang sering digunakan organisasi pejuang Yahudi. Antara Agustus 1945 dan pendirian negara Israel bulan Mei 1948, 65 perahu imigran “illegal” ini mengangkut 69.878 orang, tiba dari pelabuhan-pelabuhan Eropa. Namun bulan Agustus 1946, Inggris memulai meng-intern mereka yang ditemukan di bekas kamp Nazi ke kamp-kamp di Cyprus. Kira-kira 50.000 orang ditahan di kamp-kamp, 28.000 dari mereka masih berada di kamp saat Israel menyatakan kemerdekaan. (12)
MYTH KEEMPAT :
Dengan meningkatnya penduduk Yahudi di Palestina, nasib Arab Palestina semakin memburuk.
FAKTA :
Penduduk Yahudi meningkat dengan 470.000 antara PD I dan PD II, sementara penduduk non-Yahudi meningkat dengan 588.000. (13) Kenyataannya, penduduk permanen Arab meningkat 120 % antara 1922 dan 1947. (14)
Pertumbuhan pesat ini akibat beberapa faktor; imigrasi dari negara-negara tetangga — sampai mencapai 37 % dari total imigrasi masa pra-pembentukan Israel — oleh Arab yang ingin mengambil manfaat dari tingginya standar hidup yang dimungkinkan oleh Yahudi. (15)
Jumlah penduduk Arab juga meningkat karena perbaikan kondisi hidup oleh Yahudi setelah Yahudi membersihkan daerah-daerah sarang malaria dan mengadakan perbaikan sanitasi dan kesehatan. Contoh, tingkat kematian anak Muslim (Muslim infant mortality rate) jatuh dari 201 per 1000 anak pada tahun 1925 ke 94 per 1000 anak pada tahun 1945. Tingkat harapan hidup (life expectancy) meningkat dari 37 tahun pada tahun 1926 menjadi 49 tahun pada tahun 1943. (16)
Jumlah penduduk Arab meningkat di kebanyakan kota dimana penduduk Yahudi membuka kesempatan ekonomi baru. Dari 1922-1947, penduduk non-Yahudi meningkat 290 % di Haifa, 131 % di Jerusalem dan 158 % di Jaffa. Bandingkan dengan pertumbuhan penduduk Arab di kota-kota dengan mayoritas Arab : 42 % di Nablus, 78 % di Jenin dan 37 % di Bethlehem. (17)
donny.wiguna
RED MEMBERS
Posts : 14
Joined : 29 Dec 2008
Re: Hak Yahudi atas Tanah Israel
by donny.wiguna on Mon Dec 29, 2008 9:31 am
MYTH KEENAM :
YAHUDI CURI TANAH ARAB.
FAKTA :
Terlepas dari kenyataan meningkatnya penduduk mereka, Arab bersikeras bahwa mereka didepak dari tanah mereka. Faktanya adalah bahwa sejak permulaan PD I, sebagian tanah Palestina dimiliki oleh pemilik tanah ‘in absentia’ yang tinggal di Cairo, Damaskus dan Beirut. Sekitar 80% Arab Palestina adalah petani dengan banyak hutang, semi-nomad dan Bedouin. (1
Yahudi sebenarnya sangat hati-hati agar tidak membeli tanah di kawasan milik Arab. Mereka membeli tanah yang sebagian besar belum dimanfaatkan, tanah tergenang, murah dan paling penting, tanpa penduduk. Tahun 1920, pemimpin Zionis partai Buruh, David Ben-Gurion, mengungkapkan kekhawatirannya tentang para Arab fellahin, yang dianggapnya “asset paling penting milik penduduk asli.” Ben-Gurion mengatakan “Bagaimanapun kita tidak boleh menyentuh tanah yang dimiliki atau dipekerjakan para fellahin.” Ia membantu membebaskan mereka dari penindas finansial mereka. “Hanya jika seorang fellah ingin meninggalkan tempatnya,” kata Ben-Gurion, “boleh kita menawarkan untuk membeli tanahnya, dengan harga yang pantas.” (19)
Hanya setelah Yahudi membeli semua tanah yang belum dimanfaatkan, mulailah mereka membeli tanah yang sudah dipekerjakan. Banyak Arab ingin menjual tanah mereka karena ingin migrasi ke kota-kota dipinggir laut dan karena perlu uang untuk investasi dalam industri jeruk. (20)
Saat John Hope Simpson tiba di Palestine bulan Mai 1930, ia mengatakan : “Yahudi membayar tanah dengan harga tinggi, dan sebagai tambahan mereka memberikan uang kepada penduduk jumlah yang sebenarnya tidak diwajibkan secara hukum.” (21)
Tahun 1931, Lewis French mengadakan survey orang-orang tidak bertanah (landlessness) dan menawarkan tanah-tanah baru kepada Arab yang kehilangan tanah ("dispossessed"). Inggris menerima lebih dari 3.000 permohonan, dimana 80 % dianggap tidak sah karena bukan merupakan Arab tak bertanah. Akhirnya tinggal sekitar 600 Arab tidak bertanah, 100 dari mereka menerima tawaran tanah Pemerintah. (22)
Bulan April 1936, pecah lagi serangan Arab terhadap Yahudi yang dipanas-panasi gerilyawan Syria bernama Fawzi al­Qawukji, panglima Arab Liberation Army. Bulan November, saat Inggris mengirimkan komisi penyelidikan baru yang diketuai Lord Peel, 89 yahudi dibunuh dan lebih dari 300 luka-luka. (23)
Laporan Peel Commission menunjukkan bahwa keluhan Arab tentang pencaplokan tanah oleh Yahudi tidak berdasar (baseless). Katanya, “Kebanyakan tanah yang ditumbuhi pohon jeruk dulunya tanah gersang atau tergenang ... pada saat pembelian tanah tidak ada bukti bahwa pemilik memiliki sumber maupun kemampuan untuk mengembangkan tanah tersebut.” (24) Komisi juga menemukan bahwa kekurangan tanah adalah “bukan karena jumlah tanah yang didapatkan Yahudi tetapi lebih akibat meningkatnya penduduk Arab.”
