Pages

Saturday, June 26, 2010

Islam Tegak Dengan Jihad




Islam Tegak Dengan Jihad
Kehadiran dan keberadaan kaum Muslim ditengah kehidupan Manusia dibumi bukanlah sebagai bunga hiasan, yang setelah masa mekarnya usai kemudian layu, lantas musnah. Tidak lebih dari sekadar proses menunggu giliran untuk mati. Tetapi, mereka diutus sebagai manusia terbaik untuk menegakkan kebenaran,  dipundaknya terdapat beban berat dan tugas besar serta mulia, yang sekaligus sebagai tugas utamanya, yaitu menegakkan dienullah (Agama Allah) secara bersama-sama mengikuti metode kenabian,bukan mengikuti ijtihad peribadi atau kelompok. Maklumat ini dengan jelas dapat dibaca dalam ayat berikut:
“… Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…” (QS. Asy Syura 42:13)
Sementara, untuk merealisasikan tugas utama itu, selain dengan iman yang benar (mantap) dan ilmu yang mendalam(luas), kekuatan persenjataan tangguh dan dana yang mencukupi, hal yang paling dibutuhkan sebagai syarat penentu adalah keberanian untuk mengatakan kepada yang benar itu adalah benar,dan mengatakan kepada yang batil itu batil dan berjihad menegakkan kebenaran. Tanpa adanya keberanian mengangkat senjata menghalau segala perintang agama Allah, maka sulit dibayangkan dapat meraih kejayaan tegaknya syari’ah Allah dan khilafatul Muslimin hanya dengan dakwah dan tabligh saja. Adalah Rasulullah Saw memulai risalahnya dengan dakwah kepada tauhidullah dan mengakhirinya dengan jihad bil Qital.
Karena itulah, Rasulullah saw begitu bersungguh-sungguh mendidik umatnya untuk menyeimbangkan antara dakwah dan jihad. Penyeimbangan antara kedua pilar tegaknya Islam ini begitu kental terlihat dari perjalanan hidup beliau. Da’wah bil Qur’an teraplikasi benar tatkala beliau masih di Makkah, sedangkan Da’wah bis Saif dimulai, bahkan dilakukan sedemikian intensif semenjak beliau bermukim Madinah. Sebagai bukti, selama 10 tahun di Madinah, tak kurang dari 68 peperangan telah beliau pimpin langsung dan puluhan lain dengan pengiriman ekspedisi (perutusan). Inilah fakta historis betapa untuk menegakkan Islam, kaum Muslimin tidak akan pernah dapat memisahkan misi perjuangannya dengan jihad bis Saif.
Selain itu, kebutuhan akan jihad juga merupakan tabiat Agama Allah, bahwa Islam tidak pernah tegak melainkan dengan dua hal yaitu dengan kitab dan besi. Realitas ini segera kelihatan dengan mentadabbur firman Allah swt:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid, 57:25)
Al Imam Ibnu Taimiyyah menafsirkan ayat tersebut melalui beberapa perspektif,beliau berkata:
Pertama, “Dan sekali-kali tidak akan tegak Dien ini kecuali dengan kitab, mizan (timbangan) dan besi. Kitab sebagai petunjuk dan besi sebagai pembela. Sebagaimana firman Allah, ‘Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami…’. Maka dengan kitab akan tegak ilmu dan dien, sedangkan dengan mizan (neraca) akan tegak hak-hak dan transaksi serta serah terima keuangan, dan dengan besi akan tegak hukum hudud.” (Majmu’ Fatawa XXXV/361)
Kedua, “Dan pedang-pedang kaum muslimin sebagai pembela syari’at ini yang berupa al Kitab dan as Sunnah” sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir bin Abdullah, ‘Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk memukul dengan ini, yaitu pedang, orang-orang yang keluar dari ini, yaitu al Qur’an.’” (Majmu’ Fatawa XXV/365)
Ketiga, Sesungguhnya tegaknya dien itu dengan kitab yang menjadi petunjuk dan besi yang menjadi pembela, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah. (Majmu’ Fatawa XXVIII/396, dan lihat Tafsir Ibnu Katsier serta Tafsir al Azhar)
Itulah nash Qur’ani menjelaskan tentang semangat keberanian berjihaqd dengan besi,berikut berdasarkan ucapan beliau:
Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, sehingga Allah ta’ala sajalah yang diibadahi dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku dan dijadikan hina serta rendah atas orang yang menyelisihi perintahku, dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad no: 4869, 5409)
Adapun orang-orang yang menyangka bahwa kehidupan jihad hanya semata-mata memerangi suatu kaum, atau pergulatan demi mempertahankan hidup atau mengusir musuh yang menguasai sejengkal tanah, maka mereka dapat dipastikan belum memahami tabiat agama ini. Karena sesungguhnya jihad merupakan tugas wajib yang tergantung di leher setiap Muslim. Tidak ada jalan menghindar dari kewajiban ini, terlebih untuk masa sekarang dimana keberanian berjihad mutlak di butuhkan. Bahkan, kewajiban jihad lebih didahulukan atas shalat dan puasa sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyyah:
“Tiada sesuatu yang lebih wajib hukumnya setelah iman kepada Allah daripada menolak musuh yang menyerang kehormatan dan agama.” (Majmuu’ al Fatawaa, Ibnu Taimiyyah juz 4, hal. 184)
Artinya, jihad itu didahulukan atas shalat, puasa, zakat dan haji serta kewajiban-kewajiban yang lainnya. Jika berbenturan antara kewajiban jihad dan haji, maka hendaklah kewajiban jihad didahulukan. Apabila kewajiban jihad dan shalat berbenturan; maka kewajiban shalat ditangguhkan sebentar, atau diqashar, atau dipersingkat, atau berubah bentuk dan keadaannya demi menyesuaikan dengan jihad. Karena menghentikan jihad sejenak, sama dengan menghentikan gerak laju Agama Allah ‘Azza wa Jalla.
Jihad merupakan perkara yang sangat penting, karena itu setiap diri dari kita harus menjadi pelopor-pelopor kaum muslimin dan sekaligus perwira ummat ini. Kita adalah perintis kebangkitan di negeri dan wilayah dimana kaki kita dipijakkan. Kita juga laksana detonator (sumbu api) yang siap meledakkan meriam-meriam perjuangan. Sesungguhnya explosive (bahan peledak) yang tidak bekerja (non aktif) membutuhkan detonator. Dan kalian adalah detonator-detonator itu dengan izin Allah. Beribu-ribu ton bahan explosive tanpa ada detonator yang kecil ini tidak akan berarti apa pun, tidak akan bernilai, laksana sayap nyamuk yang begitu kecil tetapi membawa manfaat yang besar bagi si nyamuk. Oleh karena itu, janganlah anda berputus asa atau merasa gentar, apalagi kecewa dalam mngemban tugas yang maha berat ini.
Allah swt berfirman:
“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf, 12: 87)
Antum adalah rijal (lelaki sejati) pilihan Allah. Maka pancangkanlah di hadapan antum bahwa jihad adalah risalah, misi dan kewajiban hidup sampai antum  bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla kelak. Seluruh kaum Muslimin di muka bumi ini akan terbeban dosa selama masih terdapat sejengkal bumi Islam yang berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir. Dan setiap Muslim akan dihisab (diminta pertanggung-jawabannya) tentang negeri Andalusia (Spanyol), akan dihisab tentang jatuhnya Afghanistan dan negeri Asia Tengah yang lainnya seperti Palestina, Philipina, Turki dan negara-negara Islam yang berada dibawah cengkeraman musuh. Dan anda tak akan dapat lari dari pertanggung jawaban membela ummat Islam yang sedang teraniaya dan dizalimi oleh kaum kuffar di negara antum sendiri sekarang ini yaitu Indonesia. Apakah antum menanti datangnya bantuan para mujahidin dari luar sedang anda tengah berpangku tangan membiarkan merajalelanya kezaliman konspirasi Kristen dan Yahudi internasional untuk memusnahkan Islam dan ummatnya? Mengapa antum tidak bangkit mempertahankan kehormatan kaum Muslimin serta membela dan melindungi golongan mustadh’afin?
Firman Allah:
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” (Qs. An Nisaa’, 4: 75)
Sesungguhnya jihad tidak mungkin akan tegak kecuali memenuhi dua syarat yang asas dan pokok. Pertama, sabar yang membuahkan keberanian jitu, terpahat dalam hati dan diikuti oleh seluruh anggota badan. Kedua, dermawan yaitu kesiapan mengorbankan hal yang paling berharga dari diri kita, yaitu jiwa raga, keluarga dan harta.