Disimpulkan bahwa kehadiran Yahudi di Palestina, bersamaan dengan upaya Otoritas Sementara Inggris, membawa peningkatan penghasilan, standar hidup dan kesempatan pekerjaan. (25)
Dalam memoir-nya, Raja Abdullah dari Transjordan menulis :
“Kita semua bisa melihat jelas, baik dari peta yang disusun the Simpson Commission dan Laporan the Peel Commission, bahwa Arab sangat boros dalam menjual tanah mereka, serupa dengan kemampuan mereka dalam MENGELUH dan MERATAP.” (26)
Bahkan pada saat huru-hara Arab tahun 1938, the British High Commissioner to Palestine percaya bahwa para pemilik tanah Arab mengeluh tentang penjualan tanah kepada Yahudi dengan sengaja agar mengakibatkan meningkatnya harga tanah mereka yang ingin mereka jual.
Banyak pemilik tanah Arab saking takutnya diteror para pemberontak Arab sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan Palestina dan menjual tanah mereka kepada Yahudi. (27)
Yahudi membayar harga sangat tinggi kepada pemilik tanah kaya bagi tanah secuil dan kering. “Tahun 1944, Yahudi membayar antara $1,000 dan $1,100 per acre di Palestina. Kebanyakan tanah kering atau semi- kering. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama, tanah subur di Iowa (AS) hanya seharga $110 per acre.” (2
Tahun 1947, kepemilikan Yahudi terhadap Palestina berjumlah 463.000 acres. Sekitar 45.000 dari jumlah diatas dibeli dari Pemerintahan Sementara (Pemerintahan Mandat Inggris); 30.000 dari berbagai gereja dan 387.500 dari Arab. Analisa pembelian tanah dari tahun 1880-1948 menunjukkan bahwa 73 % tanah Yahudi dibeli dari pemilik tanah kaya dan bukan dari FELLAHIN melarat. (29) Mereka yang menjual tanah termasuk walikota Gaza, Jerusalem dan Jaffa. As'ad el­Shuqeiri, pakar agama Islam dan ayah ketua PLO Ahmed Shuqeiri, menerima uang Yahudi atas tanahnya. Bahkan Raja Abdullah menyewakan tanahnya kepada Yahudi. Malahan, banyak pemimpin gerakan nasionalis Arab, termasuk anggota Dewan Tinggi Muslim (Muslim Supreme Council), menjual tanah kepada Yahudi. (30)
MITOLOGI KETUJUH :
Inggris membantu orang-orang Palestina agar hidup damai dengan Yahudi.
FAKTA :
Tahun 1921, Haji Amin al-Husseini adalah orang pertama yang mengorganisasikan FEDAYEEN ("orang yang mengorbankan diri sendiri") untuk menteror Yahudi. Haji Amin mencoba mencontek Kemal Atatürk (dari Turki yang sukses mengusir Yunani dari negaranya), dengan mengusir Yahudi dari Palestina. (31)
Kaum Arab radikal sanggup menang pengaruh karena administrasi Inggris enggan mengambil tindakan efektif melawan mereka sampai mereka akhirnya berperang melawan kuasa Inggris. Colonel Richard Meinertzhagen, mantan intel militer Inggris di Kairo dan kemudian Chief Political Officer bagi Palestina dan Syria, menulis dalam buku-harian mereka bahwa pejabat Inggris “mengarah kepada pengusiran Zionisme dari Palestina.” Malahan, Inggris mendukung orang Arab Palestina agar menyerang Yahudi.