Kedua syarat tersebut hampir hilang dari kehidupan ummat Islam hari ini, karena tergeser oleh sifat pengecut dan rasa takut. Sementara itu, kehebatan dan ketinggian martabatnya telah tercabut dari hati-hati musuhnya. Keadaan mereka tidak lebih bernilai dari buih di atas banjir besar, tiada nilai dan kualitas. Rasulullah bersabda:
“Hampir semua ummat mengerumuni kamu dari seluruh penjuru, sebagaimana makanan di atas pinggan (piring). Seorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah karena jumlah kami yang sedikit pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Tidak! (bahkan jumlah kamu banyak), tetapi kamu bagaikan buih, sebagaimana buih di atas air bah. Ia jadikan Wahn di dalam hati kamu, dan dicabut rasa takut pada musuh kamu, karena kamu cinta dunia dan takut mati”. Dalam riwayat lain, mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Beliau menjawab, “Cintamu terhadap dunia, dan bencimu kepada perang.” (HR Abu Dawud no. 3745; Ahmad no. 8356, 21363)
Terlalu cinta kepada kehidupan dunia dan takut berjihad adalah puncak tragedi kebinasaan ummat Islam sepanjang masa. Dan kehinaan itu tidak akan hilang sehingga ummat Islam kembali kepada ajaran jihad yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau bersabda:
“Bila kamu berjual?beli dengan ‘inah (dengan cara riba dan penipuan), mengikuti ekor?ekor sapi, menyukai bercocok tanam, dan kamu meninggalkan jihad, Allah akan menimpakan kehinaan ke atas kamu yang tidak akan dicabut sehingga kamu kembali kepada agamamu.” (HR Ahmad no: 4765, 5304; Abu Dawud 3003, Lihat Nailul Authar, 5/318; dan Silsilah al Ahaadits ash Shahihah, al?Albani – no: 10, 11).
Wahai para pejuang Islam di seluruh belahan bumi Allah, semut-semut akan melaknat anda karena enggan berangkat jihad. Dan ikan di laut hanya memintakan ampunan bagi mereka yang mau berjihad saja. Sebab mereka lah yang mengajarkan kebajikan kepada manusia, serta menjaga dan melindungi kebajikan itu dengan pedang, ruh dan darah mereka. Maukah anda sekiranya seluruh makhluq yang ada di daratan dan lautan melaknat anda karena lari dari tugas murni ini?
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (Qs. Al Baqarah, 2: 159)
Bebaskanlah diri anda dari segala belenggu nafsu yang mengajak kepada kejahatan atau dunia beserta kenikmatannya yang sementara, melambai-lambai tangan merayu agar antum mundur dari jalan ini. Bersihkanlah hati dan niat dari segala keterikatan di muka bumi ini. Sayyid Quthb dan Abul Hasan Ali an Nadwi mengatakan tentang orang-orang Salaf, tentang orang-orang pilihan, tentang generasi sahabat yang mulia, generasi yang unik, melalui kata-katanya: “Tatkala jiwa mereka telah bersih dari segala keterikatan, dan Allah mengetahui bahwa mereka tidak mempunyai keinginan di permukaan bumi ini, hingga agama ini menang di tangan mereka, namun jiwa mereka tetap tidak pernah kembali bergantung ke atas kemenangan tersebut. Tatkala Allah mengetahui semua ini dari mereka, maka tahulah Dia bahwa mereka telah siap dipercaya mengemban Syari’ah Nya. Lalu Allah pun menjadikan mereka sebagai penguasa di atas bumi dan mengokohkan Dien mereka yang telah diridhai-Nya. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
“Sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur (kitab-kitab yang Kami turunkan) sudah tercantum (pada lauhul Mahfudz) bahwasanya, bumi ini akan turun diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.” (Qs. Al Anbiyaa’, 21: 105)
Ingatlah, bahwa sekiranya kita mendapatkan kemenangan karena berjihad pada jalan-Nya, maka Allah akan mengurniakan pahala-Nya yang berlipat ganda sedang kita tidak akan dirugikan walau seberat zarah pun. Dan seandainya kita belum menemui kemenangan, Allah tetap akan memelihara agama-Nya sehingga datangnya kiamat, sedang kita tetap mendapat karunia-Nya dan tidak akan dirugikan. Hanyalah tugas kita untuk tetap sabar dan istiqomah di jalan Jihad sehingga hanya datang dua ketentuan yaitu kita syahid karenanya atau menang dalam kemuliaan. Setiap langkah kaki kita di dunia akan menjadikan neraca timbangan di akhirat terangkat, maka sesungguhnya pahala itu akan diletakkan di neraca timbangan akhirat.