Menurut Meinertzhagen, Col. Walters Taylor (penasehat keuangan Military Administration di Palestina tahun 1919-23) bertemu dengan Haji Amin beberapa hari sebelum Paskah pada tahun 1920, dan mengatakan kepada haji tersebut bahwa ia memiliki kesempatan besar pada masa Paskah ini untuk menunjukkan dunia bahwa Zionisme tidak disukai -- bukan saja oleh Administrasi Palestina tetapi juga oleh Whitehall (London). Dan jika ada huru hara dengan cukup kekerasan di Yerusalem pada saat Paskah, baik Jendral Bols [Chief Administrator in Palestine, 1919-20] dan Jendral Allenby [Commander of Egyptian Force, 1917-19, then High Commissioner of Egypt] akan mendorong ditinggalkannya tanah Yahudi. Walters Taylor menjelaskan bahwa kebebasan hanya didapatkan melalui kekerasan. (32) Haji Amin menerima nasehat kolonel itu dan meng-instigasi huru hara. Inggris menarik pasukan mereka dan polisi Yahudi dari Yerusalem, membiarkan massa Arab menyerang Yahudi dan toko-toko mereka. Karena peranan penting Haji Amin dalam meng-instigasi pogrom ini, Inggris memutuskan untuk menangkapnya. Tapi ia lolos, dan dihukum 10 tahun penjara in absentia.
Satu tahun kemudian, seorang pakar Arab dari Inggris meyakinkan High Commissioner Herbert Samuel untuk memaafkan Haji Amin dan menunjuknya sebagai Mufti. Padahal, Vladimir Jabotinsky dan sejumlah pengikutnya yang membentuk organisasi pembela Yahudi selama masa huru-hara itu dikenakan penjara 15 tahun. (33)
Samuel bertemu Haji Amin tanggal 11 April 1921, dan diyakinkan bahwa “pengaruh keluarganya dan dirinya akan dibaktikan kepada kedamaian.” Tiga (3) minggu kemudian, terjadi huru-hara di Jaffa dan tempat lainnya mengakibatkan kematian 43 Yahudi. (34)
Haji Amin mengkonsolidasikan kekuatannya dan menguasai semua dana yayasan keagamaan di Palestina. Ia menggunakan segala kekuasaannya untuk mengontrol mesjid, sekolah dan pengadilan. Tidak ada Arab yang dapat mencapai posisi penting tanpa menunjukkan kesetiaannya kepada sang Mufti. Kekuasaannya begitu absolut sampai “tidak ada Muslim di Palestina yang dapat lahir atau mati tanpa keterlibatan Haji Amin.” (35)
Algojo-algojo sang Mufti juga menjamin agar ia tidak memiliki lawan politik dengan membunuhi secara sistimatis semua orang Palestina dari clan-clan musuh yang mendiskusikan kerjasama dengan Yahudi.
Sebagai juru bicara kaum Arab Palestina, Haji Amin tidak meminta agar Inggris memberi mereka kemerdekaan. Malahan, dalam surat kepada Churchill tahun 1921, ia menuntut agar Palestina disatukan kembali dengan Syria dan Transjordan. (36)
Kaum Arab menganggap huru-hara sebagai alat politik efektif karena sikap Inggris yang lemah menerapkan kekerasan terhadap Yahudi. Dalam menangani setiap keributan, Inggris melakukan segala-galanya untuk menghindari kemampuan Yahudi untuk membela diri, tetapi berbuat sedikit untuk menghindari Arab menyerang Yahudi. Setiap kali ada kerusuhan, sebuah komisi penyidikan ala Inggris dibentuk untuk mencari sebab musabab kekerasan. Kesimpulannya selalu sama: Arab takut didepak Yahudi. Jadi, untuk menghindari huru-hara, komisi mengusulkan : agar imigrasi Yahudi dibatasi (!!). NAH, PIHAK ARAB KEMUDIAN MENYIMPULKAN BAHWA CARA TERBAIK MENGHENTIKAN ARUS IMIGRASI YAHUDI ADALAH DENGAN : MENGADAKAN HURU-HARA.
Siklus ini dimulai setelah serangkaian kerusuhan bulan Mei 1921. Setelah gagal melindungi komunitas Yahudi dari serangan massa Arab, Inggris menunjuk the Haycraft Commission untuk memeriksa akar kekerasan. Walaupun panel menyimpulkan bahwa Arab adalah pihak agresor, Inggris membenarkan alasan serangan itu: “Sebab utama huru-hara adalah ketidakpuasan dan/atau permusuhan Arab terhadap Yahudi akibat politik, ekonomi, imigrasi Yahudi, dan lahirnya kebijakan Zionist ... ” (37) Huru-hara Arab selalu berakibat dibatasinya imigrasi Yahudi secara sementara.