Pena yang menguntai kata membentuk bahasa untuk menyeru manusia kembali kepada al-Haq pasti akan terus mengalir pahalanya. Seruan dari lisan para da’i yang tak henti-hentinya menyampaikan da’wah juga pasti akan mendapat balasan yang berlipat ganda.
Dan kepada para alim ulama khususnya, marilah bersama merenungkan hadits ini, yang selanjutnya tampil menjadi pembawa obor dan cahaya kebenaran bagi segenap lapisan masyarakat dan memimpin para mujahidin berperang di medan laga sehingga memperoleh salah satu di antara dua, hidup mulia di bawah naungan Syari’ah Allah atau syahid di jalan-Nya.
Ibnu Abbas Ra. berkata, bahwa Rasulullah bersabda:
“Sedekat-dekat manusia dengan derajat kenabian ialah Ahli Ilmu dan Ahli Jihad. Adapun Ahli Ilmu mereka menunjukkan kepada manusia atas apa yang dibawa oleh para Rasul dan adapun Ahli Jihad mereka berjihad dengan pedang-pedang mereka atas apa yang dibawa oleh para Rasul.” (HR Abu Na’im. Ihyaa’ ‘Ulumuddin 1/16).
Inilah Imam an Nawawi, seorang ulama dan mujahid yang unggul. Beliau menghabiskan sebagian besar hidupnya di negeri Syam. Namun demikian beliau tidak pernah memakan buah-buahan di negeri tersebut. Tatkala orang-orang menanyakan kepadanya: “Mengapa Tuan tidak makan buah-buahan negeri Syam?” Maka beliau menjawab: “Di sana ada kebun-kebun wakaf yang telah hilang. Maka saya khawatir makan buah-buahan dari kebun-kebun itu.”
Oleh karena itu, hati mereka bagaikan hati singa dan jiwa mereka laksana jiwa pendeta. Mereka laksana pendeta di malam hari dan bagaikan ksatria berkuda di siang hari. Mereka tak sudi berhenti di depan rintangan. Halangan dan rintangan yang bagaimana pun tingginya dan bagaimana pun sukarnya akan mereka terobos dan mereka lompati.
Tatkala tentara Tartar menyerbu negeri Syam, Zhahir Bebres berkata: “Saya menghendaki fatwa dari kalian wahai para ulama agar saya dapat menghimpun dana untuk membeli senjata guna menghadapi serangan bangsa Tartar. Maka seluruh ulama memberikan fatwa seperti yang diminta oleh Zhahir Bebres kecuali seorang. Dia adalah Muhyiddin an Nawawi. Zhahir bertanya: “Mana tanda tangan Nawawi?” Mereka menjawab: “Dia menolak memberikan tanda tangan…”
Lalu Zhahir mengutus seorang untuk menjemputnya. Setelah Imam Nawawi datang, Zhahir bertanya: “Kenapa anda mencegah saya mengumpulkan dana untuk mengusir serangan musuh. Serangan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin?” Imam Nawawi menjawab: “Ketahuilah, dahulu engkau datang pada kami hanya sebagai budak. Dan sekarang saya melihatmu mempunyai banyak istana, pelayan lelaki dan wanita, emas, tanah, dan perkebunan. Jika semua itu telah engkau jual untuk membeli senjata, kemudia sesudahnya engkau masih memerlukan dana untuk mempersiapkan pasukan Muslimin, maka saya akan memberikan fatwa kepadamu…”
Zhahir Bebres amat marah mendengar ucapan Imam Nawawi, maka dia berkata: “Keluarlah engkau dari negeri Syam.” Lalu beliau keluar dari Syam dan menetap di rumahnya yang asli di desa Nawa. Pengusiran Imam Nawawi menimbulkan kemarahan para ulama, mereka datang menemui Zhahir Bebres dan berkata: “Kami tak mampu hidup tanpa kehadiran Imam Nawawi.”