Ketakutan Arab “diusir” atau “didominasi” dipakai sebagai alasan untuk melakukan serangan biadab terhadap penduduk sipil Yahudi yang tidak bersalah. Perhatikan bahwa huru-hara inipun tidak di-inspirasi oleh semangat nasionalisme — karena kalau memang begitu mereka akan berontak terhadap Kuasa Inggris — melainkan akibat alasan rasisme dan kebencian mendalam Arab.
Tahun 1929, para provokator Arab sukses meyakinkan masyarakat bahwa Yahudi memiliki rancangan/design pada Temple Mount (taktik yang diulang berkali-kali, yang terakhir pada tahun 2000 setelah kunjungan Ariel Sharon). Upacara keagamaan Yahudi di Tembok Barat, yang merupakan bagian dari Temple Mount, menjadi pemicu huru-hara Arab melawan Yahudi yang akhirnya meluap ke Yerusalem dan desa-desa sekelilingnya, termasuk Safed and Hebron.
Lagi-lagi, Administrasi Inggris tidak mengambil tindakan apapun untuk menghindari kekerasan dan, setelah pecahnya kerusuhan, Inggris tidak melakukan apa-apa untuk melindungi penduduk Yahudi. Baru setelah huru hara 6 hari, Inggris menurunkan pasukan untuk mengatasi kerusuhan. Pada saat ini, seluruh penduduk Yahudi Hebron mengungsi atau terbunuh. Total 133 Yahudi terbunuh dan 399 luka-luka dalam POGROM ini. (3
Setelah lewatnya kerusuhan, Inggris memerintahkan investigasi yang menghasilkan the Passfield White Paper. Dikatakannya, “kebijakan imigrasi, pembelian tanah dan penempatan penduduk Organisasi Zionis sudah, atau akan merugikan kepentingan Arab. Kami mengerti bahwa kewajiban Mandat adalah kepada masyarakat non-Yahudi; sumber-sumber Palestina harus dijaga bagi ekonomi Arab yang terus bertumbuh ...” (39) Ini tentunya berarti bahwa penting untuk membatasi imigrasi Yahudi dan juga pembelian tanah.
MITOLOGI KEDELAPAN :
Mufti tidak anti-Semitik
FAKTA :
Tahun 1941, Haji Amin al-Husseini lari ke Jerman dan ketemu Adolf Hitler, Heinrich Himmler, Joachim Von Ribbentrop dan pemimpin Nazi lainnya. Ia ingin membujuk mereka agar menyebarkan program anti-Yahudi mereka kepada dunia Arab.
Mufti mengirim Hitler 15 rancangan deklarasi kepada Jerman dan Italia agar diterapkan kepada Timur Tengah. Bahkan ada yang menyerukan agar kedua negara menyatakan tidak sahnya keberadaan Yahudi di Palestina. Juga, “agar mereka memberikan Palestina dan negara Arab lainnya hak untuk mengatasi masalah KEPENDUDUKAN YAHUDI di Palestina dan negara Arab lainnya sesuai dengan kepentingan Arab dan masalah ini diselesaikan di negara-negara Axis.” (40)
Bulan November 1941, Mufti ketemu Hitler, dan mengatakan kepada sang Fuhrer bahwa Yahudi adalah musuhnya yang paling utama. Hitler menangkis permintaan Mufti bagi sebuah deklarasi mendukung Arab dengan mengatakan bahwa saatnya belum tepat. Mufti memberi Hitler ucapan terima kasih atas simpati yang selalu ditunjukkannya terhadap persoalan Arab, khususnya Palestina, yang disebutkannya secara khusus dalam pidato-pidatonya ... Arab di Jerman adalah teman-teman Hitler karena mereka memiliki musuh sama, yaitu ... YAHUDI.
Hitler menjawab :
“Jerman berpihak pada perang tanpa kompromi melawan Yahudi. Ini secara natural mencakup oposisi aktif terhadap kediaman nasional Yahudi di Palestina ... Jerman akan memberikan bantuan positif dan praktis kepada kaum Arab yang terlibat dalam perjuangan yang sama ... Tujuan Jerman ... hanyalah penghancuran elemen-elemen Yahudi dalam dunia Arab ... Dan Mufti adalah juru bicara otoritatif bagi dunia Arab.”
Sang Mufti mengucapkan terima-kasih sebesar-besarnya kepada Hitler. (41)
Tahun 1945, Yugoslavia mencoba menyeret sang Mufti sebagai kriminal perang (war criminal) atas perannya dalam merekrut 20.000 sukarelawan Muslim bagi SS, yang ikut serta membunuh Yahudi di Kroasia dan Hungaria. Ia lolos dari penjara Perancis, tahun 1946, dan lari ke Kairo dan kemudian Beirut, melanjutkan perangnya melawan Yahudi. Ia meninggal dunia tahun 1974.
No comments:
Post a Comment