Maka Zhahir pun mengatakan: “Kembalikanlah dia ke Syam.” Selanjutnya mereka pergi ke Nawa untuk membawa balik Imam Nawawi ke Syam. Akan tetapi Imam Nawawi menolak ajakan mereka seraya mengatakan: “Demi Allah, saya tidak akan masuk negeri Syam selama Zhahir Bebres masih ada di sana.” Akhirnya Allah memperkenankan sumpahnya, Zhahir mati sebulan sesudah beliau mengucapkan sumpah. Maka kembalilah Imam Nawawi ke negeri Syam. Semoga Allah merahmatinya karena keikhlasannya dan keberaniannya. (Syarah Arba’in: Imam An Nawawi)
Kehadiran dan keberadaan kaum Muslim ditengah kehidupan Manusia dibumi bukanlah sebagai bunga hiasan, yang setelah masa mekarnya usai kemudian layu, lantas musnah. Tidak lebih dari sekadar proses menunggu giliran untuk mati. Tetapi, mereka diutus sebagai manusia terbaik untuk menegakkan kebenaran,  dipundaknya terdapat beban berat dan tugas besar serta mulia, yang sekaligus sebagai tugas utamanya, yaitu menegakkan dienullah (Agama Allah) secara bersama-sama mengikuti metode kenabian,bukan mengikuti ijtihad peribadi atau kelompok. Maklumat ini dengan jelas dapat dibaca dalam ayat berikut:
“… Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…”(QS. Asy Syura 42:13)
Sementara, untuk merealisasikan tugas utama itu, selain dengan iman yang benar (mantap) dan ilmu yang mendalam(luas), kekuatan persenjataan tangguh dan dana yang mencukupi, hal yang paling dibutuhkan sebagai syarat penentu adalah keberanian untuk mengatakan kepada yang benar itu adalah benar,dan mengatakan kepada yang batil itu batil dan berjihad menegakkan kebenaran. Tanpa adanya keberanian mengangkat senjata menghalau segala perintang agama Allah, maka sulit dibayangkan dapat meraih kejayaan tegaknya syari’ah Allah dan khilafatul Muslimin hanya dengan dakwah dan tabligh saja. Adalah Rasulullah Saw memulai risalahnya dengan dakwah kepada tauhidullah dan mengakhirinya dengan jihad bil Qital.
Karena itulah, Rasulullah saw begitu bersungguh-sungguh mendidik umatnya untuk menyeimbangkan antara Dakwah dan Jihad. Penyeimbangan antara kedua pilar tegaknya Islam ini begitu kental terlihat dari perjalanan hidup beliau. Da’wah bil Qur’an teraplikasi benar tatkala beliau masih di Makkah, sedangkan Da’wah bis Saif dimulai, bahkan dilakukan sedemikian intensif semenjak beliau bermukim Madinah. Sebagai bukti, selama 10 tahun di Madinah, tak kurang dari 68 peperangan telah beliau pimpin langsung dan puluhan lain dengan pengiriman ekspedisi (perutusan). Inilah fakta historis betapa untuk menegakkan Islam, kaum Muslimin tidak akan pernah dapat memisahkan misi perjuangannya dengan jihad bis Saif.
Selain itu, kebutuhan akan jihad juga merupakan tabiat Agama Allah, bahwa Islam tidak pernah tegak melainkan dengan dua hal yaitu dengan kitab dan besi. Realitas ini segera kelihatan dengan mentadabbur firman Allah swt:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid, 57:25)
Al Imam Ibnu Taimiyyah menafsirkan ayat tersebut melalui beberapa perspektif,beliau berkata:
Pertama, “Dan sekali-kali tidak akan tegak Dien ini kecuali dengan kitab, mizan (timbangan) dan besi. Kitab sebagai petunjuk dan besi sebagai pembela. Sebagaimana firman Allah, ‘Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami…’. Maka dengan kitab akan tegak ilmu dan dien, sedangkan dengan mizan (neraca) akan tegak hak-hak dan transaksi serta serah terima keuangan, dan dengan besi akan tegak hukum hudud.”(Majmu’ Fatawa XXXV/361)
Kedua, “Dan pedang-pedang kaum muslimin sebagai pembela syari’at ini yang berupa al Kitab dan as Sunnah” sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir bin Abdullah, ‘Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk memukul dengan ini, yaitu pedang, orang-orang yang keluar dari ini, yaitu al Qur’an.’” (Majmu’ Fatawa XXV/365)
Ketiga, Sesungguhnya tegaknya dien itu dengan kitab yang menjadi petunjuk dan besi yang menjadi pembela, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah. (Majmu’ Fatawa XXVIII/396, dan lihat Tafsir Ibnu Katsier serta Tafsir al Azhar)
Itulah nash Qur’ani menjelaskan tentang semangat keberanian berjihaqd dengan besi,berikut berdasarkan ucapan beliau:
Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, sehingga Allah ta’ala sajalah yang diibadahi dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku dan dijadikan hina serta rendah atas orang yang menyelisihi perintahku, dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad no: 4869, 5409)
Adapun orang-orang yang menyangka bahwa kehidupan jihad hanya semata-mata memerangi suatu kaum, atau pergulatan demi mempertahankan hidup atau mengusir musuh yang menguasai sejengkal tanah, maka mereka dapat dipastikan belum memahami tabiat agama ini. Karena sesungguhnya jihad merupakan tugas wajib yang tergantung di leher setiap Muslim. Tidak ada jalan menghindar dari kewajiban ini, terlebih untuk masa sekarang dimana keberanian berjihad mutlak di butuhkan. Bahkan, kewajiban jihad lebih didahulukan atas shalat dan puasa sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyyah:
“Tiada sesuatu yang lebih wajib hukumnya setelah iman kepada Allah daripada menolak musuh yang menyerang kehormatan dan agama.”(Majmuu’ al Fatawaa, Ibnu Taimiyyah juz 4, hal. 184)
Artinya, jihad itu didahulukan atas shalat, puasa, zakat dan haji serta kewajiban-kewajiban yang lainnya. Jika berbenturan antara kewajiban jihad dan haji, maka hendaklah kewajiban jihad didahulukan. Apabila kewajiban jihad dan shalat berbenturan; maka kewajiban shalat ditangguhkan sebentar, atau diqashar, atau dipersingkat, atau berubah bentuk dan keadaannya demi menyesuaikan dengan jihad. Karena menghentikan jihad sejenak, sama dengan menghentikan gerak laju Agama Allah ‘Azza wa Jalla.
Jihad merupakan perkara yang sangat penting, karena itu setiap diri dari kita harus menjadi pelopor-pelopor kaum muslimin dan sekaligus perwira ummat ini. Kita adalah perintis kebangkitan di negeri dan wilayah dimana kaki kita dipijakkan. Kita juga laksana detonator (sumbu api) yang siap meledakkan meriam-meriam perjuangan. Sesungguhnya explosive (bahan peledak) yang tidak bekerja (non aktif) membutuhkan detonator. Dan kalian adalah detonator-detonator itu dengan izin Allah. Beribu-ribu ton bahan explosive tanpa ada detonator yang kecil ini tidak akan berarti apa pun, tidak akan bernilai, laksana sayap nyamuk yang begitu kecil tetapi membawa manfaat yang besar bagi si nyamuk. Oleh karena itu, janganlah anda berputus asa atau merasa gentar, apalagi kecewa dalam mngemban tugas yang maha berat ini.
Allah swt berfirman:
“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf, 12: 87)
Antum adalah rijal (lelaki sejati) pilihan Allah. Maka pancangkanlah di hadapan antum bahwa jihad adalah risalah, misi dan kewajiban hidup sampai antum  bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla kelak. Seluruh kaum Muslimin di muka bumi ini akan terbeban dosa selama masih terdapat sejengkal bumi Islam yang berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir. Dan setiap Muslim akan dihisab (diminta pertanggung-jawabannya) tentang negeri Andalusia (Spanyol), akan dihisab tentang jatuhnya Afghanistan dan negeri Asia Tengah yang lainnya seperti Palestina, Philipina, Turki dan negara-negara Islam yang berada dibawah cengkeraman musuh. Dan anda tak akan dapat lari dari pertanggung jawaban membela ummat Islam yang sedang teraniaya dan dizalimi oleh kaum kuffar di negara antum sendiri sekarang ini yaitu Indonesia. Apakah antum menanti datangnya bantuan para mujahidin dari luar sedang anda tengah berpangku tangan membiarkan merajalelanya kezaliman konspirasi Kristen dan Yahudi internasional untuk memusnahkan Islam dan ummatnya? Mengapa antum tidak bangkit mempertahankan kehormatan kaum Muslimin serta membela dan melindungi golongan mustadh’afin?
Firman Allah:
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” (Qs. An Nisaa’, 4: 75)
Sesungguhnya jihad tidak mungkin akan tegak kecuali memenuhi dua syarat yang asas dan pokok. Pertama, sabar yang membuahkan keberanian jitu, terpahat dalam hati dan diikuti oleh seluruh anggota badan. Kedua, dermawan yaitu kesiapan mengorbankan hal yang paling berharga dari diri kita, yaitu jiwa raga, keluarga dan harta.
Kedua syarat tersebut hampir hilang dari kehidupan ummat Islam hari ini, karena tergeser oleh sifat pengecut dan rasa takut. Sementara itu, kehebatan dan ketinggian martabatnya telah tercabut dari hati-hati musuhnya. Keadaan mereka tidak lebih bernilai dari buih di atas banjir besar, tiada nilai dan kualitas. Rasulullah bersabda:
“Hampir semua ummat mengerumuni kamu dari seluruh penjuru, sebagaimana makanan di atas pinggan (piring). Seorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah karena jumlah kami yang sedikit pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Tidak! (bahkan jumlah kamu banyak), tetapi kamu bagaikan buih, sebagaimana buih di atas air bah. Ia jadikan Wahn di dalam hati kamu, dan dicabut rasa takut pada musuh kamu, karena kamu cinta dunia dan takut mati”. Dalam riwayat lain, mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Beliau menjawab, “Cintamu terhadap dunia, dan bencimu kepada perang.” (HR Abu Dawud no. 3745; Ahmad no. 8356, 21363)
Terlalu cinta kepada kehidupan dunia dan takut berjihad adalah puncak tragedi kebinasaan ummat Islam sepanjang masa. Dan kehinaan itu tidak akan hilang sehingga ummat Islam kembali kepada ajaran jihad yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau bersabda:
“Bila kamu berjual?beli dengan ‘inah (dengan cara riba dan penipuan), mengikuti ekor?ekor sapi, menyukai bercocok tanam, dan kamu meninggalkan jihad, Allah akan menimpakan kehinaan ke atas kamu yang tidak akan dicabut sehingga kamu kembali kepada agamamu.” (HR Ahmad no: 4765, 5304; Abu Dawud 3003, Lihat Nailul Authar, 5/318; dan Silsilah al Ahaadits ash Shahihah, al?Albani – no: 10, 11).
Wahai para pejuang Islam di seluruh belahan bumi Allah, semut-semut akan melaknat anda karena enggan berangkat jihad. Dan ikan di laut hanya memintakan ampunan bagi mereka yang mau berjihad saja. Sebab mereka lah yang mengajarkan kebajikan kepada manusia, serta menjaga dan melindungi kebajikan itu dengan pedang, ruh dan darah mereka. Maukah anda sekiranya seluruh makhluq yang ada di daratan dan lautan melaknat anda karena lari dari tugas murni ini?
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (Qs. Al Baqarah, 2: 159)
Bebaskanlah diri anda dari segala belenggu nafsu yang mengajak kepada kejahatan atau dunia beserta kenikmatannya yang sementara, melambai-lambai tangan merayu agar antum mundur dari jalan ini. Bersihkanlah hati dan niat dari segala keterikatan di muka bumi ini. Sayyid Quthb dan Abul Hasan Ali an Nadwi mengatakan tentang orang-orang Salaf, tentang orang-orang pilihan, tentang generasi sahabat yang mulia, generasi yang unik, melalui kata-katanya: “Tatkala jiwa mereka telah bersih dari segala keterikatan, dan Allah mengetahui bahwa mereka tidak mempunyai keinginan di permukaan bumi ini, hingga agama ini menang di tangan mereka, namun jiwa mereka tetap tidak pernah kembali bergantung ke atas kemenangan tersebut. Tatkala Allah mengetahui semua ini dari mereka, maka tahulah Dia bahwa mereka telah siap dipercaya mengemban Syari’ah Nya. Lalu Allah pun menjadikan mereka sebagai penguasa di atas bumi dan mengokohkan Dien mereka yang telah diridhai-Nya. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
“Sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur (kitab-kitab yang Kami turunkan) sudah tercantum (pada lauhul Mahfudz) bahwasanya, bumi ini akan turun diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.” (Qs. Al Anbiyaa’, 21: 105)
Ingatlah, bahwa sekiranya kita mendapatkan kemenangan karena berjihad pada jalan-Nya, maka Allah akan mengurniakan pahala-Nya yang berlipat ganda sedang kita tidak akan dirugikan walau seberat zarah pun. Dan seandainya kita belum menemui kemenangan, Allah tetap akan memelihara agama-Nya sehingga datangnya kiamat, sedang kita tetap mendapat karunia-Nya dan tidak akan dirugikan. Hanyalah tugas kita untuk tetap sabar dan istiqomah di jalan Jihad sehingga hanya datang dua ketentuan yaitu kita syahid karenanya atau menang dalam kemuliaan. Setiap langkah kaki kita di dunia akan menjadikan neraca timbangan di akhirat terangkat, maka sesungguhnya pahala itu akan diletakkan di neraca timbangan akhirat.
Pena yang menguntai kata membentuk bahasa untuk menyeru manusia kembali kepada al-Haq pasti akan terus mengalir pahalanya. Seruan dari lisan para da’i yang tak henti-hentinya menyampaikan da’wah juga pasti akan mendapat balasan yang berlipat ganda.
Dan kepada para alim ulama khususnya, marilah bersama merenungkan hadits ini, yang selanjutnya tampil menjadi pembawa obor dan cahaya kebenaran bagi segenap lapisan masyarakat dan memimpin para mujahidin berperang di medan laga sehingga memperoleh salah satu di antara dua, hidup mulia di bawah naungan Syari’ah Allah atau syahid di jalan-Nya.
Ibnu Abbas Ra. berkata, bahwa Rasulullah bersabda:
“Sedekat-dekat manusia dengan derajat kenabian ialah Ahli Ilmu dan Ahli Jihad. Adapun Ahli Ilmu mereka menunjukkan kepada manusia atas apa yang dibawa oleh para Rasul dan adapun Ahli Jihad mereka berjihad dengan pedang-pedang mereka atas apa yang dibawa oleh para Rasul.”(HR Abu Na’im. Ihyaa’ ‘Ulumuddin 1/16).
Inilah Imam an Nawawi, seorang ulama dan mujahid yang unggul. Beliau menghabiskan sebagian besar hidupnya di negeri Syam. Namun demikian beliau tidak pernah memakan buah-buahan di negeri tersebut. Tatkala orang-orang menanyakan kepadanya: “Mengapa Tuan tidak makan buah-buahan negeri Syam?” Maka beliau menjawab: “Di sana ada kebun-kebun wakaf yang telah hilang. Maka saya khawatir makan buah-buahan dari kebun-kebun itu.”
Oleh karena itu, hati mereka bagaikan hati singa dan jiwa mereka laksana jiwa pendeta. Mereka laksana pendeta di malam hari dan bagaikan ksatria berkuda di siang hari. Mereka tak sudi berhenti di depan rintangan. Halangan dan rintangan yang bagaimana pun tingginya dan bagaimana pun sukarnya akan mereka terobos dan mereka lompati.
Tatkala tentara Tartar menyerbu negeri Syam, Zhahir Bebres berkata: “Saya menghendaki fatwa dari kalian wahai para ulama agar saya dapat menghimpun dana untuk membeli senjata guna menghadapi serangan bangsa Tartar. Maka seluruh ulama memberikan fatwa seperti yang diminta oleh Zhahir Bebres kecuali seorang. Dia adalah Muhyiddin an Nawawi. Zhahir bertanya: “Mana tanda tangan Nawawi?” Mereka menjawab: “Dia menolak memberikan tanda tangan…”
Lalu Zhahir mengutus seorang untuk menjemputnya. Setelah Imam Nawawi datang, Zhahir bertanya: “Kenapa anda mencegah saya mengumpulkan dana untuk mengusir serangan musuh. Serangan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin?” Imam Nawawi menjawab: “Ketahuilah, dahulu engkau datang pada kami hanya sebagai budak. Dan sekarang saya melihatmu mempunyai banyak istana, pelayan lelaki dan wanita, emas, tanah, dan perkebunan. Jika semua itu telah engkau jual untuk membeli senjata, kemudia sesudahnya engkau masih memerlukan dana untuk mempersiapkan pasukan Muslimin, maka saya akan memberikan fatwa kepadamu…”
Zhahir Bebres amat marah mendengar ucapan Imam Nawawi, maka dia berkata: “Keluarlah engkau dari negeri Syam.” Lalu beliau keluar dari Syam dan menetap di rumahnya yang asli di desa Nawa. Pengusiran Imam Nawawi menimbulkan kemarahan para ulama, mereka datang menemui Zhahir Bebres dan berkata: “Kami tak mampu hidup tanpa kehadiran Imam Nawawi.”
Maka Zhahir pun mengatakan: “Kembalikanlah dia ke Syam.” Selanjutnya mereka pergi ke Nawa untuk membawa balik Imam Nawawi ke Syam. Akan tetapi Imam Nawawi menolak ajakan mereka seraya mengatakan: “Demi Allah, saya tidak akan masuk negeri Syam selama Zhahir Bebres masih ada di sana.” Akhirnya Allah memperkenankan sumpahnya, Zhahir mati sebulan sesudah beliau mengucapkan sumpah. Maka kembalilah Imam Nawawi ke negeri Syam. Semoga Allah merahmatinya karena keikhlasannya dan keberaniannya. (Syarah Arba’in: Imam An Nawawi)
Wallahu’alam bish showab…

No comments:

Post a Comment